Membangkitkan Kembali Gairah Bukittinggi
Dua tulang punggung perekonomian Bukittinggi, yaitu perdagangan dan pariwisata, tengah terpuruk oleh pandemi Covid-19. Wali kota terpilih mesti melakukan terobosan dalam menggairahkan kembali perekonomian Bukittinggi.
Dua tulang punggung perekonomian Bukittinggi, perdagangan dan pariwisata, tengah terpuruk oleh pandemi Covid-19. Jika berlarut-larut, keadaannya sulit pulih dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Wali kota terpilih mesti melakukan terobosan dalam menggairahkan kembali perekonomian Bukittinggi.
Perdagangan dan pariwisata menjadi identitas Kota Bukittinggi sejak dahulu kala. Cikal bakal Kota Bukittinggi bermula dari sebuah pasar yang didirikan dan dikelola para penghulu Nagari Kurai, sebelum kedatangan Belanda. Keindahan panorama alam, udara sejuk, dan warisan sejarahnya turut mengokohkan kota yang pernah dijuluki ”Parijs Van Sumatra” itu sebagai tujuan wisata.
Dengan luas wilayah hanya 25,24 kilometer persegi dan berpenduduk sekitar 131.000 jiwa, Bukittinggi berkembang menjadi salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatera melalui Pasar Simpang Aur. Pasar ini sering disebut-sebut sebagai Pasar Tanah Abang II. Tidak hanya dari kabupaten/kota di Sumbar, pedagang dari provinsi tetangga pun memasok dagangan dari pasar ini. Selain itu, pasar besar lainnya yang mendukung aktivitas perdagangan adalah Pasar Atas dan Pasar Bawah.
Badan Pusat Statistik tahun 2019 mencatat, jumlah toko di Bukittinggi mencapai 3.166 unit. Selain itu, juga terdapat los dengan luas 9.078 meter persegi yang dapat menampung 5.321 pedagang. Paling banyak ada di Pasar Simpang Aur dengan 1.497 toko dan total luas los 5.109 meter persegi yang menampung 4.388 pedagang. Kontribusi perdagangan dan jasa reparasi terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) Bukittinggi merupakan yang terbesar mencapai 34,03 persen atau sekitar Rp 2,96 triliun.
Data BPS tahun 2019 mencatat, jumlah toko di Bukittinggi mencapai 3.166 toko. Selain itu, juga terdapat los dengan luas 9.078 meter persegi yang dapat menampung 5.321 pedagang. Jumlah toko dan los paling banyak terdapat di Pasar Simpang Aur dengan jumlah 1.497 toko dan 5.109 meter persegi los yang menampung 4.388 pedagang.
Baca juga: Benang Kusut Pengangguran Sumbar
Sementara itu, hasil riset Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas dan Bank Indonesia tahun 2019 menempatkan Bukittinggi sebagai daerah tujuan wisata terfavorit di Sumbar, baik bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Riset dilakukan terhadap sekitar 2.000 responden.
Adsapun kontribusi penyediaan akomodasi dan makan-minum (pariwisata) terhadap PDRB sebesar 6,05 persen atau sekitar Rp 526 miliar. Jika dilihat dari pendapatan asli daerah (PAD) Bukittinggi, sumbangan pariwisata berkisar 30-40 persen.
Ironisnya, dua tulang punggung perekonomian Bukittinggi tersebut goyah akibat pandemi Covid-19. Penyebaran virus korona jenis baru sejak Maret 2020 membuat sektor perdagangan dan pariwisata ”lesu darah”, terutama dengan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan larangan mudik. Sebagai kota yang menggantungkan perekonomian pada sektor perdagangan dan pariwisata, Bukittinggi adalah salah satu daerah yang terdampak cukup dalam di Sumbar.
