Aparat Optimistis Lumpuhkan Kelompok Teroris MIT di Sulteng
Aparat keamanan optimistis bisa melumpuhkan 11 anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur di Sulteng.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Personel Satuan Tugas Operasi Tinombala menyisir jalan di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (1/12/2020), untuk mengejar anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
PALU, KOMPAS — Aparat gabungan Satuan Operasi Tinombala optimistis bisa melumpuhkan anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur yang bersembunyi di pelosok-pelosok Kabupaten Poso, Parigi Moutong, dan Sigi, Sulawesi Tengah. Bergabungnya pasukan khusus baru-baru ini menguatkan optimisme.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah Komisaris Besar Didik Supranono menyatakan harapan itu, di Palu, Sulteng, Kamis (3/12/2020). ”Kami yakin ini bisa sukses. Pasukan khusus sudah bergabung. Ke mana mereka tidak bisa kami sampaikan, yang jelas mengejar kelompok MIT (Mujahidin Indonesia Timur),” katanya.
Pasukan khusus dari Markas Besar TNI bergabung dengan Satuan Tugas Operasi Tinombala, Selasa (1/12/2020). Mereka bergerak ke Sigi, Poso, dan Parigi Moutong untuk mengejar kelompok MIT pimpinan Ali Kalora. Selama ini, operasi pengejaran MIT dilakukan oleh aparat gabungan TNI-Polri dengan nama Satuan Tugas Operasi Tinombala. Mereka tersebar di pos-pos sekat di Poso, Parigi Moutong, dan Sigi.
Didik memastikan, untuk efektivitas operasi, Kepala Polda Sulteng Inspektur Jenderal Abdul Rakhman Baso mulai berkantor di Poso sejak Rabu (2/12/2020). Dalam rangka itu juga, Rakhman memimpin pembangunan kembali enam rumah warga yang dibakar anggota kelompok MIT pada Jumat pekan lalu di Dusun V Lewonu, Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. Sebagian material bangunan sudah dimobilisasi ke lokasi.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Sejumlah warga bersama anggota Polri membersihkan puing-puing rumah yang dibakar anggota kelompok teroris MIT di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (1/12/2020).
”Pembangunan kembali rumah yang dibakar tersebut bentuk perhatian serius negara terhadap yang menjadi korban kekerasan kelompok terorisme,” ujar Didik yang tak menjelaskan kapan target rumah selesai dibangun.
Sementara itu, pasukan khusus dari Polda Sulteng tetap melakukan pendampingan dan pemulihan psikologis (trauma healing) kepada anggota keluarga korban. Pasukan pengamanan juga masih disiagakan di lokasi untuk mengawal kegiatan masyarakat. Mereka membuat pos di sekitar rumah yang dibakar dan juga di dekat permukiman warga.
Empat orang tewas dibunuh oleh anggota MIT pada Jumat lalu di Satuan Permukiman 2 Dusun V Lewonu, Desa Lembantongoa. Selain kekerasan keji itu, kelompok MIT membakar enam rumah, salah satunya rumah yang dijadikan tempat ibadah jemat gereja setempat. Dari jumlah tersebut, empat rumah ludes, dua rumah lainnya dibakar bagian dapurnya.
Di sini, kami ingin membangun hidup. Selama ini berjalan baik, kecuali gangguan keamanan dari kelompok MIT tersebut.
Desa Lembantongoa berjarak sekitar 60 kilometer dari Palu, ibu kota Sulteng, atau sekitar 10 kilometer dari Jalan Poros Palu-Lembah Napu, Poso, tepatnya dari Desa Tongoa, Kecamatan Palolo, Sigi. Jalan ke desa itu separuhya rabat/cor beton, setengahnya lagi masih jalan tanah berbatu. Jalan terdiri dari tanjakan dan turunan yang ekstrem.
Lembantongoa merupakan daerah transmigrasi. Permukiman pertama daerah yang dikelilingi gunung hutan lebat itu dilakukan pada 1982. Warga dari Kecamatan Kulawa, Sigi, yang pertama menempati daerah itu melalui program transmigrasi lokal. Menyusul setelah itu transmigran asal Pulau Jawa.
Momentum
Warga Lembantongoa yang berpenghasilan utama dari komoditas perkebunan, terutama kopi dan kakao, berharap anggota MIT segera dilumpuhkan. Kejadian lalu harus menjadi momentum untuk membasmi kelompok itu.
”Di sini, kami ingin membangun hidup. Selama ini berjalan baik, kecuali gangguan keamanan dari kelompok MIT tersebut,” kata Samsul Bahri (46), warga Dusun V Tokelemo, Lembantongoa, saat ditemui pada Selasa lalu.
KOMPAS/VIDELIS JEMALI
Warga menyemprotkan herbisida untuk membasmi rumput liar kebun kakao dan jagungnya di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulteng, Selasa (1/12/2020).
Kebun kopi mereka berada di dekat hutan dengan radius 1-2 kilometer dari permukiman. Karena takut kemunculan anggota MIT, mereka sering tak memanen hasil kebunnya. Paulina Labaru (53), warga lainnya, juga mengutarakan hal sama. Ia berharap aparat serius memburu anggota MIT agar masalah keamanan teratasi.
Dalam keterangan yang diterima Kompas,Pimpinan Gereja Bala Keselamatan di Indonesia Kolonel Yusak Tampai dan Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptakan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Jimmy Sormin menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan aparat keamanan dalam menangani kejadian di Lewonu. Upaya pemulihan psikologis anggota keluarga korban serta rencana pengejaran kelompok MIT juga sangat dihargai.
Mereka menegaskan, kekerasan di Lewonu tidak dapat diterima. Itu tindakan kekerasan murni dan tidak ada kaitannya dengan persekusi agama (religious persecution). Kejadian tersebut hendaknya tak dieksploitasi untuk kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak yang tak bertanggung jawab.