Pemerintah Diminta Perhatikan Penghidupan Warga Terdampak Erupsi Semeru
Warga korban erupsi Gunung Semeru berharap pemerintah memikirkan mata pencarian penduduk yang terdampak material guguran awan panas gunung tertinggi di Jawa tersebut.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·6 menit baca
LUMAJANG, KOMPAS — Warga korban erupsi Gunung Semeru di Jawa Timur berharap pemerintah memikirkan solusi atas mata pencarian penduduk yang terdampak material guguran awan panas gunung tertinggi di Jawa tersebut. Akibat erupsi akhir pekan lalu, lahan sawah dan kebun yang selama ini menjadi sumber mata pencarian tidak lagi bisa ditanami.
Guguran awan panas material Semeru berupa batu, pasir, dan abu meluncur sejak Sabtu (28/11/2020) dini hari. Volume material vulkanik itu cukup besar sehingga tidak saja mengalir ke aliran besuk (jalur lahar Semeru, semacam sungai yang merupakan zona aliran lahar), tetapi juga menyapu dataran yang selama ini menjadi lahan pertanian dan perkebunan yang diusahakan oleh warga.
Lahan tersebut sebenarnya tampak masih menjadi bagian dari aliran besuk, tetapi posisinya lebih tinggi daripada aliran besuk sehingga oleh warga dimanfaatkan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Warga sudah mengusahakan pertanian dan perkebunan di sana sejak bertahun-tahun sebelumnya.
Di tempat itu ada sawah yang ditanami padi, kebun sengon, dan kebun salak. Tanaman tersebut tertimbun material vulkanik lebih dari 5 meter. Akibatnya, tanaman padi yang baru berusia 60 hari pun rusak.
”Tanaman padi saya seluas 3 hektar rusak, tertimbun abu vulkanik. Lahan sengon dan kebun salak pun tertimbun. Belum tahu ke depan kami akan hidup dengan apa,” kata Sumarto (60), Ketua RT 011 RW 004 Dusun Sumbersari, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Kamis (3/12/2020).
Lahan yang ditanami Sumarto masuk dalam area Besuk Kobokan. Oleh karena kondisi besuk yang seharusnya berkedalaman 10 meter sudah mulai penuh oleh material, lahar dingin Semeru saat ini meluap hingga ke lahan sawah dan kebun yang ditanami warga. Hingga saat ini, material vulkanik yang meluap ke lahannya masih panas. Timbunannya pun di atas 5 meter.
”Dengan kondisi seperti itu, saya tidak tahu kapan situasinya kembali normal. Sampai berapa lama kami bergantung pada bantuan dan tidak punya penghasilan seperti ini? Untuk itu, kami berharap pemerintah turut memikirkan nasib kami. Bukan saja mengurusi kami selama di pengungsian, tetapi juga memikirkan mata pencarian kami ke depannya,” kata Sumarto.
Pada erupsi Semeru tahun 1994, Sumarto mengatakan, lahannya juga tertutup abu vulkanik. Saat itu, pemerintah mengeruk Besuk Kobokan tersebut dengan alat berat sehingga material vulkanik bisa diangkut. Seusai pengerukan, lanjut Sumarto, ia bisa menanami lahan itu kembali.
Ia mengatakan, semua warganya di RT 011 dengan jumlah total 71 keluarga saat ini mengungsi di SD Supit Urang 4. Mereka mengungsi hanya pada malam hari. ”Warga lansia dan perempuan biasanya pukul 17.00 sudah mulai mengungsi. Kalau malam mengungsi karena takut jangan-jangan ada abu lagi. Sementara kalau pagi, kami kembali ke rumah beraktivitas lagi,” katanya.
Harapan adanya perhatian pemerintah juga diserukan oleh Mistar (55), warga Dusun Sumbersari lainnya. ”Sementara ini memang tidak bisa digunakan lagi lahan-lahan itu. Nanti tinggal kebijakan pemerintah seperti apa. Untuk sementara, kami tidak usah bertani dulu,” katanya.
Pada erupsi tahun 1994, Mistar mengatakan, lahan pertanian yang diusahakannya juga tertimbun material vulkanik. Oleh sebab itu, untuk sementara, Mistar memilih menjadi buruh pencari pasir. ”Tetapi, lama-lama kami yang mencari pasir secara manual ini kalah dengan ekskavator,” ujarnya.