Yuliardi Ramli (41), pedagang mukena dan perlengkapan shalat di Blok J Pasar Simpang Aur, Sabtu (21/11/2020), mengatakan, rata-rata sejak Maret-November 2020, omzetnya turun 60-70 persen. Bahkan, saat momen puncak jual beli pada periode Ramadhan dan Idul Fitri, omzetnya hanya 10 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, terutama akibat PSBB dan larangan mudik.
Selepas PSBB dan larangan mudik, kondisi ekonomi belum membaik. Yuliardi terpaksa mengistirahatkan dua pegawainya. Toko yang biasanya mengutamakan belanja grosir atau eceran jumlah banyak, sekarang turut melayani eceran dalam jumlah kecil. Omzet harian saat ini Rp 100.000-Rp 200.000 per hari, cuma cukup untuk kebutuhan harian keluarga.
”Kalau ada bantuan modal, saya sangat mengharapkan. Setidaknya itu bisa digunakan untuk memutarkan barang. Sekarang, modal termakan untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Yuliardi. Sabtu itu, toko Yuliardi sepi, padahal akhir pekan.
Sekitar 40 persen pelanggan di toko milik Yuliardi berasal dari luar Sumbar, baik pedagang dari perbatasan provinsi tetangga maupun wisatawan. Perekonomian yang lesu akibat pandemi Covid-19 membuat permintaan dari pedagang berkurang signifikan. Kunjungan wisatawan dari provinsi lain juga berkurang meskipun sejak normal baru pariwisata Bukittinggi sudah kembali dibuka.
Kalau ada bantuan modal, saya sangat mengharapkan. Setidaknya itu bisa digunakan untuk memutarkan barang. Sekarang, modal termakan untuk kebutuhan sehari-hari
Boy (41), pedagang cendera mata di Jalan Belakang Pasar Atas Blok A Timur, dekat kawasan Jam Gadang, mengatakan, omzetnya selama masa pandemi Covid-19 merosot hingga 80 persen. Bahkan, selama masa PSBB dan larangan mudik, Boy menutup tokonya selama 2-3 bulan karena hampir tidak ada wisatawan yang datang. Biasanya, kebanyakan orang yang berbelanja di tempatnya adalah wisatawan antara lain dari Jambi, Jawa, Riau, dan Padang.
”Selama 2-3 bulan itu saya keliling pasar saja. Biaya hidup keluarga sehari-hari diambil dari tabungan. Sekarang sudah termakan modal. Sebulan terakhir, kondisinya mulai membaik sejak orang tidak peduli virus korona. Omzet sekitar sepertiga dari kondisi normal,” kata Boy, Sabtu lalu.
Dampak pandemi
Pandemi juga berdampak pada peningkatan angka pengangguran di Bukittinggi. Data BPS pada 2019 mencatat, dari total 58.456 orang jumlah penduduk Bukittinggi berusia 15 tahun yang bekerja, sebanyak 25.933 orang atau 44,36 persen bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel.
Pada Agustus 2020, BPS menyebutkan, sebanyak 22.431 penduduk usia kerja di Bukittinggi terdampak oleh pandemi Covid-19. Rinciannya, 1.723 orang menganggur, 261 orang pernah berhenti bekerja Februari-Agustus 2020 karena Covid-19, 1,279 orang sementara tidak bekerja, serta 19.168 orang mengalami pengurangan jam kerja.
Ekonomi yang lesu turut memengaruhi realisasi pendapatan daerah di Bukittinggi. Bank Indonesia dalam ”Laporan Perekonomian Provinsi Sumatera Barat pada Agustus 2020” menyebutkan, Bukittinggi sebagai kabupaten/kota dengan realisasi pendapatan terendah pada triwulan II 2020 dengan capaian 31,27 persen. Dua kabupaten/kota lain dengan realisasi pendapatan terendah, yaitu Kepulauan Mentawai dan Padang Pariaman dengan capaian 37,00 persen dan 38,11 persen.
