Sembilan Kontestan Petahana di Jatim Terancam Tumbang
Pemilihan bupati/wakil serta wali kota/wakil secara serentak di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur tidak ramah bagi sembilan kandidat berstatus petahana. Mereka terancam kalah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemilihan bupati/wakil serta wali kota/wakil secara serentak di 19 kabupaten/kota di Jawa Timur tidak ramah bagi sembilan kandidat berstatus petahana. Kontestan berstatus bupati/wakil atau wali kota/wakil terancam gagal mempertahankan dominasi di Lamongan, Gresik, Kabupaten Mojokerto, Ponorogo, Pacitan, Kabupaten Blitar, Jember, Situbondo, dan Kota Pasuruan.
Petahana terancam tumbang berdasarkan penghitungan suara pada laman resmi https://pilkada2020.kpu.go.id/ dalam menu hitung suara. Namun, terdapat keterangan bahwa data yang ditampilkan merupakan hasil foto formulir model C hasil KWK dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melalui aplikasi Sirekap. Data yang ditampilkan bukan merupakan hasil resmi penghitungan perolehan suara. Penetapan resmi berlangsung secara berjenjang sesuai tingkatan dalam rapat pleno terbuka.
Menurut situs itu, sampai dengan pukul 07.30 WIB, Jumat (11/12/2020), di Ponorogo, data yang ditampilkan sementara mencakup 899 dari 2.080 tempat pemungutan suara (TPS) atau 43,2 persen. Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni dan Bambang Tri Wahono sementara meraih 37,7 persen suara sah. Perolehan sementara itu jauh di bawah Sugiri Sancoko-Lisdyarita (62,3 persen).
Hal serupa dialami pasangan Bupati Blitar Rijanto-Wakil Bupati Blitar Marhaenis UW yang sementara meraih 41,8 persen suara sah. Jumlah itu di bawah perolehan sang penantang, Rini Syarifah-HR Santoso (58,2 persen). Di Kabupaten Blitar, data sementara mencakup 1.302 dari 2.278 TPS atau 57,1 persen.
Bupati Jember Faida dan Dwi Arya Nugraha, yang berangkat lewat jalur perseorangan, sementara mendapat 31,6 persen suara sah. Perolehan ini memang masih di atas pasangan Abdus Salam-Ifan Ariadna Wijaya (21,4 persen), tetapi kalah dari Hendy Siswanto-M Balya Firjaun (47 persen). Data di Jember sementara mencakup 1.806 dari 4.752 TPS atau 38 persen. Namun, Faida sudah menyambaikan selamat kepada pasangan yang unggul berdasarkan hitung cepat.
Nasib serupa turut dialami Wali Kota Pasuruan Raharto Teno Prasetyo dan Mochammad Hasjim Ashari yang sementara mendapat 32 persen suara sah. Mereka jauh tertinggal dari perolehan mantan wagub Jatim Saifullah Yusuf-Adi Wibowo yang 68 persen. Data di sini mencakup 66,4 persen, yakni 237 dari 357 TPS.
Di Lamongan, data sementara mencakup 928 dari 3.071 TPS atau 30,2 persen. Wakil Bupati Lamongan Kartika Hidayati dan Sa’im sementara memperoleh 21,1 persen suara sah atau di bawah pasangan perorangan Suhandoyo-Astiti Suwarni (36,8 persen) dan pasangan Yuhronur Efendi-Abdul Rouf (42 persen).
Di Gresik, data sementara mencakup 1.577 dari 2.267 TPS atau (69,6 persen). Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim dan Asluchul Alif sementara mendapat 48,9 persen suara sah. Perolehan itu sedikit di bawah pasangan Fandi Akhmad Yani-Aminatun Habibah yang 51,1 persen.
