Kematian akibat Covid-19 di Sumsel Masih Melebihi Angka Nasional
Persentase angka kematian akibat Covid-19 di Sumsel masih melebihi persentase kematian nasional. Hal ini disebabkan minimnya pengujian dan keterlambatan penanganan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Persentase angka kematian akibat Covid-19 di Sumatera Selatan masih tinggi, bahkan melebihi persentase kematian nasional. Hal ini disebabkan masih minimnya tes dan lambatnya penanganan. Situasi ini terus diantisipasi dengan melakukan deteksi dini mulai dari tingkat puskesmas.
Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumsel, per Senin (23/11/2020), dari 9.113 orang yang terkonfimasi positif Covid-19 di Sumsel, sekitar 5,34 persen atau 487 orang meninggal. Dari jumlah tersebut, sekitar 235 orang berada dalam rentang usia 55-69 tahun.
Staf Khusus Bidang Peningkatan Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Jajang Edi Priyatno mengingatkan hal itu dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional di Palembang, Selasa (24/11/2020). Dia mengatakan, Sumsel memang tidak masuk dalam 12 provinsi prioritas penanganan Covid-19. Hal ini menandakan antisipasi yang dilakukan sudah cukup baik. ”Penanganan Covid-19 di Sumsel masih on the track (di jalur benar),” ucapnya.
Namun, menurut Jajang, ada hal yang perlu diperhatikan, yakni persentase kematian di Sumsel cukup tinggi, mencapai 5,34 persen. Angka itu melebihi persentase angka kematian secara nasional, yakni 3,11 persen, dan angka kematian rata-rata global sebesar 2,5 persen. ”Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak,” ujarnya.
Saat ini, lanjut Jajang, proses pemeriksaan diutamakan kepada orang yang bergejala. Sebab, jika dilakukan kepada semua orang, tentu jumlah kasus positif dipastikan akan terus meningkat.
Berdasarkan perhitungan evidensi (pembuktian), kemungkinan terjangkit bisa mencapai 10 persen. ”Misalnya, jika memeriksa 100 orang, sudah pasti ada 10 orang yang positif; jika memeriksa 1.000 orang, sudah pasti akan ada 100 orang yang positif,” ungkap Jajang.
Dengan pemeriksaan seperti itu, sudah dipastikan akan terjadi lonjakan besar. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Ketika kepanikan itu terjadi, risiko penularan akan semakin besar karena penularan Covid-19 tidak hanya karena faktor medis, tetapi juga psikologis.
Menurut dia, penanganan secara dini perlu dilakukan untuk mengurangi potensi kematian di Sumsel. Di sisi lain perlu ada edukasi berkelanjutan kepada masyarakat untuk tetap taat melaksanakan protokol kesehatan dalam menjalankan aktivitas.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nurainy menerangkan, sebagian besar orang yang meninggal karena Covid-19 juga memiliki beragam penyakit komorbid (penyerta) seperti penyakit pernapasan, diabetes, dan darah tinggi. ”Untuk memastikan penyebab pasti kematian, kami sedang melakukan audit mortality. Dari sana baru bisa disimpulkan apa penyebab utama kasus kematian di Sumsel,” ucapnya.
Tidak hanya masyarakat umum, tenaga medis yang menangani langsung kasus Covid-19 juga harus terenggut nyawanya. ”Ada 14 tenaga medis di Sumsel yang meninggal akibat Covid-19 sejak awal pandemi ini merebak di Sumsel pada Maret 2020,” jelas Lesty.
Lesty menambahkan, jika dilihat dari jumlah kasus kematian per hari, Sumsel tergolong masih rendah, yakni tidak lebih dari satu digit. ”Namun, karena proses pemeriksaan yang kurang masif, angka kematian di Sumsel terlihat tinggi,” jelas Lesty.
Dalam Pedoman, Pencegahan, dan Pengendalian Covid-19 revisi ke-5, orang yang diperiksa adalah yang bergejala. Hal ini yang membuat proses pemeriksaan tidak segencar pada awal pandemi lalu.
Walau demikian, lanjut Lesty, langkah antisipasi sudah dilakukan, yakni dengan menerapkan deteksi dini mulai dari puskemas. Setiap petugas kesehatan sudah dibekali kemampuan mengambil sampel tes usap. Ketika ada pasien yang mengalami gejala, petugas akan segera mengambil sampel tes usap, kemudian menyerahkan ke laboratorium terdekat.
Ada 12 laboratorium reaksi berantai polimerase (PCR) yang tersebar di Sumatera Selatan dengan kapasitas 3.000 sampel per hari. ”Dengan kapasitas itu, kami sudah siap melakukan pemeriksaan,” ucapnya.
Kepala Bidang Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Yusri menambahkan, tingginya angka kematian di Sumsel terjadi lantaran terlambatnya penanganan karena pasien takut ke fasilitas kesehatan. ”Ada stigma, jika ke rumah sakit, mereka akan ’di-covid-an’,” jelas Yusri.
Inilah yang membuat banyak pasien baru datang ke rumah sakit setelah keadaannya sudah parah. Karena itu, edukasi harus terus dilakukan untuk memastikan warga mau datang ke fasilitas kesehatan ketika ada gejala.
Persiapan vaksin
Yusri menerangkan, Pemprov Sumsel sudah memetakan orang yang akan disasar apabila vaksin disalurkan, yakni berjumlah 5.675.259 orang. Dengan vaksinasi ini, diharapkan angka kasus positif Covid-19 di Sumsel bisa diredam.
Vaksin terbanyak akan disalurkan ke Palembang untuk 1.109.327 orang. Mereka yang divaksinasi terdiri dari petugas kesehatan, kontak erat, kelompok sektor pelayanan publik, kelompok masyarakat 18-59 tahun, tenaga pendidik, dan pegawai pemerintahan.
Nantinya, vaksinasi bisa dilakukan di setiap fasilitas kesehatan dari tingkat pertama hingga rumah sakit. Yusri menerangkan, tujuan vaksinasi ini adalah menurunkan angka konfirmasi positif, termasuk angka kematian, mencapai kekebalan kelompok, melindungi dan memperkuat sistem kesehatan secara menyeluruh, serta menjaga produktivitas masyarakat.
”Terkait pengirimannya, kami masih menunggu. Kemungkinan awal tahun atau Februari 2021 sudah ada di Sumsel,” ujar Yusri.