Nelayan Tasikmalaya, Jawa Barat, menyambut baik kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan sementara ekspor benih bening lobster. Selama ini nelayan tidak terlalu diuntungkan dengan harga yang ada.
Oleh
Melati Mewangi
·3 menit baca
TASIKMALAYA, KOMPAS — Nelayan Tasikmalaya, Jawa Barat, menyambut baik kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan sementara ekspor benih bening lobster. Selama ini, nelayan tidak terlalu diuntungkan dengan harga yang ditawarkan karena tidak ada patokan harga jual di tingkat nelayan.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Tasikmalaya Dedi Mulyadi di Tasikmalaya, Jumat (27/11/2020), mengatakan, selama ini harga jual benih bening sering kali tidak menentu. Harganya cenderung sangat rendah saat banyak benih yang ditangkap.
Dia mencontohkan periode Juni-Agustus 2020, rata-rata hasil tangkapan benih bening lobster dari nelayan dengan perahu bermesin 2 gros ton (GT) mencapai 1.000 ekor. Saat ini, ada 275 kapal berukuran 2 GT dari total 300 kapal di Tasikmalaya yang menjadi penangkap bening bening lobster.
Akan tetapi, hasil yang melimpah tidak diikuti dengan harga tinggi, tangkapan hanya laku Rp 8.000 per ekor untuk jenis lobster pasir. Biasanya, harga yang ditawarkan bisa mencapai Rp 10.000 per ekor.
Kondisi itu jelas merugikan nelayan. Jika ingin menyejahterakan nelayan, seharusnya harga yang ditawarkan minimal Rp 15.000 per ekor untuk lobster pasir dan Rp 25.000 per ekor untuk lobster mutiara. ”Kami dirugikan karena tidak ada harga standar. Nelayan bisa sejahtera jika harga stabil dan tidak dipermainkan pengepul,” ujarnya.
Terkadang hasil tangkapan nelayan benih bening lobster tidak jauh berbeda dengan hasil tangkapan ikan. Padahal, risiko menangkap benur yang ada di sekitar kawasan berkarang jauh lebih tinggi ketimbang ikan.
Rata-rata nelayan ikan mendapatkan Rp 1 juta-Rp 1,5 juta sekali melaut. Sementara, nelayan hasil tangkapan benih bening lobster kisaran 300-400 ekor dengan harga Rp 5.000-Rp 10.000 per ekor atau Rp 1,5 juta-Rp 4 juta per sekali melaut.
Selain itu, menurut dia, pengambilan benih terus-menerus ini dapat berpotensi mengurangi hasil tangkapan nelayan lobster berkisar 5-6 tahun ke depan. Ia menyarankan, lebih baik lobster dilestarikan agar bertumbuh hingga ukuran 1 kilogram berisi lima ekor. Harga untuk ukuran tersebut laku terjual kisaran ratusan hingga jutaan rupiah per ekor.
Terkadang hasil tangkapan nelayan benih bening lobster tidak jauh berbeda dengan hasil tangkapan ikan. Padahal, risiko menangkap benur yang ada di sekitar kawasan berkarang jauh lebih tinggi ketimbang ikan.
Sebelumnya, ekspor benih bening lobster dihentikan, Kamis (26/11/2020), Kompas (27/11/2020). Penutupan ekspor benih bening lobster ini tertuang dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor B22891/DJPT/IPI.130/XI/2020 tentang Penghentian Sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP). Surat itu ditandatangani Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini pada 26 November 2020.
Menurut Zaini, penghentian sementara ekspor benih ini juga sesuai dengan permintaan DPR. Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan kementerian di Jakarta, 22 September 2020, Komisi IV, antara lain, mendesak KKP dan Kementerian Keuangan segera menerbitkan PP tentang penetapan PNBP terkait dengan ekspor benih bening lobster selambatnya 60 hari sejak rapat. Jika PP belum diterbitkan, Komisi IV DPR mendesak penghentian sementara ekspor benih bening lobster.