Memetik Hikmah Dangdutan Viral di Tegal
Kasus hajatan yang menjerat Wakil Ketua DPRD Kota Tegal, Jateng, Wasmad Edi Susilo mulai disidangkan. Sanksi pidana yang dijatuhkan tersebut dinilai bisa menjadi pembelajaran berharga bagi masyarakat dan pejabat lain.
Pemidanaan pejabat ataupun tokoh masyarakat akibat pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19 cukup jarang terjadi, tetapi bukannya tidak ada. Dari lapangan sepak bola di Kota Tegal, Jawa Tengah, tercatat kasus pertama pemidanaan pejabat akibat menggelar dangdutan.
Belakangan, santer tersiar pengusutan sejumlah kasus pelanggaran protokol kesehatan pencegahan Covid-19, di antaranya penyelenggaran pernikahan di Petamburan, Jakarta Pusat, serta kerumunan acara di Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pro-kontra menyertai pengusutan itu. Namun, dua kasus itu bukan yang pertama terjadi.
Akibat nekat menyelenggarakan hajatan dengan hiburan orkes dangdut di tengah pandemi Covid-19, Wakil Ketua DPRD Kota Tegal Wasmad Edi Susilo dipidanakan. Acara yang diselenggarakan pada Rabu (23/9/2020) di lapangan sepak bola Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal, itu memancing kerumunan orang dan dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Berdasarkan pantauan Kompas, acara dangdutan itu digelar dari Rabu (23/9/2020) siang hingga Kamis (24/9/2020) dini hari. Ribuan orang yang datang, khususnya yang beraktivitas di depan panggung dangdut, terpantau tidak menjaga jarak dan tidak seluruhnya memakai masker. Sebelum mendekat ke arah panggung, pengunjung juga tidak diperiksa suhu badannya dan tidak diminta mencuci tangan.
Acara itu sempat viral di sejumlah platform media sosial. Buntutnya, lima hari setelah hajatan, Wasmad ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Tegal Kota karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 Ayat (1) juncto Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Polisi menetapkan Wasmad sebagai tersangka setelah mereka memeriksa Wasmad dan belasan orang lainnya.
Baca juga: Gelar ”Dangdutan” di Tengah Pandemi, Pejabat Kota Tegal Dikritik
Kendati sudah ditetapkan sebagai tersangka, Wasmad tidak ditahan. Polisi beralasan, Wasmad yang terancam pidana kurungan 1 tahun dan denda hingga Rp 100 juta itu berlaku kooperatif. Selama proses hukum, pria yang juga ketua pimpinan daerah Golkar Kota Tegal itu hanya diwajibkan melapor ke Polda Jateng sebanyak dua kali dalam seminggu.
Setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan, Wasmad menjalani sidang perdana atas kasus yang menjeratnya itu pada Selasa (17/11/2020). Dalam sidang tersebut, Wasmad yang tidak didampingi pengacara meminta majelis hakim membatalkan perkara yang menjeratnya. Wasmad menilai, dasar hukum yang digunakan jaksa penuntut umum untuk mendakwanya tidak sesuai.
”Mengacu pada Pasal 1 Ayat (32) UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang berwenang melakukan sanksi hukum adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sejak awal, hanya pihak kepolisian yang menyidik dan PPNS sama sekali tidak pernah dilibatkan,” kata Wasmad dalam salinan eksepsi yang diterima Kompas, Selasa (24/11/2020).
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Tegal Jadi Tersangka Hajatan Viral, Polisi Kenakan Wajib Lapor
Wasmad merasa dirinya memiliki hak untuk menyelenggarakan hajatan. Sebab, saat Wasmad menyelenggarakan hajatan, Kota Tegal tidak sedang melakukan karantina wilayah atau menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Wasmad juga menyebut, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono sudah mengumumkan kepada warga bahwa pihaknya telah mengizinkan pesta pernikahan, pengajian, konser musik, dan kegiatan lain sesuai protokol kesehatan. Pengumuman itu ditulis dalam bentuk baliho dan dipasang di sejumlah titik di Kota Tegal.
Setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan, Wasmad menjalani sidang perdana atas kasus yang menjeratnya itu pada Selasa (17/11/2020).
Menurut Wasmad, setelah pengumunan itu, banyak warga Kota Tegal menggelar kegiatan dengan mengumpulkan massa, seperti hajatan dengan hiburan dangdut di Kelurahan Tunon, tabligh akbar dalam rangka memperingati tahun baru Islam di Alun-alun Kota Tegal, serta acara sedekah laut di Kelurahan Tegalsari.
”Di sejumlah kabupaten/kota lain di Jateng juga masih banyak kegiatan lain yang berpotensi menimbulkan kluster baru, seperti deklarasi pilkada dan demonstrasi menolak pengesahan omnibus law,” kata Wasmad.
