Menanti Upaya Kreatif Mengangkat ”Bumi Panji”, Kabupaten Kediri
Kediri, kabupaten yang menyimpan potensi dan sejarah besar, menanti sentuhan pemimpin baru mereka.
Dua dasawarsa terakhir, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, berada di bawah kepemimpinan Sutrisno dan istrinya, Haryanti Sutrisno. Meski warga tidak memiliki alternatif pilihan lain, Pilkada 2020 ”dipastikan” menghadirkan pemimpin baru di kabupaten berpenduduk 1,5 juta jiwa itu. Sosok anak muda Hanindhito Himawan Pramono diharapkan bisa membawa Kediri lebih maju lagi.
Pilkada serentak 2020 baru saja usai. Kepastian siapa pemenangnya masih menunggu hasil resmi dan penetapan oleh Komisi Pemilihan Umum. Namun, di Kabupaten Kediri, siapa yang unggul sudah bisa ditebak kurang dari dua jam setelah kegiatan rekapitulasi di tingkat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara selesai dilakukan, Rabu (9/12/2020) sore.
Tim Pemenangan Hanindhito Humawan Pramono-Dewi Mariya Ulfa menyebut, mereka berhasil meraih 76,56 persen suara, meninggalkan pesaingnya, bumbung kosong, yang hanya mengumpulkan 23,46 persen suara. Meski belum semua data masuk, mereka menilai, sulit bagi kotak kosong untuk mengatasi ketertinggalan itu.
Kediri selama ini dikenal sebagai kabupaten tua yang posisinya berada di bagian tengah Jawa Timur. Kediri masuk dalam subkultur Mataraman, yakni berada di Jawa Timur, tetapi budayanya lebih condong ke Jawa Tengah, yang dulu menjadi pusat Kerajaan Mataram.
Dibandingkan beberapa daerah tetangganya, kabupaten yang tahun ini berumur 1.259 tahun itu selangkah berada di depan. Meski demikian, Kediri masih tertinggal dibandingkan beberapa daerah lain di Jawa Timur. Kabupaten itu masih harus bekerja keras untuk bisa menyamainya.
Pada masa-masa terakhir kepemimpinan Haryanti Sutrisno, nama Kediri mengemuka setelah beberapa proyek strategis nasional muncul. Sebut saja Bandara Kediri. Pembangunan bandara yang diinisiasi oleh PT Gudang Garam Tbk bekerja sama dengan pemerintah pusat itu diharapkan membawa dampak peningkatan ekonomi tidak saja untuk warga Kediri, tetapi juga daerah lain di sisi barat daya Jawa Timur (Jatim).
Dalam waktu dekat, Tol Kediri-Kertosono sepanjang 20,3 kilometer juga akan dibangun. Pembangunan tol simultan dengan program Selingkar Wilis—juga proyek strategis nasional—berupa pembangunan di sekitar Gunung Wilis yang menghubungkan sejumlah kabupaten/kota yang diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Jatim.
Di luar pembangunan infrastruktur besar itu, bukan berarti Kabupaten Kediri tidak memiliki pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan. Salah satunya perihal infrastruktur masih perlu terus dibenahi agar roda perekonomian masyarakat terus bergeliat.
Baca juga : Bandara Kediri, Asa Hapus Kesenjangan Jatim
Satu-dua hari terakhir, Kompas mencoba melihat kondisi terbaru di lapangan. Di salah satu ruas jalan utama antara Kecamatan Kunjang dan Pagu, misalnya, saat ini tengah dilakukan pengerasan menggunakan beton. Namun, di ruas jalan yang lain, kondisi aspal berlubang masih bisa jumpai dengan mudah.
Akademisi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Taufik Alamin, mengatakan, infrastruktur, khususnya jalan, masih sering dikeluhkan oleh masyarakat. ”Padahal, kalau mau ngomong soal bahan bangunan, Kediri gudangnya. Pasir di lereng Gunung Kelud menyebar ke banyak wilayah di Jawa Timur,” kata Taufik, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), panjang jalan di Kediri (tidak termasuk jalan nasional dan provinsi) tahun 2019 mencapai 1.224,20 kilometer (km). Dari jumlah itu, 92,23 persen dalam kondisi mantap. Persentase jalan beraspal 100 persen. Adapun jumlah jembatan 588 buah.
Jika dibandingkan sembilan tahun ke belakang, panjang jalan tahun 2010 mencapai 2.341,53 km (termasuk jalan provinsi dan nasional). Dari jumlah itu, yang kondisinya mantap 67,32 persen dan baru 89,87 persen yang beraspal. Jumlah jembatan 311 buah. Demikian pula, tahun 2014, panjang jalan 2.669,26 km (94,04 persen mantap). Jalan beraspal baru 97,77 persen, sedangkan jumlah jembatan kala itu 587 buah.
Di luar masalah jalan, infrastruktur di bidang pertanian juga perlu terus digenjot. Terkait saluran irigasi, misalnya, masalah kekurangan air masih mewarnai sejumlah petani di utara Kediri setiap kemarau tiba.
Untuk mengatasi kekurangan air, petani harus memompa dari dalam tanah menggunakan generator (genset) karena sejak puluhan tahun lalu air irigasi hanya mengalir lima hari sekali. Mereka harus rela bergiliran dengan petani di daerah lain yang juga sama-sama membutuhkan.
Data BPS menyatakan, saat ini ada 295 desa/kelurahan di Kabupaten Kediri yang dilalui saluran irigasi, 14 desa/kelurahan untuk mandi dan cuci, 8 desa untuk perikanan, serta 1 desa untuk pariwisata. Adapun jumlah total desa di Kabupaten Kediri sebanyak 343 dari 26 kecamatan.