Rendahnya realisasi pendapatan di tiga kabupaten/kota tersebut disebabkan oleh kegiatan pariwisata yang masih sangat terbatas. Dampaknya, pendapatan dari pajak terkait pariwisata, seperti pajak hiburan, hotel, restoran, parkir dan pendapatan terkait lainnya, berkurang signifikan.
Dalam Ranperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2020, pos pendapatan daerah Bukittinggi telah direvisi. Pos pendapatan daerah disepakati sebesar Rp 684,769 miliar atau turun 14,85 persen dari target awal. Rinciannya, pertama, PAD sebesar Rp 77,233 miliar atau turun sebesar 49 persen dari target awal. Kedua, dana perimbangan sebesar Rp 511,837 miliar atau turun sebesar 7,41 persen. Ketiga, pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 95,698 miliar atau turun sebesar 4,30 persen.
Kepala Badan Keuangan Kota Bukittinggi Herriman mengatakan, penurunan target PAD Bukittinggi salah satunya dipicu pandemi Covid-19. Penyumbang PAD terbesar di Bukittinggi adalah sektor pariwisata, antara lain pajak hotel, pajak restoran, dan hasil penjualan tiket tempat wisata berbayar. Porsi sektor pariwisata terhadap PAD berkisar 30-40 persen. Selama Maret-Juni 2020, penerimaan dari sektor tersebut berkurang drastis.
Selain itu, Pemkot Bukittinggi juga membebaskan sewa kios di Gedung Pasar Atas (diresmikan Juni 2020) sampai akhir tahun karena pandemi Covid-19. Padahal tahun 2020, target pendapatan dari biaya sewa kios di gedung pasar yang dibangun ulang karena terbakar itu mencapai Rp 30 miliar. Pemkot Bukittinggi selama April-Juli 2020 juga membebaskan biaya retribusi pasar untuk para pedagang.
”Keadaan saat ini luar biasa. Jadi, sektor ekonomi harus diberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, sekaligus stimulus, apa pun bentuk yang bisa kami berikan keringanan ke dunia usaha,” kata Herriman, Rabu (25/11/2020).
Perlu terobosan
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Firwan Tan mengatakan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan pendapatan masyarakat turun drastis, bahkan minus. Kondisi itu berdampak pula pada kemampuan belanja masyarakat sehingga menyebabkan perekonomian lesu, tidak terkecuali Bukittinggi, yang menjadikan perdagangan dan pariwisata sebagai tulang punggung.
Jika berlangsung dalam jangka panjang, kondisi ini akan menurunkan kesejahteraan masyarakat dan dapat berkorelasi dengan meningkatnya angka kriminalitas. Oleh sebab itu, kata Firwan, Wali Kota Bukittinggi ke depan harus berani mengambil terobosan untuk menyelamatkan perekonomian.
Salah satu terobosan yang bisa dilakukan adalah penetrasi pasar dengan memanfaatkan teknologi digital. Konsep pasar konvensional ternyata terimbas pandemi Covid-19, di antaranya karena mobilitas orang untuk bepergian juga berkurang. Oleh sebab itu, kata Firwan, konsep pasar mesti digeser dari pasar mengutamakan kawasan kepada pasar mengutamakan digitalisasi, internet of things (IoT), dan artificial intelligence (AI). Produsen atau pedagang tidak lagi sekadar menunggu pembeli, tetapi proaktif menawarkan produknya melalui teknologi digital.
Jika berlangsung dalam jangka panjang, kondisi ini akan menurunkan kesejahteraan masyarakat dan dapat berkorelasi dengan meningkatnya angka kriminalitas. Oleh sebab itu, Wali Kota Bukittinggi ke depan harus berani mengambil terobosan untuk menyelamatkan perekonomian.
Perubahan konsep pasar tersebut juga mesti diikuti dengan perbaikan kualitas dan kemasan produk. Produk dari pengrajin di Bukittinggi, seperti jilbab, mukena, pernak-pernik, cincin, dan lainnya, yang biasa dijual di pasar-pasar dalam kota mesti ditingkatkan kualitas dan kemasan produknya sesuai standar pasar internasional. Selain itu, pemerintah harus berani menyediakan providers untuk digitalisasi, IoT, dan AI.
