Guguran Lava Pijar di Semeru, Status Masih Waspada
Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sejak Jumat (27/11/2020), mengeluarkan guguran lava pijar ke arah Besuk Kobokan, Lumajang. Meski begitu, status aktivitas Semeru masih Waspada atau berada pada Level II.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sejak Jumat (27/11/2020), mengeluarkan guguran lava pijar ke arah Besuk Kobokan, Lumajang. Namun, status aktivitas Semeru masih Waspada atau berada pada level II.
Kepala Bidang Pencegahan Kesiapsiagaan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lumajang M Wawan Hadi Siswoyo, Minggu (29/11/2020) malam, mengatakan, setelah lama tidak muncul, guguran lava pijar kembali teramati. Namun, belum ada perubahan status.
”Ada lava pijar. Kemarin (Sabtu, 28/11/2020) teramati ada 13 kali lava pijar dengan jarak luncur 500-1.000 meter dari lidah lava, dari puncak,” ujarnya saat dihubungi dari Malang.
Berdasarkan laporan aktivitas gunung api Semeru di laman magma.esdm.go.id periode 28 November, pukul 00.00-24.00, secara visual badan gunung teramati jelas, kabut 0-III, asap kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dengan intensitas tipis dan tinggi 50 meter di atas puncak kawah.
Gerimis terjadi satu kali dengan intensitas sedang. Letusan teramati tiga kali, tinggi asap kolom 100 meter, warna asap putih tebal condong ke arah barat daya.
Adapun dari sisi kegempaan terjadi 7 kali gempa letusan dengan amplitudo 15-17 milimeter (mm) durasi 65-120 detik, 41 kali gempa guguran dengan amplitudo 2-12 mm durasi 45-140 detik, 10 kali gempa embusan dengan aplitudo 2-7 mm durasi 50-80 detik, dan 2 kali gempa tektonik dengan amplitudo 8-26 mm.
Menurut Wawan, lokasi guguran lava pijar masih berada jauh dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) I-III. Artinya, kondisi ini masih aman, tetapi masyarakat tetap harus waspada. Guguran lava pijar terakhir teramati pada Maret lalu.
BPBD Lumajang terus berkoordinasi dengan pihak terakit agar warga tidak resah. ”Pasalnya, orang awam, kerap menghubungkan Semeru dengan Gunung Merapi di perbatasan Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Kalau Merapi meletus, katanya Semeru juga meletus,” ucapnya.
Terkait hal ini, masyarakat tidak diperkenankan beraktivitas di dalam radius 1 kilometer dan wilayah sejauh 4 km di sektor lereng selatan-tenggara kawah aktif (Jongring Seloko) yang menjadi jalur luncuran awan panas.
Meski guguran lava pijar masih jauh dari KRB, menurut Wawan, ancaman lain yang perlu diwaspadai masyarakat saat ini adalah banjir lahar. Potensi banjir lahar muncul kembali seiring datangnya musim hujan di lereng gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu.
”Oleh karena itu, BPBD kembali melakukan sosialisasi di daerah aliran sungai, yakni sungai Kobokan, Besuk Sat, dan lainnya. Terutama bagi petambang kalau sudah mendung dan gerimis harus minggir. Khawatir nanti ada lahar dingin,” ujarnya.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, Kepala Subbagian Data Evaluasi dan Humas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Syarif Hidayat belum bisa dihubungi terkait aktivitas Semeru dengan pendakian.
Melongok kicauan di Twitter Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga ada imbauan kepada pendaki untuk tidak memaksakan diri ke Puncak Gemilang dan menunda niat. Pendaki harus mewaspadai guguran lava di Kawah Jongring Seloko.
”#SobatHijau, selain Gunung Merapi, Gunung Semeru juga sudah menunjukkan aktivitasnya. Sejak 27 November 2020 hingga saat ini, berdasarkan informasi hasil pengamatan Pos Gunung Api Semeru di Gunung Sawur Lumajang, aktivitas #Semeru mengalami peningkatan.#klhk,” begitu bunyi twit Kementerian LHK hari ini.