Pembangunan Garut Selatan Butuh Dukungan Banyak Pihak
Pembangunan kawasan Garut selatan masih tertinggal dibandingkan wilayah tengah dan utara. Dibutuhkan keterlibatan banyak pihak untuk mengakselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan warga di kawasan tersebut.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pembangunan kawasan Garut selatan di Jawa Barat masih tertinggal dibandingkan wilayah tengah dan utara. Dibutuhkan keterlibatan banyak pihak untuk mengakselerasi pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan warga di kawasan tersebut.
Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI ikut mendukung pembangunan di Garut selatan. Dukungan itu ditandai dalam penandatanganan kerja sama dengan Universitas Garut (Uniga), PT Pasopati Agri Sejahtera, dan petani Desa Cikelet, Kecamatan Cikelet, Sabtu (28/11/2020). Kegiatan ini dirangkaikan dalam Sidang Senat Terbuka dan wisuda Uniga.
”Dukungan ini diharapkan dapat menggerakkan secara nyata perekonomian Garut selatan untuk menaikkan taraf hidup masyarakat setempat,” ujar Ketua IKAL PPSA XXI Komisaris Jenderal (Purn) Arif Wachjunadi dalam sambutannya melalui rilis yang diterima Kompas, Minggu (29/11/2020).
Bupati Garut Rudy Gunawan yang menyaksikan penandatangan kerja sama itu mengatakan, pihaknya mengalami sejumlah kendala dalam mendatangkan investor guna mempercepat pembangunan. Oleh sebab itu, dia mengharapkan dukungan berbagai pihak untuk berkontribusi membangun Garut selatan.
Salah satu kendala yang dihadapi terkait pembebasan lahan. Sebab, sebagian besar lahan di Garut dikuasi oleh badan usaha milik negara dan perusahaan swasta.
Rudy menjelaskan, dari luas Garut sekitar 300.000 hektar, sejumlah 85.000 hektar dikuasai Perum Perhutani dan 40.000 hektar dikuasai perkebunan swasta dan negara.
”Jadi, hanya sekitar separuh dari luas lahan di Garut yang dikuasai masyarakat,” ujarnya.
Rudy menceritakan, saat banjir bandang menerjang Garut pada 2016, pihaknya kesulitan melakukan relokasi warga. Sebab, tanah di sekitar lokasi banjir milik PT Perkebunan Nusantara XII.
”Kami meminta lahan satu hektar saja sulit sekali dan harus ke menteri. Sementara masyarakat membutuhkan hunian sekalipun untuk sementara,” ujarnya.
Deputi Bidang Pengkajian Strategik Lemhannas Reni Mayerni mengatakan, Pemerintah Kabupaten Garut harus bergerak aktif untuk mengatasi persoalan tersebut. Salah satunya mengecek status hak guna usaha lahan yang dikuasai BUMN dan swasta.
Dari luas Garut sekitar 300.000 hektar, sejumlah 85.000 hektar dikuasai Perum Perhutani dan 40.000 hektar dikuasai perkebunan swasta dan negara.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang juga anggota IKAL PPSA XXI, Lili Pintauli Siregar, berpesan kepada lulusan Uniga untuk terjun ke masyarakat dan membaktikan diri.
”Perlu diingat, ketika bekerja, kejujuran dan integritas Anda akan diuji. Beberapa hari ini bangsa Indonesia menyaksikan operasi tangkap tangan (dugaan korupsi) para pejabat. Kami tidak menginginkan lulusan Uniga mengikuti perilaku para pejabat yang memalukan serta memprihatinkan tersebut,” ujarnya.