Banjir di Aceh Kian Parah, 11.627 Warga Mengungsi, Satu Tewas
Bencana banjir luapan sungai di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi Aceh, semakin parah. Sebanyak 11.627 warga mengungsi dan seorang warga meninggal dunia terseret arus.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Bencana banjir luapan sungai di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi Aceh semakin parah. Sebanyak 11.627 warga di dua kabupaten itu harus mengungsi dan sejumlah infrastruktur publik rusak. Seorang warga tewas akibat terseret arus.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), pada Minggu (6/12/2020) menunjukkan pengungsi di Aceh Utara sebanyak 4.605 orang dan di Aceh Timur sebanyak 7.022 jiwa. Warga mengungsi ke masjid, menasah, gedung pemerintah, dan posko di lapangan terbuka.
Kepala BPBA Sunawardi, mengatakan tim gabungan terus melakukan evakuasi warga yang terjebak di rumah dan menyalurkan bantuan masa panik. Pemprov Aceh telah mengirimkan logistik pangan dan sandang, serta mengirimkan dana darurat kepada Pemkab Aceh Timur dan Aceh Utara masing-masing Rp 200 juta.
"Tim kita juga mengantarkan logistik untuk mendukung Dinsos Aceh. Kami terus tangani korban di lapangan bersama Basarnas, TNI, dan Polri," kata Sunawardi.
Pada Sabtu malam, banyak warga yang terjebak di rumahnya. Awalnya warga mengira banjir akan segera surut, ternyata air justru semakin tinggi. Petugas gabungan tengah malam mengevakuasi warga ke lokasi yang aman.
Di Aceh Utara titik paling parah berada di Kota Lhoksukon, Syamtalira Aron, Pirak, dan Matang Kuli. Ketinggian air mencapai 1 meter. Jalan nasional ikut tergenang air sehingga arus transportasi Banda Aceh-Medan terhambat. Beberapa mobil warga terseret arus hingga ke pekarangan masjid.
Camat Syamtalira Aron, Aceh Utara, Munawir menuturkan hujan deras mengguyur sejak dua hari lalu. Debit air Sungai Lhoksukon naik melewati tanggul pembatas. Di berapa titik tanggul jebol sehingga air melimpah ke permukiman warga. ”Pagi tadi air dari Lhoksukon naik dan sekarang membanjiri daerah ini,” kata Munawir.
Debit air Sungai Lhoksukon naik melewati tanggul pembatas. Di berapa titik tanggul jebol sehingga air melimpah ke permukiman warga.
Sampai Minggu siang, banjir terus meninggi, bahkan di beberapa titik mencapai setinggi 2 meter. "Dulu tahun 2014 juga banjir, tapi ini lebih berat," kata Munawir.
Banjir parah juga pernah melanda Aceh Utara pada pertengahan Desember 2017. Kerugian karena banjir 2017 diperkirakan Rp 70 miliar. Warga mengalami gagal panen, harta benda rusak, dan sebagian kehilangan tempat tinggal.
Sementara di Aceh Timur satu warga meninggal dunia karena terseret arus banjir. Hingga Minggu siang permukiman warga di 17 kecamatan masih tergenang banjir. Satu rumah warga rusak parah diterjang banjir.
Di Aceh Timur, satu warga meninggal dunia karena terseret arus banjir.
Kepala Dinas Sosial Aceh Alhudri mengatakan, evakuasi warga menjadi prioritas utama. Pemprov Aceh memastikan kebutuhan logistik warga selama di posko pengungsian tercukupi. Alhudri menuturkan, relawan siaga membantu masyarakat. ”Sukarelawan kita di lapangan terus bekerja memberikan yang terbaik bagi masyarakat kita,” kata Alhudri.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, wilayah timur Aceh, seperti Aceh Utara dan Aceh Timur, berada di hilir atau lokasi rendah sehingga sangat rawan tergenang banjir. Pada saat yang sama, hutan di Aceh Utara dan Aceh Timur mengalami kerusakan parah karena perambahan untuk pembukaan perkebunan dan pembalakan liar.
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh melaporkan, pada 2018 dan 2019 Aceh Utara kehilangan tutupan hutan seluas 3.666 hektar. Sementara Aceh Timur pada 2018 dan 2019 kerusakan hutan mencapai 2.619 hektar.
”Ketika hutan rusak, daya tampung lingkungan terhadap air berkurang. Makanya, hujan deras dalam durasi lama langsung banjir,” ujar Nur.
Nur menilai pemerintah daerah tidak punya rencana mitigasi bencana hidrometeorologi. Pembangunan banyak yang mengabaikan fungsi tata ruang, misalnya pembukaan lahan sawit di daerah resapan dan pembukaan jalan di tengah hutan. Akibatnya, bencana banjir semakin sering terjadi.