Baca juga: Sepuluh Jam Diperiksa Polda Jabar, Sekda Kabupaten Bogor Akan Evaluasi Kerumunan di Megamendung
Wasmad menambahkan, sebagai bentuk pertanggungjawaban, ia dan keluarganya langsung menjalani tes usap untuk mendeteksi penyebaran Covid-19. Tak hanya itu, beberapa panitia hajatan dan tamu undangan juga dites usap. Hasil tes usap, 94 orang tersebut seluruhnya negatif.
Dalam sidang kedua yang digelar Selasa (24/11/2020) siang, jaksa penuntut umum menyampaikan tanggapannya atas eksepsi yang diajukan Wasmad dalam sidang pekan lalu. Dalam sidang yang berjalan kurang dari setengah jam tersebut, jaksa meminta majelis hakim menolak eksepsi terdakwa.
Yoanes Kardinto, salah satu jaksa penuntut umum, mengatakan, pihaknya meyakini, dakwaan yang disusun sudah sesuai dan memenuhi syarat. Menurut dia, jaksa penuntut umum siap membuktikan perkara pokok di dalam persidangan selanjutnya.
”Terdakwa menyatakan bahwa penyidik kepolisian tidak berhak dalam hal melakukan penyidikan. Padahal, dalam UU Kekarantinaan Kesehatan jelas disebutkan bahwa mereka berwenang. Dibandingkan PPNS, penyidik kepolisian malah lebih berwenang melakukan penyidikan,” ujar Yoanes.
Setelah mendengarkan pembacaan tanggapan jaksa, sidang kedua diakhiri. Adapun sidang ketiga akan kembali digelar pada Kamis (26/11/2020). Dalam sidang ketiga, majelis hakim akan membacakan putusan sela terkait apakah sidang akan dilanjutkan ke proses pembuktian atau dibatalkan.
Dibandingkan PPNS, penyidik kepolisian malah lebih berwenang melakukan penyidikan.
Getah
Kasus hajatan tersebut tidak hanya berakibat pada pemidanaan Wasmad. Sebelumnya, Kepala Kepolisian Sektor Tegal Selatan Komisaris Joeharno juga mendapat getah dari peristiwa tersebut. Joeharno dicopot dari jabatannya beberapa hari setelah hajatan.
Joeharno menuturkan, sebelum menyelenggarakan hajatan, Wasmad sudah mengajukan izin. Izin itu kemudian dicabut setelah ada perintah dari Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
”Izin acaranya sudah kami cabut dan penyelenggara acara sudah kami beri sosialisasi untuk menghentikan acara. Sebagai institusi, kami harus bertanggung jawab mengambil sikap demi kepentingan masyarakat banyak,” ujar Joeharno saat dihubungi beberapa waktu lalu.
Kendati izinnya sudah dicabut, hajatan tetap berlanjut. Menurut Joeharno, Wasmad berjanji kepada polisi bahwa dirinya akan menanggung akibat dari hajatan tersebut.
Sikap Wasmad tersebut disayangkan sejumlah pihak, salah satunya oleh Dewan Pimpinan Derah Partai Golkar Jateng. Menurut Ketua Harian DPD Partai Golkar Jawa Tengah Wihaji, perbuatan kadernya itu bertentangan dengan upaya pemerintah memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
”Kami telah memberikan surat teguran keras. Dalam surat tersebut, yang bersangkutan kami minta untuk tidak mengulangi perbuatannya dan meminta maaf kepada publik,” kata Wihaji.
Wihaji mengatakan, Partai Golkar tidak akan mencampuri urusan hukum yang menjerat Wasmad. Kendati demikian, pihaknya tetap mau memberikan pendampingan hukum jika Wasmad memerlukannya.
Kendati sudah mendapat tawaran bantuan pendampingan hukum dari partai, Wasmad memilih untuk menghadapi persoalannya sendiri, tanpa pengacara. ”Saya bertindak sendiri dan menghadapi sendiri proses hukum ini,” ujar Wasmad.
Secara terpisah, pengajar Kebijakan Publik Universitas Pancasakti, Tegal, Hamidah Abdurrachman, mengatakan, pemidanaan Wasmad merupakan langkah tepat. Tindakan tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan akan membuat orang lain berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran serupa.
”Proses hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan bisa menjadi pembelajaran berharga bagi masyarakat dan pejabat lain. Pada masa krisis seperti ini, pejabat yang adalah panutan masyarakat harusnya bisa memberi contoh baik tentang bagaimana memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” kata Hamidah.
Tokoh publik semestinya bisa memberi contoh kepekaan terhadap krisis, termasuk pandemi Covid-19. Kegiatan yang digelar tanpa protokol pencegahan Covid-19 jelas melukai perasaan warga yang selama ini mesti menahan diri membatasi aktivitas harian bahkan ekonominya.
Baca juga: Kasus Kerumunan Petamburan Naik ke Penyidikan Polda Metro Jaya