Harimau Sumatera Putra dan Putri Singgulung Dilepasliarkan ke Habitatnya
Sepasang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bersaudara, Putra Singgulung dan Putri Singgulung, dilepasliarkan ke habitatnya setelah sekitar lima bulan menjalani rehabilitasi.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sepasang harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bersaudara, putra singgulung dan putri singgulung, dilepasliarkan ke habitatnya setelah sekitar lima bulan direhabilitasi. Keberadaan satwa liar di alam memiliki beragam kontribusi penting bagi kehidupan manusia.
Pelepasliaran putra-putri Singgulung berlangsung pada Jumat (27/11/2020) pagi. Keduanya dilepasliarkan di salah satu suaka margasatwa di Kabupaten Solok. Tim pelepasliaran butuh waktu sekitar delapan jam perjalanan darat dengan mobil untuk menuju lokasi dari PR-HSD di Nagari Lubuk Besar, Kecamatan Asam Jujuhan, Dharmasraya.
”Keduanya dilepasliarkan di salah satu suaka margasatwa di Kabupaten Solok. Lokasinya masih di bentangan Taman Nasional Kerinci Seblat. Tempatnya relatif jauh dari tempat mereka ditangkap,” kata Erly Sukrismanto, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar, Sabtu (28/11/2020) sore.
Erly berharap, kedua harimau bersaudara itu punya tempat hidup sendiri. Karena putra seekor pejantan remaja, lokasi dipilih di daerah yang diperkirakan ada kekosongan pejantan karena ia harus punya daerah jelajah sendiri. Sementara itu, putri diharapkan pula bertemu dengan pejantan lain di hutan konservasi tersebut.
Kedua harimau itu sebelumnya ditangkap karena berkonflik dengan manusia di Nagari Gantuang Ciri, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Selanjutnya, putra dan putri Singgulung menjalani rehabilitasi di PR-HSD Arsari yang dikelola Yayasan Arsari Djojohadikusumo sejak Juni 2020.
Putri masuk terlebih dahulu pada 14 Juni 2020, kemudian disusul saudaranya Putra pada 29 Juni 2020. Sebelum pelepasliaran, keduanya telah menjalani pemeriksaan kesehatan pada 22-23 November 2020.
”Baik putra maupun putri kini dalam kondisi sehat, tidak ada gangguan fisik. Pertumbuhan mereka signifikan, baik berat badan maupun panjang tubuh, serta telah memiliki gigi permanen yang lengkap. Sehingga, kami telah merekomendasikan kesiapannya untuk lepas liar,” kata Kartika Amarilis, Manajer Operasional PR-HSD Arsari.
Saat pelepasan liar, lompatan pertama ke alam didahului putra singgulung. Putri menyusul sekitar tiga jam kemudian. ”Kami sangat lega berhasil mengembalikan kedua harimau bersaudara ini ke habitat alaminya. Kami berharap mereka bisa berkumpul kembali dengan induknya serta meneruskan populasinya,” kata Hashim Djojohadikusumo, Ketua Yayasan Arsari Djojohadikusumo.
Sebelumnya, putra-putri bersama induknya, berulang kali masuk ke perladangan dan meresahkan masyarakat sejak 7 Mei 2020 di Kecamatan Kubung. Harimau-harimau itu terlihat berada di Nagari Gantuang Ciri di Kecamatan Kubung serta di Nagari Jawi-Jawi dan Nagari Koto Gaek, Kecamatan Gunung Talang.
Lokasi perladangan masyarakat yang berada di area penggunaan lain (APL) itu berdekatan dengan Hutan Lindung Bukit Barisan dan Suaka Margasatwa Barisan. Dua lokasi ladang tempat harimau menampakkan diri bahkan sudah masuk kawasan hutan lindung dan suaka margasatwa.
Masyarakat bersama BKSDA Sumbar kemudian memasang perangkap di APL untuk menangkap ketiga harimau itu. Putri Singgulung masuk perangkap pada 13 Juni 2020 sedangkan Putra pada 28 Juni 2020. Harimau yang diperkirakan berusia setahun ketika ditangkap itu kemudian dievakuasi ke PR-HSD. Sementara itu, kata Erly, sang induk sampai sekarang masih sering terpantau di sekitar lokasi dalam kawasan hutan dan menggiring seekor anak baru.
”Mereka tidak mengganggu. Pada dasarnya dulu ketika mau ditangkap sebenarnya tidak mengganggu. Mereka sudah berkeliaran cukup lama di situ. Cuma, ketika ada masyarakat yang kebetulan masuk ke kawasan (hutan lindung), berladang di dalam kawasan, ketika pulang berjumpa harimau,” kata Erly.
Ditambahkan Erly, harimau merupakan bagian dari sistem kehidupan di hutan dan bagian dari rantai makanan. Jika salah satu rantai makanan terputus, akan mengacaukan ekosistem hutan dan kehidupan manusia.
Sebagai contoh, apabila harimau sebagai puncak rantai makanan di hutan punah atau jumlahnya berkurang drastis, populasi mangsanya, seperti babi hutan, akan meledak dan menyerbu lahan pertanian. Sebaliknya, apabila babi hutan diburu manusia tanpa memperhitungkan jumlahnya, harimau akan kekurangan makanan dan mendekati permukiman untuk memangsa ternak.
“Pemerintah sudah menyiapkan tempat mereka (harimau) hidup di hutan konservasi. Jadi, jangan mereka diganggu dan diburu. Mereka salah satu komponen lingkungan dan berbahaya apabila kehidupan mereka terganggu,” ujar Erly.