KPU Kutai Kartanegara Tak Diskualifikasi Edi Damansyah
Komisi Pemilihan Umum Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, memutuskan petahana Edi Damansyah tidak melakukan pelanggaran administrasi, tak seperti yang telah dinyatakan Badan Pengawas Pemilu RI.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, memutuskan petahana Edi Damansyah tidak melakukan pelanggaran administrasi, tak seperti yang telah dinyatakan Badan Pengawas Pemilu RI. Dengan keputusan itu, Edi tidak didiskualifikasi dari pilkada dan melanjutkan tahapan pemilihan selanjutnya.
Ketua KPU Kutai Kartanegara Erlyando Saputra mengatakan, berdasarkan pemeriksaan terhadap fakta-fakta hukum dan pendapat hukum klarifikasi, diputuskan bahwa tidak terjadi pelanggaran administrasi pemilihan oleh Edi Damansyah, calon bupati Kutai Kartanegara.
”Oleh karena itu, terhadap Edi Damansyah tidak dapat dikenai sanksi pembatalan sebagai calon bupati dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Kutai Kartanegara tahun 2020,” ujar Erlyando dalam siaran pers resmi KPU Kutai Kartanegara, Selasa (24/11/2020).
Edi Damansyah adalah Bupati Kutai Kartanegara periode 2019-2021. Ia maju sebagai calon bupati di pilkada Kutai Kartanegara berdampingan dengan Rendi Solihin sebagai calon wakil bupati. Mereka melenggang sebagai calon tunggal dengan dukungan 40 kursi dari 45 kursi di DPRD Kutai Kartanegara.
Keputusan KPU Kutai Kartanegara itu keluar untuk menindaklanjuti surat rekomendasi Bawaslu RI. Surat yang ditandatangani pada 11 November itu merekomendasikan pembatalan Edi Damansyah sebagai peserta pilkada di Kutai Kartanegara. Alasannya, Edi dinyatakan melakukan pelanggaran administratif pemilihan dengan melanggar Pasal 71 Ayat 3 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2020.
Rekomendasi Bawaslu tersebut keluar atas laporan Hendra Gunawan ke Bawaslu RI. Hendra adalah Koordinator Barisan Relawan Kolom Kosong Kutai Kartanegara (Bekokor). Ia melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan Edi Damansyah, seperti pembagian laptop kepada ketua RT dan menyatakan elektabilitasnya sebelum cuti dari jabatannya sebagai Bupati Kutai Kartanegara untuk mengikuti pilkada.
Surat itu diterima KPU Kutai Kartanegara pada 17 November 2020. Sesuai Pasal 140 Ayat 1 UU No 1/2015 sebagaimana diubah melalui UU No 10/2016, KPU menyelesaikan pemeriksaan pelanggaran administrasi pemilu atas rekomendasi Bawaslu sesuai tingkatannya paling lama tujuh hari. Artinya, 24 November adalah tenggat bagi KPU Kutai Kartanegara untuk memproses rekomendasi tersebut.
Erlyando mengatakan, keputusan itu diumumkan di tenggat akhir karena melalui banyak proses. Sebelum membuat keputusan, rekomendasi Bawaslu itu ditindaklanjuti dengan memeriksa dokumen pelanggaran administrasi dari Bawaslu. Pada proses itu, KPU Kutai Kartanegara juga melakukan konsultasi kepada KPU RI di Jakarta dengan didampingi KPU Provinsi Kaltim.
Setelah itu, KPU Kutai Kartanegara melakukan klarifikasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan rekomendasi itu. Klarifikasi tersebut dilakukan kepada Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Bappeda, Disdukcapil, camat, lurah, ketua RT, dan Edi Damansyah selaku terlapor. Langkah itu dilakukan pada rentang waktu 18-20 November.
”Hasil klarifikasi tersebut kemudian dibuat kajian hasil klarifikasi yang disepakati dan diputuskan dalam rapat pleno pada 20 November 2020 di kantor KPU. Hasil itu juga dikonsultasikan kepada KPU RI pada 22 November 2020,” kata Erlyando.
KPU RI menyampaikan agar KPU Kutai Kartanegara segera melakukan rapat pleno untuk memutuskan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu RI tersebut. KPU RI juga mengingatkan agar dalam proses pengambilan keputusan tetap obyektif, sesuai fakta yang ditemukan dalam proses pemeriksaan dan klarifikasi.
Tindak lanjut
Hendra Gunawan selaku pihak pelapor ke Bawaslu RI tidak dapat dihubungi untuk dimintai tanggapan terkait langkah apa yang akan diambil dengan keputusan KPU Kutai Kartanegara tersebut. Namun, sehari sebelum keputusan KPU Kutai Kartanegara, Bekokor bersama sejumlah warga yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Putih Kutai Kartanegara berunjuk rasa dan mengeluarkan pernyataan sikap.
Hasil klarifikasi tersebut kemudian dibuat kajian hasil klarifikasi yang disepakati dan diputuskan dalam rapat pleno pada 20 November 2020 di kantor KPU. Hasil itu juga dikonsultasikan kepada KPU RI pada 22 November 2020. (Erlyando Saputra)
Dalam pernyataan sikap yang dikirim ke Kompas, mereka menyatakan menolak upaya KPU Kutai Kartanegara menggunakan Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2013 Pasal 18 tentang penyelesaian pelanggaran administrasi pemilihan umum yang telah dicabut.
Itu tanggapan mereka atas pernyataan resmi KPU Kaltim yang menyatakan bahwa KPU Kutai Kartanegara memproses rekomendasi Bawaslu dengan melakukan klarifikasi kepada para pihak terkait, termasuk Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Bappeda, Disdukcapil, camat, lurah, dan Edi Damansyah sebagai terlapor.
Hal itu dilakukan berlandaskan Pasal 18 PKPU No 25/2013. Di dalamnya diatur bahwa KPU kabupaten dan kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi bawaslu sesuai dengan tingkatannya. Selain itu, KPU juga menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu.
Mereka berpendapat bahwa peraturan yang seharusnya dipakai dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu RI adalah PKPU No 8/2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.
Dalam Pasal 10 Ayat 1 Huruf i disebutkan, salah satu tugas KPU adalah menindaklanjuti dengan segera putusan Bawaslu atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi dan/atau sengketa pemilu. Selain itu, mereka juga mengutip Pasal 11 Ayat 2 Huruf c yang menyatakan bahwa KPU wajib melaksanakan dengan segera rekomendasi dan/atau putusan Bawaslu mengenai sanksi administrasi pemilihan.
Aliansi Masyarakat Putih juga menyebutkan bahwa mereka akan menempuh jalur hukum jika KPU Kutai Kartanegara tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu RI untuk mendiskualifikasi Edi Damansyah sebagai peserta pilkada. Mereka berencana menggunakan Pasal 193A UU No 10/2016 yang berisi ancaman pidana bagi ketua atau anggota KPU yang melanggar kewajibannya.
Sementara itu, Solikin selaku Tim Hukum Pemenangan Edi-Rendi mengapresiasi keputusan KPU Kutai Kartanegara. Ia mengatakan, rekomendasi Bawaslu itu sempat membuat gaduh pendukung Edi-Rendi karena pilkada di Kutai Kartanegara hanya diikuti calon tunggal.
”Dengan adanya klarifikasi yang dilakukan, KPU telah melakukan fungsinya dengan baik. Itu bentuk kepedulian KPU terhadap demokrasi di Kutai Kartanegara,” kata Solikin saat dihubungi dari Balikpapan.