Pemberhentian Sekda Sarmi Menyalahi Undang-Undang ASN
Bupati Eduard Fonataba wajib mengaktifkan kembali Hendrik Worumi sebagai Sekda Kabupaten Sarmi. Hal ini sesuai dengan putusan majelis hakim PTTUN Makassar. Namun, Hendrik akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pemberhentian Sekretaris Daerah Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua, Hendrik Worumi pada 2019 dinilai menyalahi regulasi sesuai putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri di Makassar. Bupati Sarmi Eduard Fonataba wajib mengembalikan kembali jabatan Hendrik seperti semula.
Hal ini disampaikan Anthon Raharusun selalu kuasa hukum bersama Hendrik Worumi di Kota Jayapura, Papua, Jumat (27/11/2020). Anthon mengatakan, Eduard mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Nomor 821 untuk memberhentikan Hendrik pada 18 Oktober 2019 tanpa prosedur Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negeri. Padahal, Hendrik sama sekali tidak memenuhi kriteria untuk diberhentikan, seperti melakukan pelanggaran hukum.
Hendrik, melalui kuasa hukum pun menggugat putusan Eduard ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura. Hasilnya, majelis memutuskan Eduard mesti mencabut surat keputusan pemberhentian Hendrik sebagai Sekda pada 16 Juni 2020.
Eduard, melalui lima jaksa yang ditunjuk sebagai pengacara negara mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Makassar, Sulawesi Selatan. Hasilnya majelis hakim pun menolak banding dan menyatakan Eduard wajib membatalkan keputusannya memberhentikan Hendrik.
”Amar putusan majelis hakim PTTUN Makassar menguatkan putusan PTUN Jayapura, yakni Eduard wajib membatalkan surat keputusan Nomor 821 dan merehabilitasi kembali nama baik dan jabatan Hendrik,” papar Anthon.
Anthon menegaskan, apabila Eduard terkesan tidak menindaklanjuti putusan majelis hakim, pihaknya akan melaporkan masalah ini ke Kementerian Dalam Negeri. ”Kami berharap bupati Sarmi agar tidak lagi menempuh upaya kasasi sehingga penyelesaian masalah ini tidak berlarut-larut. Tujuannya agar Hendrik segera melaksanakan tugasnya demi pelayanan kepada warga Sarmi,” ucapnya.
Hendrik selaku penggugat mengatakan, masalah ini menjadi pembelajaran bagi setiap kepala daerah agar dalam menyeleksi dan memberhentikan seorang aparatur sipil negara harus sesuai regulasi yang berlaku.
”Seorang pejabat negara bukan membuat sebuah keputusan yang melangkahi peraturan negara. Seharusnya pejabat tersebut tunduk terhadap undang-undang,” tambah Hendrik.
Rahmat, selaku kepala Kejaksaan Negeri Jayapura yang menjadi pengacara negara bagi Bupati Sarmi Eduard Fonataba mengatakan, pihaknya telah mengetahui hasil putusan PTTUN Makassar tersebut. Namun, lanjut dia, pihaknya berencana mengambil langkah kasasi ke Mahkamah Agung sesuai dengan hasil koordinasi dengan Eduard.