Kerumunan Saat Pencoblosan Pilkada Kota Magelang Masih Berpotensi Terjadi
Potensi kerumunan saat Pilkada 2020 di Kota Magelang tetap tinggi. Penjadwalan waktu kedatangan calon pemilih diharapkan bisa meminimalkan hal itu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Potensi kerumunan saat hari pencoblosan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020 masih berpotensi terjadi di Kota Magelang, Jawa Tengah. Aktivitas itu rawan terjadi di luar tempat pemungutan suara dan kemungkinan bakal sulit dicegah karena minim pengawasan.
Anggota KPU Kota Magelang dari Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia, Bambang Sarwodiono, mengatakan, sejauh ini, pihaknya sudah membagi calon pemilih dalam enam gelombang. Setiap gelombang terdiri dari 70-80 orang.
Akan tetapi, karena kapasitas TPS terbatas, calon pemilih akan diberikan informasi detail terkait kapan harus datang, memilih, serta meninggalkan tempat itu. Apabila tidak diberikan panduan itu, dikhawatirkan akan banyak orang menunggu di luar TPS.
”Keberadaan pedagang kaki lima di TPS bisa membuat kerumunan semakin tinggi. Untuk itu, kami tidak mungkin mencegah dan melarangnya. Mereka ada di luar TPS sehingga bukan kewenangan kami,” ujar Bambang, Rabu (25/11/2020).
Saat datang ke TPS, Bambang mengatakan, setiap pemilih langsung diminta mencuci tangah dan diukur suhu tubuhnya. Mereka yang bersuhu tubuh 37,3 derajat celsius akan diminta memilih di TPS terpisah. Selain itu, jarak antarpemilih saat mengantre diatur minimal 1 meter dan mereka memakai sarung tangan saat mencoblos.
Sementara itu, sejumlah warga di Kota Magelang, masih ragu memilih. Mereka cemas tertular Covid-19 di TPS. Tuti (45), warga Magelang Tengah, masih takut bertemu banyak orang. Alasannya, beberapa orang yang ia kenal tertular Covid-19.
”Kondisi saat ini sangat rawan. Saat sedang duduk mengantre giliran di TPS, kita tidak pernah tahu apakah orang yang duduk di dekat kita benar-benar sehat atau tidak,” ujarnya.
Menyadari resiko tersebut, dia pun melarang Desa (20), putrinya yang sedang hamil, datang dan memilih di TPS. ”Lebih baik tidak memilih. Kali ini kesehatan dan keselamatan jiwa adalah taruhannya,” ujarnya.