Ekspor buah mangga gedong gincu di Jawa Barat masih terganjal sejumlah masalah, dari hama hingga sarana dan prasarana. Padahal, ekspor komoditas unggulan itu dapat menaikkan harga jual petani.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Ekspor buah mangga gedong gincu di Jawa Barat masih terganjal sejumlah masalah, dari hama hingga sarana dan prasarana. Padahal, ekspor komoditas unggulan itu potensial menaikkan harga jual yang selama ini kerap anjlok saat panen raya.
Hal ini terungkap dalam diskusi terarah terkait pengembangan mangga gedong gincu di kedai Kopi Gincu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (24/11/2020). Kegiatan yang digelar Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jabar itu dihadiri, antara lain, petani, Kepala Dinas Tanaman Pangan Jabar Dadan Hidayat, dan anggota DPR RI Komisi VIII, Selly A Gantina.
Mangga gedong merupakan salah satu komoditas unggulan Jabar. Sentra mangga berbentuk bulat ini tersebar di Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan, dan Sumedang. Mangga gedong disebut gincu ketika tingkat kematangannya mencapai 80 persen ke atas.
Produksi mangga gedong pada 2019 diperkirakan 30 persen dari total produksi mangga di Jabar yang mencapai 4,1 juta kuintal. Sejumlah hasil panen tersebut telah dikirim ke sejumlah negara di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Eropa. Namun, belum ada data pasti terkait dengan jumlah ekspor komoditas tersebut.
Dadan mengatakan, salah satu tujuan ekspor yang belum terwujud adalah Jepang dan Korea Selatan. ”Syarat ekspor itu salah satunya free (bebas) lalat buah dan pestisida. Lalat buah bisa merusak 30 sampai 40 persen dari produksi petani,” katanya.
BPTPH Jabar mencatat, saat ini, rata-rata populasi lalat buah yang tertangkap mencapai 10-15 ekor per perangkap per hari di sentra mangga gedong. Ciri mangga terserang lalat buah adalah munculnya ulat. ”Kami sudah mencoba sistem pengendalian hama terpadu, tetapi populasi lalat buah meningkat tajam saat musim hujan,” katanya.
Terbaik
Padahal, menurut Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Ali Effendi, harga jual mangga gedong di Jepang bisa Rp 800.000 sampai Rp 1 juta per kilogram. ”Mangga gedong gincu itu yang termahal di sana. Ini disebut mangga terbaik di dunia. Ini kata orang Jepang,” ucapnya.
Akan tetapi, katanya, lalat buah hanyalah salah satu dari sekian masalah pengembangan mangga gedong di Cirebon. Masalah lainnya adalah jaminan pasokan air, teknologi penjaga mutu mangga, minimnya gudang memadai, rendahnya produktivitas, dan anjloknya harga saat panen raya.
Saat ini, harga mangga gedong gincu di tingkat petani berkisar Rp 10.000 per kg. Padahal, normalnya, bisa mencapai Rp 25.000 per kg. ”Dari dulu begitu. Kami sudah pakai perangkap lalat buah supaya hasilnya bagus. Tapi, kalau panen raya harganya pasti jatuh,” ucap Samin (51), petani mangga di Sedong, Cirebon.
Jangan sampai (mangga) yang bagus diekspor, yang jelek untuk dalam negeri.
Ahmad Abdul Hadi, ekportir mangga gedong asal Cirebon, mengatakan, pemanfaatan ekspor ke Jepang dan negara lainnya dapat meningkatkan harga jual di tingkat petani selama kualitasnya terjaga. ”Kami enggak masalah kalau harga naik di petani karena harga jual ekspor juga naik. Misalnya, kami akan beli di petani Rp 50.000 per kg,” katanya.
Anggota DPR RI Komisi VIII, Selly A Gantina, mendorong pemerintah tidak hanya fokus mengejar ekspor mangga gedong, tetapi juga pasar domestik. Misalnya, setiap hotel menyajikan buah lokal, bukan impor. ”Jangan sampai yang bagus diekspor, yang jelek untuk dalam negeri,” katanya.