Hadang Tengkes dengan Poster Pintar
Upaya mengatasi dan mencegah permasalahan tengkes pada anak di antaranya berkunci pada pemahaman keluarga. Pendekatan sederhana dengan poster pintar membantu penyadaran ini.
Tengkes atau stunting menjadi tantangan besar bagi masa depan anak di Indonesia. Sejumlah terobosan dilakukan untuk mengatasi tantangan kekurangan gizi itu, termasuk menggunakan poster pintar.
Disebut demikian bukan karena poster pintar itu menerapkan penggunaan teknologi canggih. Apabila dilihat, bentuk fisiknya tidak berbeda dengan poster yang biasa dipasang di dinding.
Bidan Puskesmas Warsawe, Filnitris ”Fitri” Arwiwin Ule (27), menunjukkan cara kerja poster pintar itu pada pekan lalu di Desa Cunca Wulang, Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ketika itu, ia sedang melawat ke rumah Maria Rume Lahat (35), yang anak ketiganya berusia setahun 10 bulan.
Fitri membawa poster pintar berjudul ”6 Cara Cegah Anak Stunting” serta 18 kartu. Poster digelar di atas meja, lalu kartu disusun di atasnya dalam posisi terbalik. Maria diminta memilih kartu untuk dibalik satu demi satu. Setiap satu kartu dibalik dan gambar terlihat, kemudian Maria ditanya tentang maksud gambar itu, yang di antaranya bergambar alat suntik.
Awalnya, Maria tidak paham sehingga Fitri membantu menjelaskan bahwa gambar itu berarti imunisasi dasar sesuai jadwal.
”Adik berarti satu kali imunisasi lagi, to, imunisasi campak lanjutan. Imunisasi penting untuk menjaga daya tahan tubuhnya supaya tidak gampang sakit,” kata Fitri.
Baca juga : Penanganan Tengkes Dilakukan sejak Bimbingan Pranikah
Gambar lainnya ialah tablet tambah darah, vitamin dan obat cacing, makanan bergizi, pemberian air susu ibu (ASI), serta rajin mencuci tangan dengan sabun. Jika dihitung, ada enam macam gambar dengan 18 lembar kartu.
Ternyata, gambar yang sama ada pada setiap tiga kartu. Ini agar sang ibu mendapat paparan informasi berulang-ulang sehingga terpengaruh untuk mau menerapkannya.
Selain untuk alat permainan bagi ibu, poster yang bisa ditempel di dinding itu berisi tabel tinggi badan agar orangtua bisa memantau tinggi anaknya. Ini penting karena tinggi badan kurang ialah salah satu indikasi tengkes.
Gambar pada 18 kartu itu juga tercetak di poster. Tujuannya agar terus menjadi pengingat bagi orangtua dan anggota keluarga lain tentang cara-cara mencegah tengkes.
Penggunaan poster pintar ini dikembangkan 1000 Days Fund, lembaga swadaya masyarakat berbasis di Jakarta yang bergerak di bidang edukasi di tingkat keluarga, di antaranya terkait perbaikan kesehatan.
Baca juga : Komunikasi Tenaga Kesehatan Berperan Atasi Tengkes
Poster pintar versi ke-13 ini didesain dengan muatan informasi yang membumi, seperti penuh gambar dan minim teks. Tujuannya agar pesan dalam poster bisa lebih dipahami masyarakat, khususnya ibu-ibu dan ibu hamil yang berpendidikan rendah.
Pendekatan sejak 1.000 hari pertama usia anak dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun ini diperlukan mengingat tengkes sangat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak tengkes juga mempunyai risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis saat dewasa.
Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI), angka prevalensi tengkes di Indonesia pada 2019 sebesar 27,7 persen, turun dari 30,8 persen pada 2018. Namun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi di atas 20 persen masih tergolong kategori kronis.
