Kontroversi seputar masalah terkait pimpinan FPI Rizieq Shihab di Jakarta kini menggelinding di Ambon, Maluku. Semua pihak diimbau tidak terprovokasi oleh gerakan yang berpotensi mengganggu kedamaian Maluku.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Pada 20 November 2020 terjadi unjuk rasa oleh massa yang mengatasnamakan diri masyarakat Indonesia timur di Jakarta, termasuk sebagian berasal dari Ambon, Maluku. Pengunjuk rasa meminta agar negara bersikap tegas terhadap pemimpin Front Pembela Islam Rizieq Shihab yang terjerat sejumlah persoalan hukum. Aksi itu lalu memicu reaksi pendukung Rizieq di Ambon. Semua pihak pun diminta tak saling terprovokasi dan tetap menjaga harmoni di Maluku.
Aksi di Jakarta itu merespons kontroversi pasca-kepulangan Rizieq ke Tanah Air. Sejumlah kegiatan yang dihadiri Rizieq menimbulkan kerumunan. Di tengah pandemi Covid-19, masyarakat diimbau menjalankan protokol kesehatan, termasuk tidak berkerumun. Tokoh atau pejabat pun diminta tidak menggelar acara yang dihadiri massa dalam jumlah banyak.
Terhadap kasus kerumunan di Jakarta, Polda Metro Jaya sedang melakukan penyelidikan. Sejumlah pejabat, termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dimintai klarifikasi oleh polisi. Bahkan, Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sujana dan Kapolda Jawa Barat Inspektur Jenderal Rudy Sufahriadi dicopot lantaran dianggap bertanggung jawab. Kerumunan terjadi di dua wilayah hukum tersebut.
Oleh karena itu, aksi massa di Jakarta yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia timur menuntut aparat bertindak tegas terhadap Rizieq. Sebagaimana potongan video aksi itu yang diperoleh Kompas, massa juga menyinggung dugaan kasus hukum lainnya yang pernah menjerat Rizieq.
Salah satu demonstran yang berorasi mengaku warga Ambon. Ia menyebutkan nama lengkapnya. Dari marganya, jelas ia orang Maluku. Dari dialeknya, diduga dia orang Ambon. Beberapa potongan kalimat yang diucapkan juga jelas berasal dari bahasa Melayu Ambon. Sejumlah sumber membenarkan, pria tersebut adalah warga Maluku yang sedang tinggal sementara waktu di Jakarta.
Potongan video, khususnya saat orator dari Maluku itu berbicara, beredar luas di sejumlah grup percakapan Whatsapp dan juga media sosial Facebook di kalangan masyarakat Maluku. Video itu dibagi berulang kali, bahkan oleh nomor-nomor baru yang tidak dikenal. Video dibagi kemudian diikuti dengan tulisan bernada provokatif.
Banyak yang mendukung orator tersebut dengan alasan ucapan Rizieq cenderung tidak toleran sehingga berpotensi memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi pendukung pandangan ini, negara harus bertindak tegas. Negara tidak boleh kalah dari kelompok intoleran.
Sementara itu, di sisi lain, kelompok pendukung Rizieq di Maluku marah dengan orator tersebut. Mereka merasa orator itu tidak bisa berbicara seenaknya mewakili masyarakat Maluku. Mereka juga mengecam aksi demo di Jakarta karena dianggap telah menghina Rizieq, ulama yang mereka hormati. Rizieq merupakan tokoh agama dengan banyak pengikut.
Gerakan membela Rizieq dari media sosial dan grup percakapan berlanjut ke gerakan nyata di lapangan. Di Ambon, pada Minggu (22/11), sekelompok orang mengatasnamakan diri pemuda Muslim Maluku Kota Ambon menanggapi aksi massa di Jakarta itu. Mereka menyampaikan pernyataan sikap mengecam dan mengutuk keras tindakan provokasi pembakaran foto dan pelecehan terhadap Rizieq.
Menurut mereka, aksi di Jakarta itu dilakukan oleh preman yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia timur, termasuk Maluku. Pendukung Rizieq di Ambon itu menyinggung konflik sosial tahun 1999. ”Ingat, kita Maluku sudah pernah luka. Luka lama itu sudah kering. Jangan membuat luka baru. Camkan itu!” kata salah seorang dalam video berdurasi 1 menit 11 detik itu.
Video tersebut beredar sehingga menimbulkan kecemasan. Keesokan harinya, Senin (23/11), Gubernur Maluku Murad Ismail mengumpulkan para tokoh agama di kediamannya. Murad mengimbau masyarakat menjaga suasana Maluku tetap kondusif. Masyarakat hendaknya tidak terprovokasi dengan aksi yang terjadi di Jakarta.
Jangan terpancing untuk berbuat hal-hal yang nantinya merugikan kita sendiri.
”Masalah yang terjadi di Jakarta hendaknya disikapi secara profesional. Jangan terpancing untuk berbuat hal-hal yang nantinya merugikan kita sendiri,” kata Murad sembari meminta agar masyarakat Maluku tetap menjunjung tinggi kehidupan toleransi umat beragama yang terjalin susah payah pascakonflik 1999.
Ia juga berharap para tokoh agama ikut mencegah jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. ”Kondisi Maluku, khususnya di Kota Ambon, sudah aman. Namun, mari kita bersama-sama mengidentifikasi sejak dini dan deteksi dini pergerakan masyarakat yang merespons peristiwa itu,” ujarnya.
Hingga Kamis (26/11), isu tersebut terus menggelinding. Semua pihak harus bisa mencegahnya. Di tengah kondisi ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19, dikhawatirkan banyak orang dengan mudah dapat dihasut dengan iming-iming uang untuk memprovokasi situasi. Konflik sosial Maluku pada 1999 juga terjadi saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Kita harus belajar dari peristiwa itu agar jangan sampai terulang lagi.