Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kasus Tertimbunnya 10 Petambang Ilegal
Polisi akhirnya menetapkan dua tersangka dalam kejadian longsor di lubang tambang ilegal di Sungai Seribu, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Keduanya merupakan pemodal dan kepala mandor para korban.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Lima hari pencarian petambang yang tertimbun di Sungai Seribu, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, belum membuahkan hasil. Dari 10 petambang, baru tiga orang yang dievakuasi. Polisi juga menetapkan dua tersangka atas kejadian tersebut.
Sebelumnya, 10 petambang emas tradisional yang diduga ilegal itu tertimbun longsor di dalam lubang yang mereka gali sendiri. Lubang dengan kedalaman 65 meter itu saat ini berusaha digali lagi oleh petugas gabungan dari TNI, kepolisian dan Badan SAR Nasional juga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kotawaringin Barat.
Tiga petambang yang ditemukan tewas dalam proses evakuasi adalah Yuda (24), Rana Solihat (21), dan Nurhidayat (26). Mereka semua berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Jenazah mereka langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sultan Imanuddin.
Dari informasi yang dihimpun Kompas, tujuh orang yang belum ditemukan adalah Tatan (30), Muharom (22), Reza (20), Susan (25), Bayu (25), Dian (26), dan Mukadir (47). Mereka semua berasal dari Desa Salopa, Kabupaten Tasikmalaya.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Kota Palangkaraya Muhammad Hariyadi mengungkapkan, pihaknya sudah lima hari berada di lokasi dan baru berhasil menemukan tiga korban petambang dalam keadaan meninggal. Sisanya hingga saat ini belum bisa ditemukan.
”Ada banyak faktor yang menjadi kesulitan kami, mulai dari cuaca yang tidak menentu hingga sulitnya masuk ke dalam lubang itu,” kata Hariyadi di Palangkaraya, Senin (23/11/2020).
Hariyadi menjelaskan, lubang dengan kedalaman 65 meter itu memiliki banyak lorong. Namun, karena hujan lebat terus terjadi disertai angin kencang, selama beberapa hari belakangan lubang tersebut dipenuhi air dan lumpur.
Ada banyak faktor yang menjadi kesulitan kami, mulai dari cuaca yang tidak menentu hingga sulitnya masuk ke dalam lubang itu. (Muhammad Hariyadi)
”Kami juga memperhatikan keselamatan petugas di lapangan dalam proses evakuasi. Lubang itu tidak terlalu besar serta penuh air dan lumpur, jadi perlu ekstra-hati-hati,” kata Hariyadi.
Menurut Hariyadi, pihaknya bersama petugas dari sejumlah instansi lainnya terus berupaya mencari sisa korban petambang yang tertimbun longsor. ”Belum ada keputusan untuk menghentikan pencarian,” ujarnya.
Tersangka
Dari kejadian itu, Kepolisian Resor Kotawaringin Barat menetapkan dua tersangka. Mereka adalah kepala mandor dan pemilik lahan tambang emas ilegal tersebut. Polisi menahan Hendra alias Endar (28) selaku kepala rombongan atau mandor dan Riki Fitriyadi (34), warga Kelurahan Raja, Kecamatan Arut Selatan, pemilik lahan sekaligus pemodal para petambang.
Kepala Polres Kotawaringin Barat Ajun Komisaris Besar Devy Firmansyah mengatakan, kedua pelaku kini ditahan di Polres Kotawaringin Barat untuk menjalani penyidikan dan pemeriksaan lanjutan.
Ia menjelaskan peran setiap pelaku. Riki diduga membiayai para petambang yang ia panggil dari Tasikmalaya, sedangkan Hendra merupakan orang yang membawa para korban ke lokasi.
”Pertama kami periksa Hendra terlebih dahulu. Setelah itu langsung kami tetapkan tersangka. Kami kemudian memanggil Riki dan juga menetapkannya sebagai tersangka setelah dimintai keterangan,” ungkap Devy.
Dari para pelaku, Devy melanjutkan, pihaknya menyita sejumlah barang bukti, seperti surat keterangan tanah nomor 593.2/29/KP.PEM tanggal 1 April 2018 atas nama Riki Fitriyadi, satu buah buku catatan keluar masuk keuangan, dan satu buah nota bertuliskan Salopa 2. Polisi juga menyita beberapa peralatan, mulai dari mesin bor hingga beberapa karung berisi batu yang diduga material emas.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 158 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, atau Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.
”Ancaman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 100 miliar,” ujar Devy.