Kepala Daerah Harus Memberi Teladan
Fenomena kepala daerah/wakil kepala daerah tertular Covid-19 seharusnya jadi pembelajaran pemimpin di daerah agar lebih disiplin patuhi protokol kesehatan. Hingga Rabu (2/12/2020), tujuh pimpinan daerah jalani isolasi.
JAKARTA, KOMPAS — Fenomena kepala daerah/wakil kepala daerah yang tertular Covid-19 seharusnya menjadi pembelajaran bagi pemimpin di daerah agar lebih disiplin dalam mematuhi protokol kesehatan. Pemimpin yang lalai tak hanya merugikan keselamatan dirinya. Lebih dari itu, mereka juga dianggap tidak bisa memberikan teladan bagi masyarakatnya.
Berdasarkan catatan Kompas, hingga Rabu (2/12/2020), tujuh pimpinan daerah yang tertular Covid-19 masih menjalani isolasi mandiri atau perawatan. Mereka, antara lain, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Riau Syamsuar, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, Wali Kota Depok Mohammad Idris, dan Wali Kota Malang Sutiaji.
Sebagaimana diketahui, beberapa di antara pimpinan daerah itu pernah menghadiri kegiatan yang menghadirkan massa sehingga terjadi pelanggaran protokol kesehatan. Di antaranya, Anies, Riza, dan Idris.
Baca juga : Terkonfirmasi Positif, Anies Baswedan Jalani Isolasi Mandiri
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng saat dihubungi di Jakarta, Rabu (2/12/2020), mengatakan, pimpinan daerah semestinya menjadi teladan bagi masyarakatnya, bukan menjadi pelanggar protokol kesehatan. Sebab, mereka merupakan ujung tombak dalam penanganan pandemi Covid-19 di wilayahnya.
Kalau yang di atas saja melanggar (protokol kesehatan) begitu, dan kemudian terinfeksi (virus korona), bagaimana masyarakat mau mencontoh. Jadi, memang di masa sekarang ujian kepemimpinan kepala daerah sangat nyata.
”Kalau yang di atas saja melanggar (protokol kesehatan) begitu, dan kemudian terinfeksi (virus korona), bagaimana masyarakat mau mencontoh. Jadi, memang di masa sekarang ujian kepemimpinan kepala daerah sangat nyata,” ujar Robert.
Pimpinan daerah, menurut Robert, tak hanya dituntut kecakapan manajerial, tetapi juga keteladanan moral. Tindakan keseharian mereka harus sejalan dengan komitmen penanganan Covid-19.
”Ini soal teladan. Segala upaya memerangi Covid-19 jangan termentahkan oleh perilaku kepala daerah sendiri,” kata Robert.
Kian berat
Di tengah kondisi pandemi, kepala dan wakil kepala daerah menanggung beban tugas kian berat. Sebab, mereka harus berinteraksi dengan warga ke lapangan, seperti pendistribusian bantuan sosial.
Robert menyampaikan, risiko penularan virus semakin tinggi jelang akhir tahun ini. Seluruh daerah mulai menggenjot realisasi anggaran belanjanya. Tak hanya kepala daerah, penularan juga mungkin terjadi di kalangan aparatur sipil negara, terutama pejabat tinggi di daerah.
”Sekarang ini perlindungan diri dan negara bagi kepala daerah sangat penting agar tugas tetap jalan, birokrasi tak macet, dan keselamatan tetap ditegakkan. Pelayanan penting untuk terus-menerus dihadirkan bagi masyarakat,” tutur Robert.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai pembina dan pengawas pemerintahan daerah harus senantiasa memberikan peringatan. Mitigasi risiko harus segera disiapkan agar penularan virus tidak terus menjangkiti kepala atau wakil daerah.
”Kemendagri harus terus memantau secara umum, identifikasi yang pimpinan daerahnya terpapar virus, mana yang butuh treatment khusus agar tidak kelabakan. Beri arahan dan dampingi langsung,” tutur Robert.
Tingkat disiplin
Kemendagri harus terus memantau secara umum, identifikasi yang pimpinan daerahnya terpapar virus, mana yang butuh treatment khusus agar tidak kelabakan. Beri arahan dan dampingi langsung.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) Najmul Akhyar membenarkan bahwa risiko penularan virus pada kepala daerah sangat tinggi karena hampir setiap hari bertemu dengan banyak orang.
Karena itu, lanjutnya, salah satu kunci kepala daerah adalah harus disiplin protokol kesehatan terhadap dirinya sendiri.
”Kalau tidak disiplin, kerugian dua. Pertama, diri sendiri. Kedua, sebagai kepala daerah, dia menjadi panutan bagi masyarakat. Kalau kepala daerah tidak disiplin, masyarakatnya pun, saya yakin, tidak disiplin juga,” kata Najmul, yang juga menjabat Bupati Lombok Utara.
