Truk Berdimensi Lebih dan Sarat Muatan Penyebab Utama Kerusakan Jalan Tol
Keberadaan truk kelebihan dimensi dan kelebihan muatan menjadi penyebab utama kerusakan di sejumlah ruas jalan tol. Penertiban dan penegakan aturan terus dilakukan, tetapi masalah klise ini selalu saja terjadi.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Keberadaan truk kelebihan dimensi dan kelebihan muatan menjadi penyebab utama kerusakan di sejumlah ruas jalan tol. Penertiban dan penegakan aturan terus dilakukan, tetapi masalah klise ini selalu saja terjadi. Kementerian Perhubungan dan pihak terkait berkomitmen untuk membuat jalan tol bebas dari truk kelebihan muatan pada 2023.
Kepala Bagian Umum Sekretariat Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Mahbullah Nurdin dalam diskusi di Kompas Talk, Rabu (25/11/2020), mengatakan, keberadaan truk kelebihan dimensi dan kelebihan muatan (over dimention over load/ODOL) menjadi penyebab utama kerusakan jalan di sejumlah ruas jalan tol. ”Dengan dilewati truk ODOL, tingkat kerusakan jalan tol bisa dua atau bahkan tiga kali lebih besar jika dibandingkan dengan kendaraan biasa,” ucapnya.
Sejumlah upaya terus dilakukan untuk mencegah truk ODOL melintas di jalan tol, yakni dengan melakukan operasi bersama instansi terkait. Pada tahun 2019, sudah dilakukan nota kesepahaman untuk mencegah truk ODOL masuk ke jalur tol. ”Patroli dilakukan dengan menyisir jalan tol. Jika ada truk ODOL melintas, mereka akan digiring keluar jalan tol dan melewati jalan arteri,” ucap Mahbullah.
Selain itu, ujar Mahbullah, di sejumlah ruas jalan tol juga telah dipasangi alat yang dinamakan weight in motion (WIM). Alat ini dapat mendeteksi berat truk yang melintas sehingga truk yang kelebihan muatan akan segera diketahui. WIM sudah terpasang di sejumlah ruas tol, seperti di beberapa ruas di Tangerang-Merak dan ruas Bakauheni.
Selain kerap dilintasi truk ODOL, Mahbullah berpendapat, kerusakan jalan tol juga dipengaruhi oleh kontur tanah jalan tol yang dilewati. Memang untuk jalan tol Trans-Sumatera, sebagian besar jalurnya adalah rawa. Namun, itu bukan faktor utama lantaran dalam proses pembangunan struktur konstruksinya sudah disesuaikan dengan kondisi lahan. ”Di daerah yang rawan sudah dilakukan pemancangan di tanah lunak,” katanya.
Ke depan, lanjut Mahbullah, pengawasan dan penindakan bersama dengan instansi terkait terus dilakukan. Bahkan, ada komitmen pada tahun 2023 tidak ada lagi truk ODOL yang melintas, baik melalui jalur non-tol maupun jalur tol.
Direktur Lalu Lintas Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Suharto mengatakan, truk ODOL adalah masalah klasik yang masih saja terjadi. Kondisi ini tidak lepas dari permainan oknum operator.
Padahal, praktik ini sangat merugikan masyarakat pengguna jalan dan hanya menguntungkan segelintir pihak. Untuk itu, segala upaya terus dilakukan, termasuk menggalakan sosialisasi kepada para operator agar tidak lagi menggunakan truk ODOL.
Terkait sertifikasi uji tipe, lanjut Soeharto, semua sudah dikerjakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal ini terbukti dari hanya beberapa truk saja yang ODOL, lainnya sudah sesuai uji tipe. Namun, masalah ini muncul karena ulah para oknum. Penegakan hukum adalah langkah terakhir, tetapi itu akan terus dilakukan bekerja sama dengan pihak kepolisian.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, dalam kasus truk ODOL, pengusaha truk sebenarnya adalah korban dari ketidaktegasan pemerintah. Menurut dia, jika benar-benar pemerintah ingin mencegah adanya truk ODOL, seharusnya aturan ini juga diarahkan kepada pengguna jasa truk terutama pabrik.
Pengawasan bisa dimulai dari depan pintu pabrik karena kelebihan kapasitas sudah terjadi di sana. Praktik truk ODOL muncul karena persaingan rimba. Pengguna jasa tentu akan memilih jasa truk yang bisa mengangkut barang lebih banyak. ”Jika kami tidak bisa memenuhi permintaan tersebut, kami akan tersingkir,” ucapnya.
Menurut dia, skema ODOL akan merugikan pengusaha karena risiko kerusakan kendaraan jauh lebih besar. Namun, sepanjang permintaan itu masih ada tentu akan terus dilakukan. ”Tentu pengusaha sudah menghitung risiko kerusakan kendaraan. Namun, jika ODOL masih ada, berarti keuntungan yang didapat lebih tinggi dibanding biaya investasi,” ucapnya.
Fenomena ini masih terjadi karena banyak pihak ”menikmati” keberadaan truk ODOL. Hal ini terlihat dari masih bisa melintasnya truk ODOL di Pelabuhan Bakauheni. ”Jika ingin serius mengapa pencegahan tidak dilakukan sejak di pelabuhan,” ujarnya.
Gemilang berharap ke depan pemerintah lebih tegas dalam menerapkan aturan. Selain itu perlu ada alat yang mampu mencegah masuknya truk ODOL dengan sistem daring dan real time di jembatan timbang sehingga tidak ada interaksi dengan petugas.
Kasubdit Pendidikan Masyarakat Direktorat Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Komisaris Besar Arman Achdiat menuturkan, penegakan hukum sangat mudah dilakukan. Namun, yang terpenting saat ini adalah pembenahan tidak hanya di hulu, tetapi juga di hilir. ”Tentu edukasi kepada karoseri harus ditekankan,” ucapnya.
Arman mengatakan, Polri sangat tegas dalam menindak pelanggaran seperti itu apalagi jika hal tersebut menyebabkan kecelakaan yang menelan korban jiwa. ”Beberapa pemangku kepentingan pasti akan terkena imbasnya,” ucap Arman. Untuk itu, dia berharap dinas perhubungan harus lebih aktif dan melakukan penegasan regulasi sehingga kecelakaan yang disebabkan oleh truk ODOL tidak terjadi.
Kecelakaan di tol
Terkait jumlah kecelakaan, ujar Arman, Tol Trans-Sumatera jauh lebih sedikit dibanding Tol Trans- Jawa. Pada tahun 2019, di Tol Trans-Sumatera hanya ada 45 kasus kecelakaan, sementara di Tol Trans -Jawa terjadi 250 kasus kecelakaan. Sementara untuk tahun 2020, terdata 23 kasus kecelakaan di Tol Trans-Sumatera, sementara di Jawa Tengah dan Jawa Timur saja sudah ada 262 kasus kecelakaan.
Dari data ini, risiko kecelakaan di Tol Trans- Sumatera jauh lebih rendah. Meski demikian, beragam upaya pencegahan terus dilakukan, termasuk melakukan penertiban terhadap truk ODOL dan memasang alat guna meningkatkan keselamatan pengguna jalan tol.