Pelacakan Kasus HIV Baru di Balikpapan Terkendala Pandemi Covid-19
Upaya untuk menemukan penderita HIV baru di Balikpapan, Kalimantan Timur, terkendala selama pandemi Covid-19. Hal ini perlu diantisipasi karena Pemerintah Indonesia memiliki target memutus penularan HIV/AIDS pada 2030.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Upaya menemukan penderita Human immunodeficiency virus atau HIV baru di Balikpapan, Kalimantan Timur, terkendala selama pandemi Covid-19. Hal ini perlu diantisipasi karena Pemerintah Indonesia memiliki target memutus penularan HIV/AIDS pada 2030.
Dinas Kesehatan Kota Balikpapan mencatat, jumlah penemuan kasus baru HIV menurun. Pada 2018, ditemukan 323 kasus baru, sedangkan 2019 meningkat menjadi 433 kasus. Namun, pada Januari hingga September 2020, penemuan kasus baru HIV hanya 242 kasus, sekitar 55 persen lebih rendah dari capaian tahun sebelumnya.
”Penemuan kasus baru HIV selama pandemi Covid-19 turun karena jumlah kunjungan ke layanan kesehatan juga turun. Ada kemungkinan orang takut datang ke layanan kesehatan,” ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Kota Balikpapan, Dewa, ketika dihubungi, Rabu (2/12/2020).
HIV merupakan virus yang menghancurkan sel CD4 atau sel darah putih jika masuk ke tubuh manusia. Sistem kekebalan tubuh manusia yang diserang oleh HIV. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) merupakan tahapan akhir dari penyakit infeksi HIV.
Penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual berisiko, transfusi darah, menyusui, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Untuk itu, menemukan kasus baru diperlukan agar rantai penularannya terputus.
Untuk menemukan kasus baru HIV, ada dua cara yang ditempuh Dinkes Kota Balikpapan. Pertama, dengan menunggu orang datang ke voluntary counselling and testing (VCT), layanan konseling dan tes HIV secara sukarela. Layanan itu ada di 27 puskesmas dan empat rumah sakit di Balikpapan.
Cara kedua, dengan layanan VCT keliling. Layanan ini dilakukan dengan mengunjungi berbagai tempat, seperti kelab malam, bar, dan tempat hiburan. Kedua layanan itu tak bisa dijalankan optimal karena mobilitas orang pada masa awal pandemi Covid-19 sangat dibatasi.
Keterbatasan itu juga memiliki dampak turunan, yakni menurunnya capaian orang dengan HIV (ODHIV) untuk tahan meminum obat setiap bulan. Sebab, konseling tatap muka sulit dilakukan pada masa awal pandemi. (Dewa)
Sejumlah orang juga masih takut untuk ke luar rumah. Untuk VCT keliling tidak bisa dilakukan karena seluruh tempat hiburan dan pusat keramaian tutup. Akibatnya, penemuan kasus baru HIV sulit dilakukan.
Keterbatasan itu juga memiliki dampak turunan, yakni menurunnya capaian orang dengan HIV (ODHIV) untuk tahan meminum obat setiap bulan. Sebab, konseling tatap muka sulit dilakukan pada masa awal pandemi.
Dewa mengatakan, ODHIV harus mengonsumsi obat teratur dan tepat dosis. Sebab, HIV menyerang sel CD4 atau sel darah putih di tubuh ODHIV. Untuk mengendalikan dan menegah perkembangan virus, ODHIV harus rutin mengonsumsi obat.
”Yang dikhawatirkan kalau tidak minum obat, nanti komplikasinya ke mana-mana, efek sampingnya akan muncul,” ujar Dewa.
Kondisi pandemi ini menghambat target pemerintah Indonesia memutus penularan HIV/AIDS pada 2030. Upaya mencapai target itu juga memiliki tantangan.
Ada tiga hal yang diupayakan pemerintah, yakni 90 persen ODHIV dan orang dengan AIDS (ODA) sudah mengetahui status HIV di tubuhnya; 90 persen ODHIV dan ODA mendapatkan pengobatan, dan 90 persen ODHA dan ODHIV mengonsumsi antiretroviral (ARV) yang dapat memperlambat perkembangan HIV.
Dengan keterbatasan akses dan mobilitas selama pandemi, tes sebagai upaya pertama memutus penularan HIV/AIDS pun terkendala. Sejak Oktober, Pemkot Balikpapan sudah mulai melonggarkan kegiatan dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal itu diharapkan mampu menggenjot layanan kepada ODHIV dan ODA.
”Konsultasi sudah dilakukan melalui daring dan jumlah kunjungan ke pusat layanan perlahan membaik. Sejak sebulan terakhir, layanan VCT keliling sudah mulai dilakukan, meskipun peserta dibatasi hanya 50 persen dan dibatasi waktunya. Maksimal dua jam saja,” kata Dewa.
Dalam menjangkau dan mendampingi pengobatan, pemerintah dibantu mitra. Salah satunya disebut petugas penjangkau, yakni mereka yang membantu untuk mengajak orang yang berpotensi terkena HIV/AIDS melakukan konsultasi dan tes. Tes dan konsultasi itu gratis di setiap puskesmas dan empat rumah sakit di Balikpapan.
Di Balikpapan, tim penjangkau hanya ada sembilan orang. Mereka terdiri dari enam orang penjangkau lelaki seks dengan lelaki, seorang penjangkau transjender, dan dua penjangkau pekerja seks komersial.
Namun, Balikpapan masih kekurangan penjangkau untuk pengguna narkotika, psikotropika, dan zat adiktif berbahaya lainnya (napza). Hal ini menjadi salah satu tantangan untuk bisa menjangkau pengguna napza yang berpotensi terjangkit HIV/AIDS.
Selain itu, pemerintah juga dibantu oleh kelompok dukungan sebaya (KDS). KDS adalah istilah untuk pendamping bagi ODA/ODHIV untuk memberikan dukungan berupa pengetahuan seputar HIV, akses layanan kesehatan, pencegahan, dan melakukan kegiatan positif agar optimisme tetap terbangun pada ODA dan ODHIV.
Dicky Ardani (29), salah satu KDS di Balikpapan, mengatakan, saat ini jumlah KDS di Balikpapan masih sangat sedikit. Dari sekitar 1.000 penderita HIV, hanya didampingi oleh empat orang KDS. Hal itu menjadi tantangan karena jumlah orang yang butuh pendampingan cukup banyak dengan persoalan beragam.
Dari sekitar 1.000 penderita HIV, hanya didampingi oleh empat orang dari kelompok dukungan sebaya. (Dicky Ardani)
”Terlebih karena stigma masih dialami beberapa orang, misalnya ada yang diusir dari kontrakan. Ada juga orang yang saya dampingi berusia 78 tahun sehingga butuh perhatian khusus,” ujar Dicky.
Meski demikian, suplai obat untuk ODHIV dan ODA selama pandemi tidak terkendala. Dicky mengatakan, setiap ODHA dan ODHIV masih menerima obat gratis selama pandemi. Hanya, distribusinya dikontrol agar setiap ODA dan ODHIV tetap bisa mendapatkan obat dengan baik.
”Selama pandemi, layanan konsultasi saya ikuti saat pagi hari dan masih obat masih saya dapatkan,” ujar R (33), salah satu ODHIV di Balikpapan.