Bawaslu Sulteng Kaji Sembilan Pelanggaran Saat Pemungutan Suara
Bawaslu Sulawesi Tengah mendata sembilan dugaan pelanggaran saat pemungutan suara di TPS dalam pelaksanaan Pilkada 2020. Tindakan hukum selanjutnya atas pelanggaran itu tengah dikaji.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Sulawesi Tengah bersama jajarannya di tingkat kabupaten/kota mengkaji sembilan pelanggaran terkait pemungutan suara dalam pemilihan kepala daerah, Rabu (9/12/2020). Kajian nantinya menentukan arah tindakan hukum selanjutnya atas pelanggaran itu, apakah ke pemungutan suara ulang dan atau proses hukum.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Tengah Jamrin menyampaikan hal itu berdasarkan data yang telah masuk pada Kamis (10/12/2020). Pelanggaran masih mungkin bertambah karena petugas pengawasan di kabupaten/kota masih merekapitulasi datanya.
Total ada sembilan pelanggaran terkait pemungutan suara di TPS dengan sebaran masing-masing dua pelanggaran di Kabupaten Donggala, Parigi Moutong, dan Tojo Una serta masing-masing satu pelanggaran di Banggai, Poso, Tolitoli.
”Kami telah memerintahkan Bawaslu di kabupaten tersebut untuk mengkaji dugaan pelanggaran. Rekomendasinya bisa dua, yakni PSU (pemungutan suara ulang) dan atau pidana bergantung pada masing-masing jenis pelanggarannya,” kata Jamrin di Palu, Sulteng, Kamis.
Bentuk pelanggaran saat pemungutan suara tersebut, antara lain, adalah pencoblosan surat suara oleh pemilih yang tak terdaftar di TPS sekaligus tak memiliki surat pindah pemilihan (A5), pemakaian surat panggilan orang lain untuk pencoblosan, dan pemilih yang mencoblos dua kali di TPS berbeda.
Pelanggaran masih mungkin bertambah karena petugas pengawasan di kabupaten/kota masih merekapitulasi datanya.
Merujuk Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, PSU dilakukan apabila pembukaan kotak suara dan atau berkas pemungutan suara tidak dilakukan sesuai prosedur, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meminta pemilih memberi tanda khusus, menandatangani, atau menulis nama atau alamat pada surat suara yang telah dicoblos. Alasan lainnya, petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang telah dicoblos sehingga tidak sah.
PSU juga bisa dilakukan apabila pemilih menggunakan hak pilih lebih dari satu kali pada TPS sama atau berbeda dan lebih dari satu orang pemilih yang tak terdaftar menggunakan hak pilihnya di salah satu TPS.
Adapun pidana untuk pelanggaran pemungutan suara diatur dalam Pasal 177A, 178A-178C UU No 10/2016. Pidana menjerat pemilih atau penyelenggara yang memalsukan data pemilihan, pengakuan sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, pencoblosan lebih dari satu kali, dan pemilih yang tak berhak memilih, tetapi tetap memilih. Ancaman pidananya bisa sampai 6 tahun dengan denda hingga Rp 100-an juta.
Dalam regulasi juga diatur, PSU dilakukan empat hari setelah hari pencoblosan/pemungutan suara digelar.
Pemungutan suara untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar pada Rabu (9/12/2020) di Sulteng. Pilkada kali ini dilakukan untuk memilih gubernur/wakil gubernur dan wali kota/wakil wali kota serta bupati/wakil bupati di delapan kabupaten/kota.
Jamrin menyatakan, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulteng untuk memastikan tersedianya surat suara jika memang PSU digelar di sejumlah TPS yang ditemukan pelanggarannya. Sementara proses hukum (pidana) dibahas di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang beranggotakan Bawaslu, kepolisian, serta kejaksaan setempat.
Secara terpisah, Ketua KPU Sulteng Tanwir Lamaming memastikan pihaknya sudah mengantisipasi kemungkinan untuk PSU. Surat suara untuk PSU sudah disediakan sebanyak 2.000 lembar.