Konflik Penghuni Apartemen dengan Pengelola Mulai Terjadi di Medan
Maraknya pembangunan apartemen di Kota Medan mulai memunculkan konflik antara penghuni apartemen dan pengembang. Di apartemen The Reiz Condo, Medan, Sumatera Utara, hal itu mulai terjadi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Konflik antara penghuni apartemen dengan pengelola mulai terjadi di Kota Medan, Sumatera Utara, seiring dengan maraknya pembangunan apartemen di kota itu. Di apartemen The Reiz Condo, Medan, penghuni meminta pengembang segera membentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun.
Perhimpunan diperlukan untuk memastikan penghuni mendapatkan haknya, termasuk untuk terlibat dalam pengelolaan gedung. Tata kelola rumah susun yang baik sangat penting diterapkan di tengah masifnya pembangunan apartemen di Kota Medan.
”Sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun seharusnya sudah dibentuk paling lama setahun sejak serah terima pertama,” kata penghuni The Reiz Condo, Erikson Sianipar, di Medan, Kamis (10/12/2020).
Erikson mengatakan, serah terima pertama telah dilakukan sejak September 2019. Karena itu, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) The Reiz Condo seharusnya dibentuk paling lama September 2020. Namun, hingga kini, kepengurusan belum dibentuk di apartemen yang dikembangkan oleh PT Waskita Karya Realty itu.
Karena tak kunjung dibentuk, penghuni pun bertemu dan membentuk kepengurusan caretaker PPPSRS The Reiz Condo. Erikson pun ditunjuk sebagai ketua caretaker.
Erikson mengatakan, pemilik dan penghuni apartemen mengalami sejumlah kerugian karena tidak dilibatkan dalam pengelolaan gedung, khususnya fasilitas yang merupakan bagian bersama. Pengembang, misalnya, menjadikan sekitar 102 unit apartemennya sebagai hotel, tetapi disebut sebagai apartemen sewa harian.
Pemilik dan penghuni apartemen mengalami sejumlah kerugian karena tidak dilibatkan dalam pengelolaan gedung. (Erikson Sianipar)
”Hotel itu memakai lobi, lift, dan kolam renang yang sebenarnya adalah fasilitas bersama,” katanya.
Erikson mengatakan, mereka sangat dirugikan karena sejak awal pihak pengembang menawarkan apartemen yang bebas dari wilayah komersial, termasuk hotel dan mal.
Erikson mengatakan, mereka sudah berulang kali berdialog dengan pengembang, tetapi permintaan mereka tidak direspons. Apartemen itu terdiri atas sekitar 600 unit dan baru sekitar 200 unit yang terjual. Sementara sekitar 102 unit menjadi milik PT Waskita Karya Realty.
Penghuni lain, Darwin, yang juga sekretaris caretaker PPPSRS, mengatakan, mereka meminta pengembang segera memfasilitasi pembentukan pengurus PPPSRS definitif yang melibatkan pemilik dan penghuni. Saat ini, pengelolaan gedung hanya dilakukan PPPSRS sementara yang hanya beranggotakan pengembang tanpa melibatkan pemilik dan penghuni.
Darwin juga meminta agar biaya layanan yang telah dikutip dari penghuni dilaporkan seluruh penggunaannya secara transparan.
”Tata kelola rumah susun harus dilakukan dengan baik dan sesuai aturan. Apalagi, pengembang The Reiz Condo adalah badan usaha milik negara,” kata Darwin.
Ia mengatakan, penerapan tata kelola rumah susun yang baik juga sangat penting untuk membangun kepercayaan masyarakat Kota Medan tinggal di apartemen. Apalagi, pembangunan hunian vertikal kini semakin marak di Medan.
Hingga berita ini diturunkan, Direktur Proyek The Reiz Condo PT Waskita Karya Realty belum menanggapi permintaan wawancara Kompas yang disampaikan melalui panggilan telepon dan pesan singkat.
Sebelumnya, Ketua Kehormatan Real Estat Indonesia (REI) Sumatera Utara Rusmin Lawin mengatakan, hingga akhir 2019, sebanyak 6.000 unit apartemen vertikal dibangun di Kota Medan. Hunian vertikal itu tersebar dari pusat kota hingga ke pinggiran kota. Walakin, Medan masih tergolong ketinggalan dibandingkan dengan kota-kota lain di negara tetangga, seperti Penang, Malaysia, dan Bangkok, Thailand. Pembangunan hunian vertikal menjadi kebutuhan mengingat ketersediaan lahan tidak bertambah, sedangkan kebutuhan papan bertambah.