Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otsus Papua Ditunda
Majelis Rakyat Papua menunda pelaksanaan rapat dengar pendapat evaluasi otonomi khusus di lima daerah. Hal ini dipicu situasi keamanan dan pandemi Covid-19.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Majelis Rakyat Papua menunda pelaksanaan rapat dengar pendapat evaluasi otonomi khusus di Provinsi Papua. Hal ini disebabkan adanya kendala keamanan dan situasi pandemi Covid-19.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib, di Kota Jayapura, Kamis (26/11/2020). Timotius mengatakan, MRP hanya dapat menggelar rapat dengar pendapat (RDP) evaluasi otonomi khusus untuk wilayah adat Saereri di Kabupaten Biak Numfor. Sementara, pelaksanaan di empat perwakilan wilayah adat lainnya di Provinsi Papua tertunda.
Diketahui pelaksanaan RDP di Kabupaten Jayawijaya, yang merupakan representasi wilayah adat Lapago, mendapatkan penolakan dari sekelompok warga. Sementara, pelaksanaan RDP di Jayapura dan Nabire ditolak oleh kepala daerah setempat.
Adapun pelaksanaan RDP di Merauke, yang merupakan representasi dari wilayah adat Animha, dibubarkan pihak kepolisian. Sebab, aparat menilai kegiatan ini melanggar protokol kesehatan dan adanya dugaan aksi makar.
”Seharusnya pada Rabu kemarin dan Kamis ini merupakan pelaksanaan RDP umum. Namun, kegiatan ini tak bisa terlaksana karena pelaksanaan RDP di empat wilayah belum terlaksana,” kata Timotius.
Timotius menyatakan, MRP telah memutuskan penundaan RDP hingga tahun depan. Ini mempertimbangkan waktu setelah pemberian vaksin Covid-19 dan pelaksanaan pilkada di 11 kabupaten di Papua tuntas.
Ia pun meminta pemerintah pusat dan DPR menunda pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus hingga ada hasil RDP.
”Kami berharap pemerintah pusat jangan melaksanakan revisi Undang-Undang Otonomi Khusus secara sepihak. Hanya dengan RDP, masyarakat bisa menilai efektivitas otonomi khusus di Papua selama 19 tahun terakhir,” tutur Timotius.
Ia menambahkan, MRP berharap pelaksanaan RDP tahun depan mendapatkan pengawasan ketat dari pihak TNI, Polri, dan Badan Intelijen Negara. Hal ini untuk menunjukkan tidak adanya aksi makar dan lebih mendengarkan aspirasi warga tentang implementasi otonomi khusus di Papua selama ini.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal menegaskan, pihak kepolisian sama sekali tidak melarang pelaksanaan RDP untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus. Akan tetapi, pelaksanaan RDP harus sesuai dengan maklumat Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus.
Diketahui sejumlah poin dalam maklumat Kapolda Papua adalah melarang aksi makar dalam RDP dan tidak boleh ada peserta yang melebihi dari 50 orang demi mencegah penyebaran Covid-19.
”Pelaksanaan RDP harus tetap dalam kiblat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan pendapat dalam evaluasi kebijakan negara sangatlah wajar. Namun, kegiatan ini tidak boleh memecah persatuan bangsa,” kata Ahmad.