Ketersediaan air hanya salah satu persoalan, selain permasalahan klasik yang masih dihadapi petani, seperti hama, ketersediaan pupuk, dan harga jual hasil panen yang acap kali anjlok. Padahal, 80 persen penduduk Kabupaten Kediri bekerja sebagai petani.
Sebagai gambaran, melihat luas lahan, dari 1.386 kilometer persegi (km2) luas Kabupaten Kediri, hanya 40.395 hektar (ha) yang bukan pertanian. Sisanya 51.968 ha lahan pertanian sawah dan 46.242 ha lahan pertanian bukan sawah.
Adapun produksi padi di Kediri 2019 sebesar 222.837,82 ton gabah kering giling (GKG) dari total luas panen 39.448,75 ha. Angka ini naik dibandingkan 2018 sebesar 220.453 ton GKG dengan produktivitas 56,49 kuintal per ha.
Namun, jika dibandingkan daerah lain, produksi gabah Kediri tahun 2019 masih berada di urutan ke-20 di Jawa Timur. Kediri berada di bawah Kabupaten Blitar dengan produksi 224.027,19 ton GKG. Padahal, luas panen Blitar lebih sempit, 36.193,94 ha. Penghasil padi terbesar di Jatim adalah Lamongan, 839.724,43 GKG, dengan luas panen 140.463,58 ha.
Sebaliknya, untuk jagung, produksi Kediri diakui menggembirakan karena produksinya berada di empat besar Jatim. Produksi jagung Kediri 362.501 ton (2015). Di atasnya ada Tuban (506.966 ton), Jember (427.064 ton), dan Sumenep (396.067 ton).
Politisi Partai Nasdem Kabupaten Kediri, Lutfi Mahmudiono, mengatakan, selama ini prioritas APBD memang diarahkan untuk infrastruktur, tetapi eksekusinya belum optimal. Hal ini terlihat dari sisa anggaran terbesar justru berasal dari kontribusi bidang infrastruktur.
Dia mencontohkan, APBD Kabupaten Kediri 2020 sebesar Rp 3,4 triliun, yang dialokasikan untuk infrastruktur Rp 300-an miliar. Sementara untuk pertanian dialokasikan Rp 16 miliar.
Baca juga : Hasil Sementara Hanindhito Ungguli Kotak Kosong di Kediri
”Sektor pertanian perlu dikuatkan. Buat program kreatif untuk pertanian, untuk penyelenggara yang berhubungan dengan pertanian perlu dioptimalkan. Perlu ada program kreatif atasi ketahanan pangan,” katanya.
Demikian halnya terkait masalah investasi, pemerintah daerah harus lebih terbuka menerima investor. Bagaimana membuat perizinan yang lebih mudah bagi keran investasi. Karena itu, menurut Lutfi, pemimpin baru Kediri perlu memiliki program kreatif di semua bidang. Pemimpin mesti lebih aspiratif mendengarkan suara rakyat dan responsif.
Masalah lain yang menanti tangan kreatif pemimpin baru adalah ketenagakerjaan, sumber daya manusia, dan kemiskinan. Upah pekerja formal 2019 di Kabupaten Kediri masih berada di kisaran Rp 1,7 juta. Angka ini di bawah kabupaten tetangga, seperti Blitar dan Tulungagung, Rp 1,9 juta, juga Nganjuk Rp 2 juta.
Tingkat pengangguran terbuka selama tiga tahun terakhir juga masih fluktuatif di angka 3,18 (2017), 4,25 (2018), dan 3,68 (2019). Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja masih 71,19 (2017), 67,70 (2018), dan 71,61 (2019).
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Kediri juga masih perlu terus ditingkatkan. Tahun 2019, IPM mencapai 71,85 persen. Meski naik secara perlahan sejak 2014 sebesar 68,44, IPM Kediri masih kalah dari Jombang dan Tulungagung 72,6 persen.
Terkait masalah pendidikan, tahun 2019, angka partisipasi kasar (APK) SMA/SMK masih 82,6 persen dan SMP/MTS 97,12 persen. Adapun angka partisipasi murni (APM) SMA/SMK pada tahun yang sama 69,38 persen dan 85,94 SMP/MTS.
Catatan lain adalah masalah kemiskinan. Angka kemiskinan di Kabupaten Kediri belum menyentuh satu digit meski dalam beberapa tahun terakhir persentasenya menurun. Tahun 2019, angka kemiskinan masih 10,42 persen, turun dari 2018 sebesar 11,31 persen.
Mengubah sejumlah kondisi di atas memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Namun, dengan kesungguhan dan tekad yang kuat, disertai visi dan misi yang mumpuni, bukan berarti sejumlah permasalahan tersebut tidak bisa diselesaikan.
Dan, yang jelas, pemimpin baru Kediri mesti lebih terbuka.
Bagaimanapun juga, selain kaya akan sumber daya alam, Kabupaten Kediri juga kaya akan narasi sejarah dan kemasyuran cerita masa lalu. Sejumlah foklor, mulai dari Panji Asmorobangun (Panji), kisah janda antagonis Calon Arang, hingga keagungan Jayabaya yang terkenal dengan ramalannya, menjadi bagian dari sejarah panjang Kediri.
Oleh karena itu, tak berlebihan kiranya jika budayawan Kediri, Imam Mubarok, berharap pemimpin baru lebih kreatif dalam mengelola kabupaten yang kaya potensi ini. Bagaimana dia bisa memadupadankan apa yang menjadi kekuatan di masa lalu dengan masa kini untuk masyarakat ”Bumi Panji”. ”Dan, yang jelas, pemimpin baru Kediri mesti lebih terbuka,” ujarnya berharap.