Prevalensi Indonesia pun masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (19,4 persen) dan Malaysia (17,2 persen). Pemerintah menargetkan angka prevalensi tengkes pada 2024 menjadi 14 persen, atau turun 13 poin persentase dibandingkan pada 2019 (Kompas, 14/11/2020).
Jika target penurunan tengkes tidak tercapai, banyak orang berusia produktif di masa depan terancam menjadi beban tambahan karena mengidap beragam penyakit kronis yang menguras uang negara. Padahal, seharusnya mereka menjadi andalan untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi.
Sebagai gambaran, empat penyakit dengan biaya terapi tertinggi lewat program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) meliputi jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke. Di tahun 2018, jumlah biaya untuk penyakit katastropik Rp 20,4 triliun (Kompas, 24/6/2020).
Baca juga : Kerja Keras untuk Menurunkan Angka Tengkes di Tengah Pandemi Covid-19
Kesempatan untuk menghindari malapetaka itu terbuka di seribu hari pertama kehidupan anak (sejak di dalam kandungan hingga berusia dua tahun). Setelahnya, hampir tidak ada yang bisa diperbuat.
Jendela waktu itu menginspirasi nama lembaga 1000 Days Fund, menyemangati mereka untuk mengajak para ibu hamil, ibu dengan anak berusia dua tahun ke bawah, serta anggota keluarga lainnya berjuang melawan tengkes pada anak.
Lead Strategist 1000 Days Fund, Zack Petersen, mengatakan, poster pintar merujuk pada hasil riset yang didanai The Bill & Melinda Gates Foundation di Zambia, negara di Afrika bagian selatan. Pemasangan tabel tinggi badan yang disertai informasi cara mencegah tengkes di sana terbukti menurunkan prevalensi tengkes.
NTT dipilih menjadi tempat merintis penggunaan poster pintar mengingat prevalensi anak tengkes di provinsi ini mencapai 43 persen atau dialami sekitar 270.000 anak. Pada Januari-Juni tahun lalu, 1000 Days Fund bekerja sama dengan staf Bank Dunia mengampanyekan pencegahan tengkes berbekal poster pintar di 159 rumah di tiga desa yang berlokasi di tiga pulau berbeda di NTT.
Hasilnya, 65 persen wali anak (mayoritas para ibu) mampu mendefinisikan tengkes dan 48 persen mampu menjelaskan mengapa pencegahan tengkes penting. Ini meningkat pesat dibandingkan pada saat awal program, yang hanya 4 persen. Selain itu, 62 persen wali anak menyebutkan, memiliki poster pintar di rumah membantu mengubah perilaku menjadi lebih positif, contohnya anggota keluarga kini lebih sering mencuci tangan dengan sabun.
Keunggulan lain, poster pintar hanya berbiaya Rp 10.000 per lembar, tetapi bisa bertahan hingga setidaknya dua tahun. Ini dinilai terjangkau untuk diimplementasikan ke sejumlah tempat lain di Indonesia.
Tenaga kesehatan
Namun, poster pintar hanyalah alat bantu. Peran aktif tenaga kesehatan puskesmas dan kader pos pelayanan terpadu (posyandu) merupakan kunci agar informasi menjangkau keluarga. Karena itu, bekerja sama dengan PT Roche Indonesia, 1000 Days Fund mengembangkan Impact Stunting Center of Excellence (ISCE) di Puskesmas Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
ISCE berfungsi sebagai wadah bagi para bidan dan tenaga kesehatan masyarakat se-Manggarai Barat yang sudah diseleksi untuk dilatih dan diberi alat ajar berbasis bukti sebelum mereka kembali ke fasilitas kesehatan tempat mereka bekerja. Alat ajar itu di antaranya poster pintar. Mereka akan membagikan pengetahuan, alat, dan teknologi terkait pencegahan tengkes kepada para sukarelawan kesehatan, seperti kader posyandu.
ISCE diresmikan pada Senin (23/11/2020), dan pelatihan dimulai bagi tenaga kesehatan dari seluruh puskesmas di Manggarai Barat yang berjumlah 21 unit. Poster pintar menjadi salah satu alat ajar yang diperkenalkan kepada peserta.
