Masuk Zona Merah, Kota Bandung Kembali Pertimbangkan PSBB
Kasus Covid-19 di Kota Bandung kembali meningkat. Evaluasi relaksasi ekonomi hingga pembatasan sosial berskala besar menjadi opsi yang akan dipertimbangkan untuk menanggulangi lonjakan kasus itu.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kota Bandung memasuki zona merah atau tingkat persebaran Covid-19 yang semakin tinggi di awal Desember 2020. Evaluasi relaksasi ekonomi hingga pembatasan sosial berskala besar menjadi opsi yang akan dipertimbangkan untuk menanggulangi lonjakan kasus itu.
Berdasarkan informasi dari Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar), Rabu (2/12/2020) pukul 17.00, jumlah pasien isolasi atau dalam perawatan Kota Bandung mencapai 888 jiwa. Angka ini menjadi yang tertinggi di Jabar dengan jumlah total pasien isolasi 7.064 jiwa.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana menyatakan, Kota Bandung ditetapkan sebagai zona merah dengan skor 1,63 atas penilaian zonasi pekan ini. Dia berujar, angka ini lebih rendah dari batas zona oranye, 1,80. Semakin rendah skor yang didapatkan, maka penentuan zonasi risiko akan semakin tinggi. Penilaian ini dilakukan berdasarkan berbagai macam indikator, di antaranya keterisian rumah sakit dan tren kenaikan penambahan kasus positif.
”Keterisian RS di Kota Bandung sudah lebih dari 80 persen. Belum lagi jumlah aktif positif lebih dari 700 pasien. Ini memerlukan kewaspadaan dari kita semua dan tetap menerapkan protokol kesehatan,” ujar Yana.
Keterisian RS di Kota Bandung sudah lebih dari 80 persen. Belum lagi jumlah aktif positif lebih dari 700 pasien. Ini memerlukan kewaspadaan dari kita semua dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Jika dilihat dari tren mingguan, 719 pasien terkonfirmasi dalam periode 23-29 November lalu. Angka ini melonjak dari pekan lalu (16-22/11) dengan jumlah 414 pasien, dan menjadi yang tertinggi dalam penambahan pasien di Kota Bandung dari minggu-minggu sebelumnya.
Untuk mengantisipasi lonjakan pasien, Yana berujar, kini tengah dibahas evaluasi relaksasi ekonomi hingga opsi pembatasan sosial kembali. Namun, opsi pembatasan wilayah membutuhkan kesepakatan dari berbagai pimpinan kewilayahan.
Pembatasan ini perlu perhitungan yang matang karena Bandung kota terbuka, dan menjadi tujuan dari warga di banyak wilayah. Karena itu, menurut Yana, pertimbangan proporsional antara sektor kesehatan dan ekonomi perlu disepakati bersama.
”Pembatasan sosial berskala besar atau skala mikro masih menjadi opsi. Akan butuh usaha yang lebih besar dan konsisten dalam melaksanakannya sehingga kami membutuhkan suara bulat dari seluruh pimpinan,” ujarnya.
Menurut Yana, penerapan protokol kesehatan yang maksimal mampu mengurangi laju persebaran Covid-19. Karena itu, dia mengimbau warga tetap di rumah saja dan tetap menggunakan masker dan menjaga jarak jika harus berkegiatan di luar.
Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum menuturkan, kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berdampak pada tersendatnya roda perekonomian. Karena itu, warga diminta untuk menerapkan protokol kesehatan maksimal sehingga persebaran pandemi bisa di tahan saat relaksasi ekonomi dilaksanakan.
”Masyarakat diharapkan tetap menerapkan protokol kesehatan maksimal sehingga PSBB tidak sampai kembali diberlakukan,” ujarnya.
Antisipasi
Sekretaris Kota Bandung Ema Sumarna menyatakan, beberapa strategi pencegahan dilakukan untuk mengantisipasi persebaran kasus Covid-19. Kegiatan ini dimulai dari penyemprotan disinfektan di sejumlah ruas jalan hingga meningkatkan patroli protokol kesehatan, termasuk penegakan sanksi.
Di aspek ekonomi dan perdagangan, evaluasi protokol kesehatan dari pusat perdagangan dan toko ritel modern dan individu akan dilakukan. Pembatasan saat proses jual beli hingga evaluasi jam operasional pun menjadi perhatian.
”Kami akan melakukan razia masker dan sekaligus memberlakukan sanksi hingga denda bagi masyarakat yang melanggar. Protokol kesehatan pusat perdagangan hingga usaha jasa pariwisata pun akan dievaluasi,” ujarnya.