”Kerja-kerja seperti ini, masyarakat belum siap karena mendadak. Pemerintah kota harus mengambil inisiatif. Anggaran belanja harus dibuat ke sana. Kalau perlu, dibuat betul sebuah badan yang kerjanya hanya memasarkan produktivitas dan pada hasil kerajinan UMKM dan sebagainya, melalui sistem digitalisasi, IoT, dan AI. Dengan demikian, masyarakat terbantu untuk memasarkan produknya,” kata Firwan.
Terobosan lainnya, lanjut Firwan, adalah membantu menyediakan kredit lunak atau bridging credit bagi pelaku usaha yang kesulitan akibat pandemi Covid-19. Insentif pemkot berupa pembebasan sewa atau retribusi toko kepada pedagang memang dibutuhkan, tetapi tidak cukup dan tidak menyelamatkan kondisi pedagang.
Baca juga: Pemilih Disabilitas di Sumbar Sering Terabaikan Saat Pencoblosan
Pemberian kredit lunak dapat membantu income dan capital inflow pedagang yang awalnya negatif menjadi positif meskipun belum bertumbuh. Kredit ini dibayar pedagang apabila usahanya mulai efektif kembali. Untuk sumber dana kredit lunak itu tidak semata bersumber dari APBN dan APBD, tetapi pemkot bisa bekerja sama dengan pelaku usaha besar.
Di bidang pariwisata, terobosan yang dapat dilakukan adalah menggaet pasar kelas atas. Menurut Firwan, secara umum, jumlah masyarakat yang berwisata berkurang drastis. Namun, jika dilihat lebih detail, jumlah wisatawan kelas atas tidak turun. Target pasar kelas atas ini bisa digaet oleh Pemkot Bukittinggi. Hal itu telah dilakukan oleh Bali.
Untuk menggaet pasar kelas atas itu, pelayanan juga harus ditingkatkan sesuai standar kelas atas. Pemkot bisa mengajak dua-tiga hotel spesial untuk mengambil peluang pasar ini. Hotel tersebut hanya membatasi tamu sebanyak 20-30 orang dengan pelayanan kamar tertinggi presidential suite room. Jadi, meskipun jumlah individu wisatawannya kecil, pemasukannya tetap tinggi.
”Masyarakat kelas atas justru saat ini berwisata. Mereka menghindari keramaian dalam kondisi biasa. Menerima 3 wisatawan kelas atas ini setara dengan menerima 100 wisatawan menengah ke bawah (dari segi pemasukan),” ujar Firwan.
Direktur Pusat Studi Pariwisata Universitas Andalas Sari Lenggogeni menilai, pembangunan destinasi wisata di Bukittinggi beberapa tahun terakhir sudah bagus. Kota ini juga sudah membuat rencana induk pariwisata. Selain itu, isu-isu ketidaknyamanan pengunjung akibat premanisme dan harga mencekik wisatawan sudah mulai dibenahi. Begitu pula halnya dengan kemacetan di dalam kota.
Walakin, ke depan, kata Sari, selain pasar leisure, Bukittinggi mesti menggarap pasar bisnis. Pariwisata di bidang pertemuan, insentif, konvensi/konferensi, dan pameran (meeting, incentive, convention, and exhibition/MICE) sangat potensial untuk digarap. Untuk mewujudkannya, harus ada penambahan gedung pertemuan (convention hall) dengan standar internasional yang dapat menampung sekitar 7.000 orang.
Pariwisata berbasis pengalaman (experience) juga bisa dikembangkan. Wisatawan datang tidak sekadar melihat gedung bagus, tetapi bagaimana membuat destinasi wisata siang dan malam, termasuk desa wisata berbasis masyarakat. Untuk mewujudkannya, organisasi pengelolaan destinasi harus diperkuat, baik swasta, kelompok sadar wisata, maupun pemerintah.