Adapun di Kabupaten Mojokerto, Wakil Bupati Pungkasiadi dan Titik Masudah sementara meraih 18,5 persen suara sah. Perolehan itu sedikit di atas pasangan Yoko Priyono-Choirun Nisa (16,1 persen), tetapi jauh di bawah Ikfina Fahmawati-Muhammad Albarra (65,5 persen). Data di Kabupaten Mojokerto sementara mencakup 1.052 dari 2.084 TPS atau 50,5 persen.
Nasib serupa terancam dialami oleh Wakil Bupati Pacitan Yudi Sumbogo dan Isyah Anshori yang baru meraih 25,3 persen suara sah. Mereka jauh tertinggal dari Indrata Nur Bayuaji-Gagarin yang memperoleh 74,7 persen suara sah meski data sementara mencakup 881 dari 1.299 TPS atau 67,8 persen.
Di Situbondo, Wakil Bupati Yoyok Mulyadi dan Abu Bakar Abdi sementara meraih 45,9 persen suara sah. Mereka tertinggal dari Karna Suswandi-Khoirani yang mendapat 54,1 persen. Namun, data sementara mencakup 529 dari 1.305 TPS atau 41 persen.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim Choirul Anam mengatakan, data yang ditampilkan belum mencakup seluruh TPS dan bukan bersifat resmi. Penetapan perolehan suara secara resmi diumumkan dalam rapat pleno terbuka dengan tingkatan akhir di KPU kabupaten/kota.
”Data masih dinamis,” kata Choirul.
Secara terpisah, Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Jatim Eko Sasmito mengatakan, sekitar 200 relawan telah dikerahkan untuk memantau pemungutan suara di 14 daerah dari 19 kabupaten/kota.
”Kami akan mencermati potensi kecurangan dalam proses penghitungan di setiap tingkatan,” kata Eko, mantan Ketua KPU Jatim.
Hal senada diutarakan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Jatim Mohammad Amin. Tim pengawas, selain memproses pelanggaran sebelum pemungutan suara, juga memantau, mencatat, dan akan memproses jika ada pelanggaran dalam rapat pleno terbuka penetapan perolehan suara di tingkat penyelenggara, yakni TPS, Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau kelurahan, Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan KPU kabupaten/kota.
Peneliti utama Surabaya Survey Center, Surokim Abdussalam, menilai, status petahana atau incumbent tidak menjamin kemenangan dalam kontestasi dan merupakan situasi yang lumrah. Pemilihan dalam konteks demokrasi memberi peluang yang setara bagi seluruh kontestan.
Pemilih tidak puas dengan rekam jejak pemerintahan sang petahana.
Bisa jadi faktor kekalahan petahana terutama pejabat nomor satu, yakni bupati atau wali kota, karena pemilih tidak puas dengan rekam jejak pemerintahan sang petahana. Yang ingin perubahan kemudian berpartisipasi menggunakan hak politik dengan memilih pasangan lain yang dianggap bisa membawa harapan baru dalam pemerintahan mendatang.
”Penentu tetaplah pemilih atau masyarakat,” kata Surokim.
Situasi yang tidak bisa diabaikan, lanjut Surokim, ialah wabah Covid-19 yang belum mereda sejak pertengahan Maret 2020 di Jatim. Pagebluk berdampak pada keengganan kalangan pemilih untuk menggunakan hak politik ke TPS. Partisipasi yang tidak tinggi jelas mengurangi potensi dukungan bagi kandidat dan jika dialami oleh petahana tentu merugikan mereka.
Selain itu, kekalahan petahana bisa juga karena kefiguran yang kalah kuat dibandingkan dengan penantang. Misalnya di Kota Pasuruan, sosok Saifullah amat kuat karena pernah menjabat wagub, sedangkan di Kabupaten Pasuruan dikuasai oleh sang adik, yakni Bupati Irsyad Yusuf.
Di Pacitan, Indrata yang menjabat Ketua DPRD bisa dianggap lebih kuat ketokohannya dibandingkan dengan Yudi. Indrata masih merupakan kerabat Bupati Pacitan Indartarto yang juga kerabat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.