Ratusan Ternak Milik Pengungsi Gunung Ile Lewotolok Mati
Sekitar 305 ternak milik pengungsi Gunung Ile Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur, mati saat warga berada di lokasi pengungsian. Kini, terus diupayakan untuk menyelamatkan 54.000 ternak yang masih hidup.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Sekitar 305 ternak milik pengungsi Gunung Ile Lewotolok di Lembata, Nusa Tenggara Timur, mati saat peternak berada di lokasi pengungsian. Pemerintah daerah dan peternak berjuang menyelamatkan 54.000 ternak yang masih hidup.
Kepala Dinas Peternakan Lembata Kanisius Tuaq, dihubungi di Lewoleba, Lembata, Jumat (11/12/2020), mengatakan, laporan mengenai ternak milik pengungsi mati setelah satu pekan pemilik ternak mengungsi di Lewoleba. Saat petugas dari dinas peternakan menelusuri keberadaan ternak-ternak peliharaan itu, sebagian telah mati dan sebagian dalam kondisi sakit atau lemas karena kelaparan.
Berdasarkan data, jumlah ternak yang mati 305 ekor, terdiri dari kambing, sapi, ayam, dan babi. Ternak mati akibat terbelit tali, kelaparan, digigit anjing, tertimpa pohon, tertimpa lava dan abu vulkanik, terseret banjir, serta jatuh ke dalam jurang. Padahal, ternak bagi masyarakat Lembata merupakan salah satu andalan ekonomi warga.
Diupayakan agar 54.000 lebih ternak yang masih hidup tetap diselamatkan sampai pengungsi pulang ke kampung masing-masing. (Kanisius Tuaq)
Ternak terkadang dijual untuk meningkatkan ekonomi rumah tangga, urusan adat, dan kebutuhan konsumsi. Beberapa jenis ternak dilepasliarkan di dalam desa, seperti anjing dan ayam, sementara kambing, sapi, dan babi dipelihara di dalam kandang, diikat, atau ditambatkan di pohon, serta beberapa ekor dilepas bebas di lahan milik pribadi.
Ia mengatakan, jumlah ternak milik warga dari dua kecamatan atau 27 desa itu sekitar 50.000 ekor. Ternak yang terdata ini masih hidup dan berkeliaran di desa dan hutan-hutan sekitar desa. Sebagian besar sudah lemas, kurus, dan terserang penyakit.
Saat ini, petugas dinas peternakan setempat setiap hari melakukan penyuntikan terhadap ternak-ternak itu secara bertahap. Penyuntikan untuk mempertahankan dan mengobati ternak yang luka.
Alternatif
Terkait ribuan ternak yang masih hidup, dinas peternakan memberikan empat alternatif, yakni mengevakuasi ternak ke titik aman, memberikan obat-obatan dan pakan langsung di tempat, pemda membeli semua ternak yang ada, serta menfasilitasi peternak untuk memberi makan ternak sendiri.
Dalam pertemuan dengan pengungsi di lokasi pengungsian, disepakati dinas peternakan terus memberikan obat-obatan atau menyuntik ternak dan memfasilitasi peternak memberi makan ternak di lokasi ternak berada.
”Diupayakan agar 54.000 lebih ternak yang masih hidup tetap diselamatkan sampai pengungsi pulang ke kampung masing-masing,” kata Tuaq.
Agustinus Lamak (45), peternak asal Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape, yang sedang berada di lokasi pengungsian mengatakan, dua ternak kambing miliknya mati terbawa banjir, sisa 21 ternak terdiri dari ayam, babi, dan kambing masih hidup. Ia sudah melapor ke dinas peternakan setempat agar ternak-ternak ini pun bisa dipantau petugas dari dinas peternakan.
Ia bersama dua tetangga yang memiliki ternak serupa telah sepakat memberi makan ternak itu secara bergilir. ”Kalau saya pergi ke kampung, saya akan beri makan ternak saya dan juga ternak mereka. Demikian pula saat mereka pergi ke sana. Dengan ini, saya tidak harus datang ke kampung setiap hari,” kata Lamak.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Lembata Manto Beyeng mengatakan, lahan pertanian warga yang terletak di bawah radius 4 kilometer belum ditanami. Namun, ada beberapa petani, yang masih di pengungsian, berani masuk untuk menanam, tanpa pengetahuan pemda. Itu pun dilakukan secara terburu-buru karena gemuruh Gunung Ile Lewotolok terjadi setiap hari, selain hujan abu vulkanik.
”Kalau di luar radius 4 km, pemilik lahan bersama dinas pertanian, TNI, dan Polri membantu menanam bersama. Itu pun setiap kali pergi menanam harus mendapat izin tertulis dari Basarnas,” kata Beyeng.
Pemda tidak mungkin mendorong petani melakukan kegiatan penanaman pada radius di bawah 4 km. Pemda serba salah. Jika lahan itu tidak ditanami, berdampak buruk bagi ekonomi masyarakat pada 2021, tetapi jika ditanami pun mengancam keselamatan petani setempat.
”Kalau sedang terjadi aktivitas di sekitar lereng gunung, kemudian terjadi erupsi, siapa yang bertanggung jawab,”katanya.
Luas lahan di dua kecamatan mencapai 3.500 hektar, hampir 60 persen atau 2.100 hektar berada di bawah radius 4 km. Sisa 40 persen atau 1.400 hektar di luar radius 4 km.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday mengatakan, sampai hari ini aktivitas gunung itu masih berlangsung. Rata-rata setiap hari terjadi lima kali bunyi gemuruh dari dalam kawah gunung disertai gempa vulkanik dan hujan abu vulkanik. Status gunung itu masih Siaga sejak 29 November 2020, menyusul terjadi erupsi dahsyat hari itu.
”Status Lembata pun ditetapkan pemda sebagai daerah darurat bencana sampai hari ini,” kata Langoday.
Sementara itu, bantuan-bantuan bagi 9.000 pengungsi di Lewoleba masih berdatangan dari sejumlah lembaga bagi pengungsi di Lewoleba. Misalnya, Pangdam IX/Udayana, Polda NTT, dan PT Angkasa Pura El Tari Kupang.