Selain itu, keberlanjutan lingkungan juga perlu diperhatikan. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana daya dukung (carrying capacities) destinasi Bukittinggi. Kawasan Utama Pariwisata Kota (KUPK) di Kecamatan Guguk Panjang, yang mencakup Jam Gadang, Ngarai Sianok, Taman Panorama, Benteng Fort de Kock, dan Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, sudah mulai padat.
”Daerah utama mulai padat. Perlu pengembangan supaya ada keberlanjutan lingkungannya. Pengembangan dilakukan ke arah Kawasan Strategis Pariwisata Kota (KSPK), yaitu Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh dan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan,” kata Sari.
Ia menambahkan, aksesibilitas menuju Bukittinggi juga selalu terkendala macet, terutama saat musim puncak (peak season) akhir pekan dan musim puncak hari besar Lebaran dan akhir tahun. Menurut Sari, meskipun titik kemacetan itu berada di luar Bukittinggi, Pemkot Bukittinggi mesti bekerja sama dengan pemkab tetangga dan pemprov untuk mencari solusinya.
Prioritas pasangan calon
Pemilihan Wali Kota Bukittinggi 2020 menjadi asa untuk menghadirkan pemimpin ke depan yang mampu membuat terobosan solusi atas beragam problem di Bukittinggi. Ada tiga pasangan calon yang akan bersaing. Mereka ialah petahana wali kota Ramlan Nurmatias-Syahrizal, Erman Safar-Marfendi, dan petahana wakil wali kota Irwandi-David Chalik. Ramlan-Syahrizal maju melalui jalur perseorangan, sedangkan Erman-Marfendi diusung oleh Gerindra, PKS, dan Golkar, dan Irwandi-David diusung oleh Nasdem, PKB, dan PAN.
Erman Safar mengatakan, masalah kesejahteraan, terutama di masa pandemi Covid-19, merupakan persoalan krusial di Bukittinggi. Menurunnya perekonomian secara global sangat berdampak terhadap Bukittinggi sebagai kota perdagangan. Masalah kesejahteraan ini didengarkan langsung dari masyarakat kota ketika Erman-Marfendi mengunjungi belasan ribu rumah di Bukittinggi, yang sebagian besar mengeluhkan perekonomian semakin sulit.
Untuk mengurai dan menyelesaikan itu, kata Erman, butuh cara-cara yang melibatkan semua pihak, khususnya pemerintah sebagai pemegang kunci kebijakan. Diperlukan terobosan-terobosan terbaik dalam bentuk kebijakan yang menunjukkan keberpihakan pada kepentingan peningkatan ekonomi ini.
”Salah satunya barangkali menghapus atau merevisi setiap kebijakan dan atau aturan yang membebankan pelaku-pelaku ekonomi di Bukittinggi. Kami kira langkah-langkah konkretnya nanti itu bagaimana semua kebijakan harus dipastikan berpihak pada kepentingan kesejahteraan masyarakat kota,” kata Erman.
Sementara itu, Irwandi mengatakan, persoalan krusial di Bukittinggi adalah bagaimana mengembangkan pariwisata. Irwandi menilai, pariwisata Bukittinggi berjalan normatif saja, padahal punya potensi luar biasa. Oleh sebab itu, terobosan baru sangat dibutuhkan, salah satunya menggarap pariwisata di bidang MICE dan memperbanyak event.
Baca juga: Fauzi Azim, Perawat Detak Jam Gadang
Jika terpilih sebagai pasangan wali kota dan wakil wali kota, Irwandi-David bakal membentuk badan promosi pariwisata. Pembentukan badan ini melibatkan pelaku industri pariwisata di Bukittinggi. Para ahli juga dilibatkan agar lebih tahu arah kebijakan pariwisata kota, serta bagaimana meningkatkan kunjungan wisatawan, menciptakan kondisi aman dan nyaman bagi wisatawan, serta mempromosikan pariwisata itu di dalam negeri ataupun luar negeri.
