KPU DIY Tunggu Kebijakan Pusat Terkait Anggota KPPS Tolak ”Rapid Test”
KPU DIY telah melapor ke KPU RI terkait ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang menolak mengikuti tes cepat. Untuk sementara, mereka tetap diminta bekerja.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta telah melapor ke KPU RI terkait ratusan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara di Kabupaten Gunung Kidul, DIY, yang menolak menjalani tes cepat (rapid test) Covid-19. KPU setempat masih menunggu kebijakan KPU pusat terkait hal ini.
”Kami sedang koordinasikan masalah ini dengan KPU RI. Terhadap persoalan ini, KPU RI nanti akan mengambil kebijakan,” ujar anggota KPU DIY, Ahmad Shidqi, Jumat (4/12/2020), di Yogyakarta.
Sebelumnya diberitakan, 270 anggota KPPS dan petugas perlindungan masyarakat (linmas) di Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunung Kidul, menyatakan menolak mengikuti tes cepat Covid-19. Para petugas itu menolak mengikuti tes cepat dengan alasan merasa trauma.
Perasaan trauma itu muncul karena beberapa bulan sebelumnya sempat muncul kasus Covid-19 di Desa Bejiharjo yang mengharuskan sebagian warga melakukan karantina. Saat melakukan karantina itu, sebagian warga tidak bisa bekerja. Kondisi itulah yang membuat para petugas tersebut merasa trauma.
Padahal, sesuai aturan, anggota KPPS dan petugas linmas harus melakukan tes cepat terlebih dahulu sebelum bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) saat pilkada pada 9 Desember mendatang. Di setiap TPS terdapat tujuh anggota KPPS yang bertugas melaksanakan proses pemungutan suara. Selain itu, terdapat dua petugas linmas yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di TPS.
Shidqi menjelaskan, KPU DIY, KPU Gunung Kidul, dan sejumlah instansi lain telah berusaha membujuk para anggota KPPS di Desa Bejiharjo agar bersedia mengikuti tes cepat. Namun, sebagian besar anggota KPPS dan petugas linmas itu tetap enggan menjalani tes cepat.
”Mereka bilang trauma karena di sana pernah terjadi kasus Covid-19. Saat itu, mereka mengalami dampak sosial, ekonomi, dan merasa dikucilkan. Ini membuat mereka trauma terhadap segala hal ihwal Covid-19, termasuk rapid test ini,” ujarnya.
Shidqi menyebut, pihaknya juga tidak bisa langsung mengganti para anggota KPPS yang tidak mau menjalani tes cepat Covid-19. Apalagi, jumlah anggota KPPS yang menolak tes cepat itu mencapai ratusan orang dan terkonsentrasi di satu desa. Selain itu, waktu pemungutan suara juga tinggal beberapa hari lagi. ”Tidak mudah kalau mau diganti,” katanya.
Oleh karena itu, KPU DIY kemudian melaporkan masalah tersebut ke KPU RI. Menurut Shidqi, penolakan ratusan anggota KPPS untuk mengikuti tes cepat itu telah dibahas dalam rapat koordinasi antara KPU pusat dan KPU provinsi. Dia menyebutkan, dalam rapat koordinasi itu terungkap bahwa kendala dalam pelaksanaan tes cepat ternyata tidak hanya terjadi di Gunung Kidul.
Namun, penyebab kendala pelaksanaan tes cepat itu berbeda-beda di setiap daerah. ”Penyebabnya macam-macam. Ada yang kendala fasilitas, geografis, sosial, dan psikologis. Kalau yang di Gunung Kidul ini, kan, kendala psikologis,” ujarnya.
Ia memaparkan, KPU akan mengambil kebijakan terkait kendala dalam pelaksanaan tes cepat untuk para anggota KPPS. Kebijakan yang diambil KPU itu diharapkan bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi, termasuk yang muncul di Gunung Kidul. ”Kebijakannya seperti apa, kita tunggu,” katanya.
Mereka bilang trauma karena di sana pernah terjadi kasus Covid-19. Saat itu, mereka mengalami dampak sosial, ekonomi, dan merasa dikucilkan. Ini membuat mereka trauma terhadap segala hal-ihwal soal Covid-19, termasuk rapid test ini.
Tetap bekerja
Sembari menunggu kebijakan KPU RI, Shidqi menyatakan, para anggota KPPS di Desa Bejiharjo diharapkan tetap bekerja melaksanakan tugas-tugas untuk persiapan pilkada. Apalagi, saat ini, para anggota KPPS sudah harus membagikan formulir pemberitahuan pemungutan suara kepada para pemilih. ”Semua KPPS yang sudah dibentuk ini jalan terus untuk menyiapkan pilkada,” ujarnya.
Mengenai urgensi tes cepat, Shidqi mengatakan, pelaksanaan tes cepat bagi para anggota KPPS itu bertujuan untuk memastikan para petugas tersebut benar-benar dalam kondisi sehat. Apabila ada petugas yang dinyatakan reaktif seusai mengikuti tes cepat, mereka akan langsung menjalani tes usap (swab). Setelah menjalani tes usap, petugas yang dinyatakan positif Covid-19 akan diganti petugas lain.
”Dengan tes ini, kami ingin memastikan, yang bertugas tidak ada yang positif Covid-19. Kalau enggak ada tes, kami enggak tahu mereka positif Covid-19 apa enggak. Jadi, pemeriksaan kesehatan sebelum menjalankan tugas itu untuk memastikan petugas yang melayani pemilih itu sehat,” ujar Shidqi.
Secara terpisah, Ketua KPU Gunung Kidul Ahmadi Ruslan Hani mengatakan, dari 270 anggota KPPS dan petugas linmas yang awalnya menolak, sudah ada sebagian yang akhirnya bersedia menjalani tes cepat. Dia menyebutkan, pada Kamis (3/12/2020) siang ada empat orang yang telah bersedia menjalani tes cepat di puskesmas setempat.
Hani menambahkan, sembari menunggu kebijakan KPU RI, KPU Gunung Kidul terus berupaya membujuk para anggota KPPS di Desa Bejiharjo agar mau menjalani tes cepat Covid-19. Dia menyebut, batas waktu melakukan tes cepat yang sebelumnya ditetapkan pada Jumat ini juga diundur menjadi Selasa (8/12/2020) atau sehari sebelum pelaksanaan pilkada.
”Kami terus melakukan pendekatan agar mereka mau melakukan rapid test. Kami sudah membuat surat edaran agar yang belum mengikuti rapid test segera menjalani rapid test sampai tanggal 8 Desember. Kami juga masih menunggu kebijakan pusat (KPU RI) seperti apa,” katanya.