Pelatihan Komunikasi Dua Arah Dibutuhkan untuk Kampanye Pencegahan Tengkes
Selama ini, para petugas promosi kesehatan mengandalkan cara komunikasi satu arah untuk ibu hamil dan ibu menyusui guna memberikan edukasi pencegahan tengkes pada anak.
Oleh
JOHANES GALUH BIMANTARA
·5 menit baca
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Pemandangan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, dari udara pada Selasa (24/11/2020).
MANGGARAI BARAT, KOMPAS —Selama ini, tenaga kesehatan puskesmas di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, rata-rata belum pernah mendapatkan pelatihan komunikasi dua arah untuk mengampanyekan pencegahan tengkes yang mengakibatkan gagal tumbuh anak. Padahal, komunikasi interaktif bisa mendorong perubahan perilaku di tingkat keluarga guna menjaga anak tetap tumbuh sehat.
Petugas gizi Puskesmas Warsawe di Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Dionisius Jehurun, mengatakan, mereka yang bertugas melakukan promosi kesehatan di sana memang mendapat materi penyegaran setiap bulan terkait pencegahan tengkes (stunting). Namun, bentuknya penyampaian materi satu arah dan minim interaksi, antara lain berisi materi definisi, faktor penyebab, dan cara mencegah.
Akhirnya, para petugas promosi kesehatan puskesmas pun menyampaikan ke masyarakat juga secara satu arah. Mereka mencoba membuka sesi tanya jawab kepada ibu hamil dan ibu dengan anak berusia dua tahun ke bawah saat kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu), tetapi sangat jarang yang bertanya. ”Selama ini, kami penjelasan ngomong lisan saja, tanpa ada alat bantu,” ungkap Dionisius, Selasa (24/11/2020), di Mbeliling.
Filnitris Arwiwin Ule, bidan Puskesmas Warsawe, yang juga petugas promosi kesehatan, menambahkan, mereka kerap kesulitan mendapatkan jawaban jujur dari ibu hamil. Ia mencontohkan, saat ditanya apakah meminum tablet tambah darah atau tidak, para ibu hamil rata-rata menjawab, ”Iya.” Namun, sebagian ternyata berbohong karena takut dimarahi. ”Padahal, itu untuk kebaikan mereka juga agar anak tidak tengkes,” ujarnya.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Bidan Puskesmas Warsawe, Filnitris Arwiwin Ule (berdiri, kiri), mengajak ibu dengan anak berusia dua tahun ke bawah bermain kuis untuk mengampanyekan pencegahan tengkes, Selasa (24/11/2020), di Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Tengkes merupakan masalah gagal tumbuh anak berusia di bawah lima tahun karena kekurangan gizi pada seribu hari pertama kehidupan (sejak di dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun). Kondisi ini memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan otak. Anak tengkes juga punya risiko lebih tinggi menderita penyakit kronis saat dewasa.
Zack Petersen dari 1000 Days Fund menyampaikan, tenaga kesehatan puskesmas di NTT rata-rata memang belum pernah dilatih cara menyampaikan edukasi pencegahan tengkes. Karena itu, pihaknya dengan dukungan PT Roche Indonesia mengembangkan Impact Stunting Center of Excellence (ISCE) di Puskesmas Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat.
ISCE berfungsi sebagai tempat bagi bidan dan tenaga kesehatan masyarakat se-Manggarai Barat yang sudah diseleksi untuk dilatih dan diberi alat ajar berbasis bukti sebelum kembali ke fasilitas kesehatan tempat mereka bekerja. Mereka nantinya akan membagikan pengetahuan, alat, dan teknologi terkait pencegahan tengkes secara langsung kepada para warga yang jadi sukarelawan kesehatan, antara lain kader posyandu.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Pembukaan Impact Stunting Center of Excellence (ISCE) yang diinisiasi 1000 Days Fund dan didukung Roche Indonesia, Senin (23/11/2020), di Puskesmas Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
ISCE diresmikan pada Senin (23/11/2020) dan pelatihan dimulai bagi tenaga kesehatan dari seluruh puskesmas di Manggarai Barat yang berjumlah 21 unit. Puskesmas Warsawe mengirimkan Dionisius, Filnitris, dan petugas promosi kesehatan Aleksandri Satrio Jema sebagai peserta. Ketiganya mengaku baru kali itu mendapatkan pelatihan interaktif karena mereka juga diminta mempraktikkan cara menyampaikan kampanye pencegahan tengkes menggunakan alat ajar yang disediakan.