”Peran badan promosi wisata itu sangat strategis,” kata Irwandi.
Adapun Ramlan mengatakan, semua potensi Bukittinggi, antara lain sebagai kota pariwisata, kota perdagangan, kota pendidikan, dan kota pelayanan kesehatan, sudah digarap selama periode pertama kepemimpinannya. Sekarang, Ramlan-Syharizal tinggal meneruskan apa yang telah dilakukan dan memaksimalkan potensinya. ”Kami tinggal meneruskan dan memaksimalkan serta memelihara,” kata Ramlan.
Peta politik
Peta persaingan politik di Pilkada Bukittinggi 2020 cukup dinamis. Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menilai, posisi petahana wali kota Ramlan-Syahrizal masih kuat untuk memenangi Pilwakot Bukittinggi. Erman-Marfendi sebagai penantang terkuat masih melakukan perlawanan. Sementara itu, petahana wakil wali kota Irwandi-David tidak terlalu menonjol meskipun Irwandi menggandeng aktor David Chalik sebagai wakil.
Asrinaldi menjelaskan, kuatnya posisi Ramlan-Syahrizal dipengaruhi oleh dukungan masyarakat Kurai, masyarakat asli Bukittinggi, kepada pasangan calon ini. Masyarakat Kurai solid dalam mendukung satu pasangan calon. Pada periode sebelumnya, dukungan dari masyarakat Kurai ini juga menjadi salah satu kunci kemenangan Ramlan-Irwandi.
Menurut Asrinaldi, jumlah masyarakat Kurai di Bukittinggi mungkin tidak dominan. Namun, mereka merupakan pemimpin informal di Bukittinggi. Posisi itu bisa memberikan endorsement ke pasangan calon yang mereka dukung dan mereka bisa memobilisasi dukungan masyarakat yang respek kepada kelompok masyarakat Kurai.
”Jadi, politik identitas seperti itu masih kuat di Bukittinggi. Kelompok (masyarakat Kurai) itu merasa merekalah warga asli Bukittinggi. Itu barangkali menjadi faktor kunci kemenangan paslon (Ramlan-Syahrizal),” kata Asrinaldi, Selasa (17/11/2020).
Walaupun demikian, kata Asrinaldi, Erman-Marfendi, yang kuat di kalangan pemilih muda dan menengah, masih melakukan perlawanan. Tim Erman-Marfendi termasuk militan dalam menggaet pendukung. Hasil akhir perolehan suara diperkirakan tidak akan berselisih jauh antara Ramlan-Syahrizal dan Erman-Marfendi.
Sementara itu, untuk pasangan calon Irwandi-David, kata Asrinaldi, tidak terlalu menonjol dalam Pilwakot Bukittinggi meskipun Irwandi berstatus petahana wakil wali kota. Sebab, ketika berkuasa, masyarakat lebih signifikan melihat sosok Ramlan dibandingkan Irwandi. Dalam pilwakot kali ini, pemilih akan membandingkan antara Ramlan dan Erman, sedangkan Irwandi sudah jelas adalah wakil Ramlan.
”Kalau ingin mencari sosok baru, masyarakat tentu mencari Erman. Makanya, posisi Erman lebih kuat,” ujar Asrinaldi.
Asrinaldi menambahkan, pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Bukittinggi juga mesti jeli melihat kondisi terkini. Sebagai kota perdagangan dan pariwisata yang terdampak Covid-19, insentif yang dijanjikan oleh pasangan calon akan menarik perhatian pemilih yang berkecimpung dalam sektor tersebut. ”Itu mesti menjadi perhatian setiap pasangan calon,” kata Asrinaldi.
Jadi, siapa pun wali kota yang terpilih, masyarakat Bukittinggi mengidamkan pemimpin yang bisa membangkitkan perekonomian mereka dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.