Abrasi Menahun di Pulau Mensemut, Peradaban Kampung Suku Laut Terancam
Dari tahun ke tahun, abrasi semakin parah menggerus Pulau Mensemut di Kecamatan Senayang, Lingga, Kepri. Pulau seluas 3 hektar yang dihuni 15 keluarga suku Laut itu terancam hilang jika abrasi tak segera ditangani.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Abrasi semakin parah menggerus Pulau Mensemut di Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Pulau seluas 3 hektar yang dihuni 15 keluarga suku Laut itu terancam hilang jika abrasi tidak segera ditangani.
Ketua Yayasan Kajang Densy Fluzianti, Jumat (11/12/2020), mengatakan, abrasi selalu terjadi setiap memasuki musim ombak tinggi atau yang dikenal di Kepri sebagai musim angin utara. Periode tersebut biasanya berlangsung November-Februari.
”Tahun ini sangat parah. Abrasi mengikis tanah yang berjarak hingga 30 meter dari bibir pantai. Saat ini air laut sudah mulai menyentuh tiang rumah panggung warga,” kata Densy saat dihubungi dari Batam.
Densy merupakan pegiat sosial yang selama ini dikenal sering membantu memperjuangkan hak-hak dasar suku Laut di Lingga. Orang Laut atau yang kerap juga disebut Pengembara Laut adalah suku di Kepri yang hidup nomaden di atas sampan dayung beratap daun nipah.
Dari pusat Kabupaten Lingga di Daik, butuh waktu dua jam perjalanan laut menggunakan perahu mesin tunggal untuk sampai ke Pulau Mensemut. Pulau itu merupakan salah satu pulau terluar di Kabupaten Lingga yang menghadap ke perairan lepas Laut China Selatan.
Abrasi di Pulau Mensemut semakin bertambah parah setiap tahun. Warga di sana harus memundurkan rumahnya ke tengah pulau agar tidak terendam air laut.
Menurut Densy, abrasi di Pulau Mensemut semakin bertambah parah setiap tahun. Warga di sana harus memundurkan rumahnya ke tengah pulau agar tidak terendam air laut. Namun, pada musim angin utara kali ini, hampir seluruh pulau itu sudah digenangi air laut.
”Kalau ini didiamkan saja, tak lama lagi (Pulau Mensemut) bakal lenyap,” ucap Densy.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lingga Oktanius Wirsal mengatakan sudah mengirimkan nota dinas kepada instansi terkait untuk segera melakukan rapat teknis terkait ancaman abrasi di Pulau Mensemut. Sebagai solusi, butuh pemecah ombak heksagon sepanjang 200 meter di bagian utara dan selatan pulau untuk menanggulangi abrasi.
”Sebelumnya kami sudah melaporkan hal ini kepada gubernur dan bupati. Kami juga sudah berkomunikasi dengan BPBD Kepri untuk membuat kajian berapa besar anggaran yang dibutuhkan untuk membuat bangunan pemecah ombak, tetapi belum ada jawaban,” kata Oktanius.
Menurut Oktanius, luas Pulau Mensemut tadinya lebih dari 3 hektar. Namun, abrasi yang terjadi setiap tahun membuat luas pulau itu terus berkurang. Saat ini, ada 18 keluarga atau lebih kurang 50 jiwa yang tinggal di pulau tersebut.
Suku Laut di Pulau Mensemut pernah ditawari relokasi ke Pulau Hantu yang jaraknya sekitar satu jam perjalanan menggunakan perahu mesin tunggal. Namun, warga menolak dengan alasan lebih susah menangkap ikan jika pindah ke lokasi baru yang ditawarkan.
”Posisi Pulau Mensemut yang menghadap ke laut lepas strategis bagi suku Laut yang hidupnya bergantung pada hasil menangkap ikan. Kalau mereka pindah ke pulau lain, mereka harus menempuh perjalanan lebih jauh untuk mencari ikan,” ucap Oktanius.
Menurut Densy, Pulau Mensemut harus tetap dipertahankan keberadaannya karena merupakan bagian dari ekosistem laut kawasan tersebut. Pulau itu sebenarnya juga memiliki potensi dikembangkan sebagai tempat wisata karena ekosistem di sana masih lestari.