”Minggu Tenang” Dikaji, Warga Sleman Bakal Diminta Karantina Mandiri
Dinas Kesehatan Sleman sedang mengkaji rencana mengadakan ”minggu tenang” Covid-19. Dalam momen itu, masyarakat diminta melakukan karantina mandiri selama10-14 hari setelah libur akhir tahun.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, mengkaji rencana mengadakan ”minggu tenang” Covid-19. Masyarakat diminta melakukan karantina mandiri selama 10-14 hari setelah libur akhir tahun. Kebijakan itu diharapkan mampu menekan potensi penularan Covid-19 di daerah tersebut.
”Dari rapat kami di Dinas Kesehatan Sleman, menurut rencana akan menyampaikan usulan itu kepada Ketua Satuan Tugas Covid-19 Sleman, yaitu Pak Bupati (Sri Purnomo). Usulannya berupa ’minggu tenang Covid-19’. Ini nanti setelah libur panjang akhir tahun selesai,” kata Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo, saat dihubungi, Minggu (13/12/2020).
Joko menjelaskan, minggu tenang yang dimaksud mirip dengan konsep karantina wilayah. Masyarakat diminta melakukan aktivitas di rumah masing-masing selama 10-14 hari. Mulai dari yang bekerja hingga bersekolah. Minggu tenang itu diharapkan bisa dimulai 4 Januari 2020.
Lebih lanjut, Joko menyampaikan, rencana ini mengemuka didasari empat momen besar yang berpotensi memunculkan lonjakan kasus pada Desember 2020. Empat momen itu adalah Pilkada 2020, Pemilihan Lurah 2020, libur Natal, dan libur Tahun Baru. Diharapkan, minggu tenang itu mampu mencegah lonjakan kasus setelah datangnya empat momen tersebut.
”Awalnya, minggu tenang ini akan diterapkan pada dua libur panjang (akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021). Saya yakin itu akan sangat menekan lonjakan kasus. Tetapi, pasti menimbulkan kehebohan. Maka, minggu tenang digeser setelah libur panjang, mudah-mudahan tidak bikin gaduh. Dan, peluang menekan lonjakan kasus tetap sangat dimungkinkan,” kata Joko.
Joko menjelaskan, tingkat penularan Covid-19 di Kabupaten Sleman tergolong tinggi. Seorang pasien terkonfirmasi positif bisa menularkan maksimal kepada lima orang lain. Namun, rata-rata seorang pasien terkonfirmasi positif menularkan kepada tiga orang lain.
Hingga Minggu (13/12/2020), total kasus positif aktif di Kabupaten Sleman berjumlah 1.014 orang. Sebanyak 175 orang dirawat di rumah sakit, 76 orang dirawat di fasilitas kesehatan darurat Covid-19, sedangkan 763 orang melakukan isolasi mandiri.
Jika dilihat dari riwayatnya, penularan terbanyak terjadi akibat kontak erat dengan pasien positif sebelumnya. Jumlahnya mencapai 65 persen dari seluruh kasus. Kondisi penularan pun semakin mengkhawatirkan karena 83 persen pasien positif tanpa menunjukkan gejala.
Bayu Satria, pakar epidemiologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, menyampaikan, risiko masyarakat tertular di ruang publik semakin tinggi dengan banyaknya persentase pasien tanpa gejala. Ini menandakan kondisi penularan sudah semakin meluas.
Tidak bisa dipastikan apakah masyarakat beraktivitas di ruang publik yang aman dan benar-benar tidak ada orang terpapar Covid-19 di tengah-tengah mereka.
”Penapisan awal juga kebanyakan hanya dengan diperiksa suhunya. Pasien tanpa gejala ini tidak bisa dilihat dari suhu tubuhnya saja. Belum lagi, jika yang sakit ini tidak disiplin. Dari situ, semakin banyak orang tanpa gejala mengelilingi kita, semakin tinggi pula potensi penularan,” jelas Bayu.
Bayu mengungkapkan, dengan kondisi itu, protokol kesehatan harus diterapkan seketat mungkin. Masker harus selalu dipakai saat beraktivitas. Aktivitas di ruang publik yang banyak kerumunan juga hendaknya dihindari karena semakin meningkatkan potensi tertular.