Petersen menekankan, 1000 Days Fund merancang ISCE sebagai wadah para tenaga kesehatan saling berbagi ilmu komunikasi tentang tengkes. Namun, untuk merangsang inovasi mereka, 1000 Days Fund terlebih dulu membagikan sarana-sarana promosi kesehatan hasil pengembangan lembaga swadaya masyarakat ini. Sarana tersebut antara lain poster pintar (smart chart), selimut cerdas, dan alat presentasi yang disertai gambar.
Agar ada interaksi dengan ibu hamil dan ibu yang memiliki anak berusia di bawah dua tahun, 1000 Days Fund mengembangkan kuis berbekal kartu-kartu, dengan poster pintar sebagai papan permainannya. Para ibu akan diminta memilih kartu dan melihat gambarnya, lalu diminta menjelaskan maksud dari gambar itu. Setelah ibu menjawab, tenaga kesehatan akan membantu dengan tambahan informasi.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Zack Petersen dari 1000 Days Fund berdiskusi tentang pencegahan tengkes, Senin (23/11/2020), di Pulau Papagarang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Sebagai contoh, jika ibu hamil membuka kartu bergambar bungkus tablet tambah darah, ia bakal diingatkan agar rutin meminum tablet itu sesuai anjuran tenaga kesehatan dan tidak ”membolos”. Itu guna mencegah ibu hamil mengalami anemia yang kemudian bisa memicu anaknya tengkes.
Kampanye pencegahan
Pada Januari-Juni 2019, lembaga 1000 Days Fund bekerja sama dengan staf Bank Dunia mengampanyekan pencegahan tengkes berbekal poster pintar di 159 rumah di tiga desa yang berlokasi di tiga pulau berbeda di NTT.
Hasilnya, 65 persen wali anak (mayoritas ibu) mampu mendefinisikan tengkes dan 48 persen mampu menjelaskan mengapa pencegahan tengkes penting—meningkat pesat dibandingkan saat awal program, yang hanya 4 persen. Selain itu, 62 persen wali anak menyebutkan, memiliki poster pintar di rumah mereka membantu mengubah perilaku menjadi lebih positif. Zack mencontohkan, perilaku lebih positif antara lain anggota keluarga lebih sering mencuci tangan dengan sabun.
Hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia, angka prevalensi tengkes di Indonesia pada 2019 sebesar 27,7 persen, turun dari 30,8 persen pada 2018. Namun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), prevalensi di atas 20 persen masih tergolong kategori kronis.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Anak-anak pada Senin (23/11/2020) bermain di perairan Pulau Papagarang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Pencegahan tengkes di NTT menjadi perhatian mengingat angkanya sangat tinggi dibandingkan angka nasional, yakni 43 persen.
Prevalensi Indonesia pun masih jauh lebih tinggi dibandingkan Vietnam (19,4 persen) dan Malaysia (17,2 persen). Pemerintah menargetkan angka prevalensi tengkes pada 2024 menjadi 14 persen atau turun 13 poin dari prevalensi 2019 (Kompas, 14/11/2020).
Pencegahan tengkes di NTT jadi perhatian mengingat angkanya sangat tinggi dibandingkan angka nasional, yakni 43 persen. Itu berarti lebih dari 270.000 anak balita di sana mengalami tengkes.
President Director Roche Indonesia Ait-Allah Mejri mengatakan, tengkes merupakan pekerjaan multipihak. Karena itu, guna menjalankan tanggung jawab sebagai bagian dari komunitas, Roche mendanai kegiatan ISCE dan berkomitmen terus mendukung hingga ISCE punya bukti berdampak positif pada pencegahan tengkes.
KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
President Director Roche Indonesia Ait-Allah Mejri saat pembukaan Impact Stunting Center of Excellence (ISCE) yang diinisiasi 1000 Days Fund dan didukung Roche Indonesia, Senin (23/11/2020), di Puskesmas Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.