Waspadai Lonjakan Kasus Covid-19 di Lembata Pascaerupsi Gunung Ile Lewotolok
Pemerintah Kabupaten Lembata diingatkan agar tetap waspada terhadap ledakan kasus Covid-19 pascaerupsi Gunung Ile Lewotolok, Minggu (29/11/2020).
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, diingatkan agar tetap waspada terhadap ledakan kasus Covid-19 pascaerupsi Gunung Ile Lewotolok, Minggu (29/11/2020). Penumpukan ribuan pengungsi di lokasi tertentu berdampak buruk bagi penyebaran Covid-19.
Juru bicara Satuan Tugas Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 Nusa Tenggara Timur (NTT), Marius Jelamu, di Kupang, Kamis (3/12/2020), mengatakan, pada 20 Juli 2020, Pemkab Lembata mengisolasi Desa Babukerong, Kecamatan Nagawutung, karena ditemukan kasus Covid-19 pertama kali di pulau itu. Kasus ini pun segera ditangani tim medis Lembata sampai daerah ini kembali ke zona hijau.
Akan tetapi, pada 11 November 2020, Lembata kembali ke zona merah setelah ditemukan dua kasus Covid-19 di Lewoleba. Jumlah kasus terus mengalami kenaikan, sampai 2 Desember 2020 mencapai 32 pasien Covid-19, terdiri dari 7 pasien yang dirawat di RSUD Lewoleba dan 25 pasien yang menjalani karantina mandiri. Penyebaran kasus di Lembata melalui transmisi lokal dan pelaku perjalanan.
Semua pihak wajib mewaspadai ledakan kasus pascaerupsi Gunung Ile Lewotolok pada Minggu, 29 November 2020. Cara penyebaran kasus di Lembata didominasi oleh transmisi lokal sehingga sangat mengancam pengungsi yang menumpuk di lokasi tertentu di Lewoleba saat ini.
”Apalagi, pengungsi rentan, seperti warga lansia, anak-anak, ibu menyusui, anak balita, ibu hamil, dan pengungsi dengan penyakit bawaan, digabung bersama dengan pengungsi kategori anak-anak muda,” kata Jelamu.
Ia telah berkoordinasi dengan Satgas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Lembata agar mewaspadai hal ini. Meski di tengah pengungsian, pengungsi selalu diingatkan Satgas Covid-19 agar tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Penumpukan pengungsi berpeluang menimbulkan penyebaran virus korona di antara mereka.
Lagi pula, di lokasi pengungsian, tentu waktu istirahat terbatas. Asupan gizi untuk menjaga imunitas tubuh pun tidak seperti saat mereka berada di rumah masing-masing. Hal ini perlu dipertimbangkan semua pihak, terutama tim medis, Pemkab Lembata, dan pengungsi.
Peringatan dari Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo agar pengungsi rentan dipisahkan dari pengungsi usia muda harus segera ditindaklanjuti pemerintah kabupaten setempat.
Langkah paling tepat adalah bagaimana para pengungsi itu dikelompokkan menurut kepala keluarga sehingga lebih mudah dikontrol dan diawasi. Caranya, dengan membangun tenda darurat atau sekat sesuai jumlah kepala keluarga.
”Tidak mungkin warga lansia, ibu hamil, ibu menyusui, atau anak-anak dan anak balita dikumpul dalam satu rungan. Kelompok usia rentan ini masih butuh bantuan dari anggota keluarga. Paling aman, mereka dikelompokkan menurut keluarga masing-masing karena sejak awal mereka datang ke lokasi pengungsian sebagai satu keluarga,” tuturnya.
Data dari Sekretariat Covid-19 NTT, Rabu (2/12/2020), menyebutkan, dari jumlah kasus baru 24 orang berasal dari Kota Kupang 12 orang darin transmisi lokal, Manggarai Barat tiga orang, dan Sumba Tengah sembilan. Dengan tambahan 24 kasus baru, jumlah kasus menjadi 1.298 kasus dengan rincian pasien sembuh mencapai 732 orang, meninggal sebanyak 23 orang, dan pasien yang masih dirawat dan dikarantina sebanyak 543 orang.
Jelamu menyebutkan, Kota Kupang masih mendominasi jumlah kasus Covid-19 di NTT dengan 555 kasus, dengan rincian 351 pasien masih dirawat, 15 orang meninggal, 189 orang sembuh. Jumlah 555 kasus ini, 370 kasus merupakan transmisi lokal. Itu berarti, penyebaran kasus melalui transmisi lokal di Kota Kupang sudah sangat mengkhawatirkan.
Yang tidak bermasker diberi sanksi berupa push-up beberapa kali untuk mendapatkan masker.
Di Kabupaten Ende, jumlah kasus mencapai 113 kasus. Sebanyak 112 pasien sembuh san satu pasien masih dalam perawatan. Di Manggarai Barat terdapat 104 kasus, dengan rincian 72 pasien sembuh, 31 pasien masih dalam perawatan, dan 1 orang meninggal. Sementara di Manggarai tercatat 71 kasus, dengan 67 orang sembuh, 3 pasien masih dalam perawatan, dan 1 pasien meninggal.
”Kabupaten Sabu Raijua sejak pandemi Covid-19, Maret 2020 sampai hari ini, masih bebas dari Covid-19. Sabu Raijua juga telah mengirim sekitar 2.500 sampel PCR, tetapi semuanya negatif,” kata Jelamu.
Kepala Bagian Humas Setda Kota Kupang Ernest Ludji mengatakan, Pemkot Kupang telah mengeluarkan surat edaran kepada semua lurah dan camat di Kota Kupang agar melarang warga menggelar pesta jenis apa pun], untuk sementara waktu. Pesta yang berlangsung di hotel, di rumah, atau di mana saja selalu menghadirkan kerumunan warga sehingga berpotensi menyebabkan penularan Covid-19.
Apalagi, dalam setiap pesta, peserta masih melakukan budaya tanduk hidung di antara pengunjung sambil berangkulan. Kondisi ini berpeluang menimbulkan penularan Covid-19. Dalam pesta jenis apa pun, protokol kesehatan pasti diabaikan.
Jika ada pesta yang digelar warga, lurah, camat, RT dan RW, serta satpol PP harus segera bertindak membubarkan. Apalagi jika pesta itu tidak mendapat izin resmi dari kepolisian setempat.
Penjabat Bupati Sabu Raijua Fredi Kapitan mengatakan, Sabu Raijua sangat ketat menerapkan protokol kesehatan. Masyarakat Sabu Raijua setiap hari bepergian ke Kota Kupang dengan kapal cepat dan pesawat. Kota Kupang masuk kategori zona merah Covid-19.
Jadi, setiap warga Sabu Raijua atau tamu yang datang di pelabuhan atau Bandara Sabu Raijua harus tetap menerapkan protokol kesehatan, yakni wajib mengenakan masker, memeriksa suhu tubuh, wajib mencuci tangan, dan menghindari penumpukan di pelabuhan atau bandara. ”Yang tidak bermasker diberi sanksi berupa push-up beberapa kali untuk mendapatkan masker,” kata Kapitan.