Menurut dia, ekskavator bisa mengeruk pasir memenuhi satu truk hanya dalam satu jam. Sementara dengan metode menggali secara manual oleh tiga orang bersamaan, satu truk baru dapat dipenuhi selama setengah hari.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang Agus Triyono mengatakan, Pemkab Lumajang sedang mendata tingkat kerugian yang dialami warga akibat guguran awan panas Semeru tersebut. Pada Kamis, Pemkab Lumajang menyerahkan bantuan bahan pokok dari Gubernur Jawa Timur kepada keluarga terdampak.
”Pemberian bantuan ini adalah langkah awal. Ke depan, kami sedang melakukan pendataan terkait kerusakan, baik areal pertanian, persawahan, kebun kopi, maupun lainnya. Tentu akan kami teruskan kepada Gubernur dan Kementerian Pertanian. Kami upayakan dapat bantuan. Tentu kami sedang berupaya, warga agar memahami kondisi ini,” tutur Agus.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menyerahkan bantuan dana siap pakai (DSP) senilai Rp 500 juta untuk penanganan erupsi dan aktivitas Gunung Semeru. BNPB juga memberikan dukungan lain untuk penanganan pengungsi berupa 3 tenda pengungsi, 1 flexible tank, 5.000 alat tes usap antigen, 500 paket perlengkapan bayi, 1.200 paket tambahan gizi, 1.200 paket lauk-pauk, 1.200 bungkus makanan siap saji, 4.000 masker kain, 950 matras, 1.480 selimut, dan 12 lampu air garam.
Pemberian bantuan dilakukan oleh Kepala BNPB Doni Monardo meskipun tidak secara langsung. Warga yang semula menanti kedatangan Kepala BNPB itu pun akhirnya kecewa dan kembali pulang.
Doni menekankan pentingnya manajemen penanganan di pengungsian serta memastikan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Ia meminta agar warga tidak diperkenankan mendekat ke lokasi rawan bencana Semeru, seperti Besuk Kobokan, yang merupakan aliran lahar Semeru.
Aktivitas Gunung Semeru hingga Kamis masih terus fluktuatif. Masih terjadi 11 kali guguran dengan amplitudo kian mengecil, yaitu 2-5 milimeter dalam durasi 50-220 detik. Status Semeru tetap Waspada (Level II).
Mukdas Sofian, pemantau Gunung Semeru di Pos Gunung Sawur, Lumajang, mengatakan, sampai sekarang warga tetap tidak boleh beraktivitas dalam radius 1 kilometer (km) dari puncak Gunung Semeru dan dalam jarak 4 km arah bukaan kawah di sektor selatan-tenggara.
”Masyarakat diminta tetap mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru. Radius dan jarak rekomendasi ini akan dievaluasi terus untuk mengantisipasi jika terjadi gejala perubahan ancaman bahaya,” katanya.
Sofian mengatakan, masyarakat diminta menjauhi atau tidak beraktivitas di area terdampak material awan panas karena saat ini suhunya masih tinggi. ”Perlu diwaspadai juga potensi luncuran di sepanjang lembah jalur awan panas Besuk Kobokan,” ujarnya.
Gunung Semeru sejak Sabtu (28//11/2020) mengeluarkan guguran awan panas hingga menjangkau jarak 11 meter. Akibatnya, sekitar 500 warga di sekitar kawasan rawan bencana I pun sempat mengungsi. Pemkab Lumajang memberlakukan situasi tanggap darurat Semeru selama tujuh hari sejak Sabtu lalu.
Gunung Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut, dan termasuk salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Tidak saja mampu memuntahkan material vulkanik dari atas (puncak), Semeru juga mampu mengeluarkan material vulkanik dari samping (celah), sebagaimana pernah terjadi pada tahun 1941. Potensi terjadinya letusan samping dari gunung itu masih terus ada hingga sekarang.
Selain letusan, masyarakat juga diminta mewaspadai banjir lahar dingin Semeru. Untuk diketahui, puncak Semeru berbentuk cekungan. Cekungan ini menyebabkan lahar dingin dan panas akan mengarah ke besuk-besuk di Pronojiwo, Lumajang.
Ada empat sungai yang menjadi aliran tetap lahar panas dan dingin Gunung Semeru, yaitu Besuk Bang, Besuk Kembar, Besuk Kobokan, dan Besuk Sat. Di empat sungai itu biasanya warga beraktivitas mencari pasir.