Petersen menuturkan, para peserta bakal berkumpul di Puskesmas Labuan Bajo sebanyak lima kali dalam setahun. Di antara waktu pelatihan, tim 1000 Days Fund akan mengadakan kunjungan acak ke wilayah kerja tenaga kesehatan guna mengevaluasi.
President Director Roche Indonesia Ait-Allah Mejri menuturkan, Roche merupakan perusahaan swasta yang unggul dalam inovasi, antara lain, obat onkologi, penyakit autoimun, diagnostik, dan antibiotik. Artinya, bisnis Roche sangat jauh dari bidang pencegahan tengkes.
Namun, pihaknya menilai, tumbuh secara baik merupakan hak asasi setiap anak. ”Kami juga menilai, jika anak tidak tumbuh dengan baik, tidak akan ada pertumbuhan ekonomi. Sederhana,” ucap Mejri.
Karena itu, Mejri menyatakan Roche Indonesia terus berkomitmen untuk terlibat dalam pencegahan tengkes sampai ada bukti program berdampak, kemudian ”menyalinnya” ke tempat-tempat lain se-Indonesia.
Pelatihan
Fitri bersama dua rekannya, petugas gizi Dionisius Jehurun (29) dan petugas promosi kesehatan Aleksandri Satrio Jema (29), ditugaskan Puskesmas Warsawe untuk belajar di ISCE. Dionisius yang sudah tiga tahun berkarya di puskesmas itu mengaku, sebelumnya tidak pernah mendapatkan pelatihan disertai praktik penyuluhan menggunakan alat ajar semacam di ISCE.
Para petugas di puskesmas memang mendapat materi penyegaran setiap bulan terkait pencegahan tengkes. Namun, bentuk penyampaian materi satu arah dan minim interaksi, antara lain berisi materi definisi, faktor penyebab, dan cara mencegah.
Selama ini, kami penjelasan ngomong lisan saja, tanpa ada alat bantu.
Akhirnya, para petugas promosi kesehatan puskesmas pun menyampaikan kepada masyarakat juga secara satu arah. Mereka mencoba membuka sesi tanya jawab kepada ibu hamil dan ibu dengan anak balita saat kegiatan posyandu, tetapi sangat jarang yang bertanya. ”Selama ini, kami penjelasan ngomong lisan saja, tanpa ada alat bantu,” ujar Dionisius.
Permainan kartu dengan poster pintar sebagai alasnya terbukti merangsang ibu anak untuk menanggapi, seperti saat Fitri penyuluhan ke rumah Maria. Saat kartu pertama dibuka, Maria kesulitan menjawab, tetapi waktu membalik kartu kedua dan ketiga untuk gambar yang sama, ibu tiga anak itu mampu menjelaskan maksudnya meskipun masih terbatas.
Aleksandri berharap poster pintar membantu menggugah kesadaran mandiri warga untuk hidup bersih dan sehat sehingga turut menekan jumlah anak balita yang menderita tengkes. Sebab, petugas puskesmas tidak bisa setiap saat hadir secara fisik mendampingi mereka, apalagi terdapat kampung yang susah dijangkau saat musim hujan.
Contohnya, Kampung Wae Tana di Desa Golo Sembea. Untuk masuk ke sana, petugas mesti mengendarai sepeda motor selama 15 menit, memarkirkan motor, lalu berjalan kaki 6 kilometer dengan lintasan naik dan turun.
Poster pintar yang ditempel di dinding rumah-rumah warga akan mewakili kehadiran tenaga kesehatan di saat mereka tidak bisa datang. Gambar-gambar edukasi di poster seakan meneruskan suara dari Fitri dan kawan-kawannya, mengajak para orangtua senantiasa memperjuangkan buah hati mereka jauh dari tengkes.
Baca juga : Pelatihan Komunikasi Dua Arah Dibutuhkan untuk Kampanye Pencegahan Tengkes