Sebab, jika kepala daerah terpapar Covid-19, ada dua kesan yang akan timbul di masyarakat. Pertama, betapa dahsyatnya pandemi Covid-19. Kedua, kepala daerah kemungkinan lalai dalam protokol kesehatan.
”Kalau masyarakat menilai kepala daerah lalai, cenderung lalai itu menjadi bagian dari cara hidup masyarakat. Karena itu, teladan sangat penting,” ucapnya.
Ia menyampaikan, sebenarnya, pedoman protokol kesehatan bagi setiap kepala daerah sudah ada. Bahkan, pedoman itu juga berlaku bagi ASN di lingkungan pemerintahan.
”Artinya, semua sebenarnya sama prosedur dan standarnya, hanya disiplin atau tidak. Itu saja masalahnya,” katanya.
Untuk menekan risiko penularan, ucap Najmul, baik diminta maupun tidak oleh dokter, ia bahkan sering melakukan tes usap Covid-19 secara mandiri. Ia harus memastikan diri sehat karena kegiatannya terus berinteraksi dengan banyak orang.
Selain itu, tamu yang ingin bertemu dirinya pun harus melalui prosedur protokol kesehatan yang ketat, seperti salah satunya menunjukkan hasil tes cepat.
Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Bima Arya mengatakan, sebagai kepala daerah, sebenarnya, kedisiplinan terganun pada diri sendiri.
”Kalau kepala daerah sebagai pemimpn tak taat protokol kesehatan, bukan contoh yang baik dalam penanganan Covid-19,” ujar Bima, yang juga Wali Kota Bogor.
Ia pun sependat dengan Najmul, kepala daerah tak bisa asal bertemu atau menerima tamu tanpa protokol kesehatan yang ketat. ”Kita pemimpin, ya, ketat protokol kesehatan untuk warga juga,” ujarnya.
Bima setuju jika Kemendagri menyusun pedoman protokol kesehatan yang ketat bagi kepala daerah. Artinya, di lingkaran pemerintahan harus diperketat terkait aturan protokol kesehatan, seperti tim yang harus melakukan pemeriksaan rutin.
Selain itu, lingkaran inti khususnya kepala daerah, protokol untuk kepala daerah, dan tamu juga harus negatif Covid-19. Segala aktivitas kepala daerah pun harus dilindungi dengan tim memastikan protokol kesehatan terjaga.
”Saya ada tim, ya, untuk menjaga protokol kesehatan. Warga dekat juga ada batas dan mengingatkan warga untuk masker protokol kesehatanlah. Harus ada tim sendiri,” katanya.
Dievaluasi
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal membenarkan, di tengah pandemi, pejabat publik sangat rentan terpapar virus korona. Sebab, tak selalu, pekerjaan bisa dilakukan dari rumah, tetapi harus bertemu langsung dengan banyak orang.
Karena itu, protokol kesehatan harus terus ditaati. Kepala daerah juga harus waspada karena penularan bisa terjadi dari orang di sekelilingnya, terutama pejabat tinggi di pemerintahan.
”Jangan lengah. Jika lengah, akan tertular juga. Dibutuhkan awarness dari setiap kepala daerah untuk menaati protokol kesehatan, lindungi diri, dan lindungi orang lain,” katanya.
Mengingat mulai marak pimpinan daerah terpapar virus, Kemendagri akan mengingatkan kepala daerah kembali agar menaati protokol kesehatan.
Jangan lengah. Jika lengah, akan tertular juga. Dibutuhkan awarness dari setiap kepala daerah untuk menaati protokol kesehatan, lindungi diri, dan lindungi orang lain.
Sebenarnya, di dalam Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19, Mendagri Tito Karnavian dengan tegas mengingatkan seluruh pimpinan daerah agar bisa memberikan teladan yang baik bagi masyarakat.
Baca juga : Sudah Lima Kepala Daerah di Aceh Positif Covid-19, Waspadai Kluster Pejabat
Itu sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo kepada Mendagri dalam rapat terbatas mengenai laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Istana Merdeka pada 16 November 2020. Saat itu, Mendagri diminta untuk memberikan teguran kepada kepala daerah. Kepala daerah dilarang ikut berkerumun.
”Ya, nanti kami evaluasi. Protokol sudah banyak. Tentu kami ingatkan terus-menerus, wajib. Saling mengingatkan. Pandemi, kan, berbulan-bulan, kita belum pernah alami ini. Lengah sedikit saja, membuat orang terpapar. Apalagi pejabat publik yang bertemu orang, yang tidak tahu orang positif atau negatif virus korona,” kata Safrizal.