Genangi Ribuan Rumah, Banjir di Medan Telan Korban Jiwa
Dua warga ditemukan tewas dan empat orang dilaporkan hilang, sementara ribuan rumah terendam akibat banjir yang melanda Kota Medan, Jumat (4/12/2020).
Oleh
AUFRIDA WISMI WARASTRI
·5 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Banjir akibat meluapnya sejumlah sungai yang melintas di Kota Medan, Kamis malam hingga Jumat siang (3-4/12/2020), memakan korban jiwa. Dua warga ditemukan tewas dan empat orang dilaporkan hilang. Hingga Jumat siang, Tim SAR gabungan masih mencari korban. Warga juga diminta waspada karena potensi banjir kiriman masih akan terjadi.
Manajer Pusat Data dan Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Kota Medan Nurly melaporkan, banjir melanda 13 kelurahan di 8 kecamatan, yakni Medan Maimun, Medan Johor, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Polonia, dan Medan Sunggal.
Sebanyak 1.773 rumah yang dihuni oleh 1.983 keluarga atau 5.965 jiwa terendam. ”Enam orang dilaporkan hilang—lima orang dewasa dan satu anak balita. Pagi ini berhasil ditemukan dua orang dewasa dalam keadaan meninggal dunia,” kata Nurly. Adapun sungai-sungai yang meluap ialah Sungai Deli, Babura, Denai, dan Sungai Lau Belawan di Sunggal.
Berdasarkan pantauan Kompas, ketinggian air mencapai beberapa sentimeter hingga seatap rumah. Kondisi terparah ada di Perumahan De Flamboyan, Tanjung Selamat, Medan Tuntunggan, yang ketinggian airnya mencapai atap rumah. Banjir mengenangi kawasan itu selain letaknya rendah, juga karena tanggul Sungai Lau Belawan jebol. Korban jiwa juga terjadi di kawasan itu.
Deni Marpaung (32), warga Perumahan De Flamboyan, mengatakan, air mulai naik sekitar pukul 23.30. Ketinggian air mencapai atap. Saat warga hendak mengungsi, arus air sangat tinggi. Sejumlah warga berhenti di jembatan menuju luar kompleks yang lokasinya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain yang sudah tergenang. Warga yang hendak mengungsi menggunakan mobil pun akhirnya keluar mobil karena mobil terbawa air.
”Ada 14 orang berdiri di sini,” kata Deni menunjukkan pagar tembok di tengah jembatan. Warga berdiri bergandengan, sementara kaki mereka sudah terendam air.
Tiba-tiba, lanjut Deni, ada yang terjatuh sehingga menarik yang lain jatuh ke air. Sebanyak 10 orang hanyut. Beberapa orang berhasil selamat setelah tersangkut di pohon dan bangunan dekat kandang kambing di kawasan itu. ”Saya berenang lalu ditolong dengan perahu tim SAR,” kata Deni. Jumat pagi, saat air surut, dua orang ditemukan meninggal dan empat orang masih hilang.
Sementara ratusan warga perumahan lainnya hanya bisa menunggu di kawasan yang tinggi di luar kompleks hingga air surut sekitar pukul 06.30.
Saya berenang lalu ditolong dengan perahu tim SAR.
Jumat pagi, saat air surut, warga mulai membersihkan rumahnya. Julaika (57), warga Jalan Pantai Harapan, tepatnya di belakang PDAM Tirtanadi, Medan Sunggal, mengatakan, air di rumahnya mulai naik pukul 00.30. ”Yang di pinggir sungai sudah kena sebelumnya,” katanya sambil sibuk membersihkan rumah.
Julaika tidak menyangka air cepat naik dan rumahnya yang terletak agak tinggi tergenang hingga 1,5 meter. ”Tiga spring bed kami hancur ini,” kata Julaika sambil membersihkan lantai rumahnya dari lumpur.
Menurut Julaika, ini merupakan banjir terbesar sejak 2002. Tahun itu, dirinya juga terkena banjir dan rumahnya hanyut. Ia sempat mengungsi di PDAM Tirtanadi Sunggal dan mendapat bantuan pemerintah Rp 5 juta. Dengan uang itu, ia pindah ke rumah yang sekarang ia tempati di kawasan yang lebih tinggi. Namun, kali ini ia pun kembali terkena banjir.
Junaedi, pemilik Barokah Café di Jalan PDAM Tirtanadi, Medan Sunggal, sekitar 100 meter dari Sungai Lau Belawan, harus kehilangan peralatan kafenya, seperti meja, kursi, dan peralatan makan, karena hanyut. Tumpukan kayu yang akan digunakan untuk membangun usahanya itu juga hanyut.
Menurut Junaedi, hujan dari gunung yang menyebabkan banjir besar itu. ”Kalau di sini, tidak deras hujannya. Hujan deras pun tidak akan banjir. Ini air dari gunung,” katanya.
Banjir juga memutus ruas jalan Medan-Binjai karena air Sungai Lau Belawan meluap hingga ke jalan. Luapan air mencapai Kampung Lalang, Deli Serdang, hingga simpang Pinang Baris di Medan. Ruko-ruko di sepanjang jalan Medan-Binjai di kawasan itu pun tergenang air.
Pengendara mobil yang hendak menuju Medan atau sebaliknya dialihkan ke Jalan Tol Medan-Binjai, termasuk pesepeda motor. Deni Pengestu (23), warga Stabat, Langkat, yang hendak menuju Medan mengatakan, ketinggian air hingga 1,5 meter di Kampung Lalang, Deli Serdang. Ia pun melanjutkan perjalanan ke Medan melalui tol sesuai arahan petugas. ”Tapi, di tol pun macet ini,” ucap Deni.
Adnan (50), pemilik salah satu toko di Jalan Pinang Baris, mengatakan, air mulai menggenangi rumahnya yang berada di belakang toko sekitar pukul 07.00. Ketinggian air mencapai 50 sentimeter. ”Itu banyak sampah di got, jadi ikut memperparah banjir, jadi lama surutnya,” kata Adnan, Kamis siang.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah I Medan Edison Kurniawan mengatakan, dalam seminggu terakhir, yakni pada 27 November hingga 3 Desember 2020, kondisi di Sumut dilanda hujan dengan intensitas ringan hingga lebat disertai petir dan angin kencang.
Kondisi cuaca ekstrim itu disebabkan adanya gangguan cuaca Siklonik berupa Tropical Siklon BUREVI di wilayah Sri Lanka dan adanya pusat tekanan rendah di laut Filipina yang membentuk pertemuan angin (konvergensi) dan belokan angin di wilayah pantai timur, lereng timur, dan pengunungan di Sumatera Utara. Kondisi itu memicu timbulnya hujan sedang hingga lebat di sejumlah daerah di Sumut pada sore hingga dini hari.
”Untuk prospek dua hari ke depan, hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih akan terjadi di sebagian wilayah pantai timur, lereng timur, pegunungan, dan pantau barat Sumatera Utara. Berdasarkan hal itu, BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) mengimbau masyarakat yang berada di wilayah bantaran sungai agar mewaspadai banjir kiriman dan masyarakat yang berada di pegunungan mewaspadai longsor,” tutur Edison.