Ribuan Anak di Jabar Terpapar Covid-19, Persiapkan Matang Pembelajaran Tatap Muka
Lebih dari 5.000 anak usia sekolah (6-18 tahun) di Jawa Barat terpapar Covid-19. Rencana pembukaan kembali pembelajaran tatap muka perlu dipersiapkan dengan matang untuk mencegah penularan virus korona baru lebih luas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Lebih dari 5.000 anak usia sekolah di Jawa Barat terpapar Covid-19 selama pandemi. Oleh sebab itu, rencana pembukaan pembelajaran tatap muka pada awal tahun depan perlu dipersiapkan dengan matang untuk mencegah penularan virus korona baru lebih luas.
Berdasarkan data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jabar, hingga Senin (23/11/2020) pukul 18.00, jumlah anak usia sekolah (6-18 tahun) yang terpapar Covid-19 mencapai 5.650 orang, terdiri dari 3.077 anak laki-laki dan 2.573 anak perempuan.
Sebanyak 1.302 anak masih dirawat atau menjalani isolasi. Sementara 4.343 anak sembuh dan 5 anak meninggal. Data itu menunjukkan, anak rentan tertular virus korona baru penyebab Covid-19. Oleh sebab itu, pembukaan pembelajaran tatap muka masih berisiko terhadap kesehatan siswa.
Sebelumnya, pemerintah pusat menyerahkan kebijakan pembelajaran tatap muka kepada pemerintah daerah. Syaratnya, melalui perizinan berjenjang, mulai dari sekolah, satuan tugas penanganan Covid-19 di daerah masing-masing, dan orangtua.
Sekretaris Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya mengatakan, kebijakan ini tidak diwajibkan untuk semua sekolah. Sekolah dengan fasilitas protokol kesehatan memadai dipersilakan menerapkannya. Sekolah yang tidak siap jangan memaksakan diri.
Jumlah anak usia sekolah di Jabar yang terpapar Covid-19 mencapai 5.650 orang, terdiri dari 3.077 anak laki-laki dan 2.573 anak perempuan.
”Sekolah harus menyediakan thermogun (pengukur suhu tubuh), fasilitas cuci tangan, dan membatasi jumlah siswa maksimal 50 persen dari kapasitas kelas. Selain itu, memastikan setiap orang di lingkungan sekolah memakai masker,” jelasnya.
Sekolah juga diminta menyediakan ruangan khusus untuk menampung siswa yang bersuhu di atas 37 derajat celsius. Setelah itu, siswa diperiksa oleh petugas puskesmas setempat untuk memastikan apakah siswa menunjukkan gejala terpapar Covid-19 atau tidak.
”Ini langkah untuk mencegah penularan Covid-19. Kami tidak ingin sekolah menjadi kluster baru penularan,” ujarnya.
Wahyu menekankan, meskipun pembelajaran tatap muka telah diizinkan, pertemuan fisik harus diminimalkan. Oleh karena itu, pembelajaran teori tetap dilakukan dalam jaringan. Sementara kegiatan ekstrakurikuler ditiadakan.
”Pembatasan jam belajar dan tanpa waktu istirahat akan dipertimbangkan. Intinya, potensi kerumunan sebisa mungkin diantisipasi,” ujarnya.
Pakar kebijakan pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Cecep Darmawan, menyarankan pembelajaran tatap muka terlebih dahulu diuji coba di beberapa sekolah. Sebab, tidak semua sekolah mempunyai fasilitas memadai untuk menerapkan protokol kesehatan.
”Fasilitas sekolah di perkotaan secara umum cukup baik. Namun, di daerah pelosok masih memprihatinkan,” ucapnya.
Cecep menambahkan, peran orangtua mencegah anak terpapar Covid-19 juga tidak kalah penting. Sebab, potensi penularan tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi juga saat pergi dan pulang sekolah.
”Pihak sekolah, orangtua, pemerintah, dan masyarakat perlu bersinergi untuk memastikan keselamatan siswa,” ujarnya.