Kasus Covid-19 di Jateng Kian Menyebar ke Tengah dan Selatan
Pada Senin (23/11/2020) sore, tercatat Kota Solo (831), Kabupaten Wonosobo (801), Cilacap (772), Kebumen (713), dan Magelang (568) merupakan daerah dengan jumlah kasus aktif (dirawat/isolasi mandiri) tertinggi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·4 menit baca
WONOSOBO, KOMPAS — Sebaran kasus Covid-19 di Jawa Tengah bergeser ke daerah selatan dan tengah. Dengan begitu, daerah-daerah dengan kasus aktif tertinggi kini tak lagi didominasi wilayah pantai utara. Rendahnya pemahaman dan kesadaran warga menerapkan protokol kesehatan masih menjadi kendala utama.
Berdasarkan data laman informasi Covid-19 setiap kabupaten/kota, Senin (23/11/2020) pukul 17.00, tercatat Kota Solo sebanyak 831 kasus, Kabupaten Wonosobo (801), Cilacap (772), Kebumen (713), dan Kabupaten Magelang (568) ialah daerah dengan jumlah kasus aktif (dirawat/isolasi mandiri) tinggi di Jateng.
Adapun Kota Semarang, yang sebelumnya kerap menjadi daerah dengan kasus aktif tertinggi, berada di urutan keenam dengan 533 kasus aktif, diikuti Kabupaten Boyolali (516), Semarang (512), Purbalingga (477), Kendal (434), dan Kabupaten Banyumas (406). Umumnya, jumlah pasien isolasi mandiri jauh lebih banyak dari pasien yang dirawat.
Sementara itu, menurut data pada laman informasi Covid-19 Pemprov Jateng, Senin (23/11/2020) pukul 12.00, terdapat 48.273 kasus positif kumulatif dengan rincian 7.036 dirawat, 37.936 sembuh, dan 3.301 meninggal. Terdapat 769 penambahan kasus positif dalam 24 jam terakhir.
Sekretaris Daerah Kabupaten Wonosobo One Andang Wardoyo dihubungi dari Semarang, Senin, membenarkan adanya lonjakan kasus positif Covid-19. Menurut dia, terdeteksinya kasus tak terlepas dari gencarnya tracing dan tracking pada kontak erat pasien.
Di sisi lain, kedisiplinan warga juga diakui mengendur. ”Banyak kegiatan yang sifatnya kerumunan, termasuk kegiatan keagamaan seperti pengajian. Saya sudah memerintahkan agar ada evaluasi, apakah perlu pembatasan lebih ketat lagi, misalnya kegiatan hanya maksimal 50 orang,” kata Andang.
Saat ini, lanjut Andang, Wonosobo memiliki lima titik konsentrasi isolasi. Selain itu, ada tiga rumah sakit rujukan, yakni RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo (lini 2) serta RS Islam Wonosobo dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo (lini 3). Kapasitas mencukupi, tetapi sebagian besar pasien tanpa gejala menjalani isolasi di rumah.
Adapun Wonosobo tidak memiliki laboratorium sendiri untuk pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR). ”Pemeriksaan spesimen dilakukan ke Purwokerto, Salatiga, Semarang, Solo, dan Yogyakarta. Hasilnya berkisar 3-4 hari. Padahal, kami berharap sehari bisa keluar hasil. Sebab, sejumlah warga tak disiplin saat menunggu hasil tes usap,” kata Andang.
Andang menuturkan, pihaknya sudah berkirim surat ke Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terkait permohonan mendirikan laboratorium. Menurut dia, tempat sudah tersedia, tetapi pihaknya kesulitan membiayai penyediaan reagen.
Penolakan
Kendala lain dalam pengendalian kasus Covid-19 di Wonosobo adalah banyaknya penolakan dari warga saat hendak dites usap. Tak hanya itu, warga pun enggan memeriksakan diri ke pusat layanan kesehatan karena khawatir dites. Masih ada anggapan bahwa terkena Covid-19 merupakan aib.
”Kami bahkan menemukan ada 13 orang di satu dusun memiliki gejala sama, yakni kehilangan indera penciuman. Namun, mereka tak mau dibawa ke rumah sakit dan tak mau tes usap,” kata Andang.
Andang menambahkan, pihaknya telah membentuk tim reaksi cepat yang bertugas menjadi fasilitator jika ada konflik antara tenaga kesehatan dan warga, seperti saat warga hendak dijemput atau dites usap. Juga ada tim khusus untuk pemulasaran jenazah mengingat pemakaman dengan protokol Covid-19 juga kerap mendapat penolakan dari warga.
Menurut dia, penanganan Covid-19 akan berjalan optimal jika dilakukan bersama-sama dengan daerah-daerah di sekitarnya. ”Karena itu, kami berharap ada pembatasan berskala desa yang diarahkan atau diputuskan pemerintah pusat, bukan kabupaten/kota. Selama ini, setiap daerah seperti berjalan sendiri-sendiri,” lanjutnya.
Pengawasan di bioskop
Sementara itu, ada empat bioskop yang telah dibuka di masa pandemi Covid-19 di Kota Semarang, yakni XXI Paragon, XXI DP Mall, XXI Mall Ciputra, dan XXI Transmart Setiabudi. Keputusan itu telah melalui kajian dan simulasi. Protokol kesehatan wajib diterapkan dan kapasitas dibatasi, kurang dari 50 persen.
Selain itu, pengawasan penerapan protokol kesehatan terus dilakukan. ”Pengawasan (dilakukan dinas kesehatan) bersama dengan Satpol PP dan Disbudpar. (Yang diawasi) kedisiplinan pemberlakuan protokol kesehatan,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam.
Menurut data pada laman informasi Covid-19 Pemkot Semarang, Senin (23/11/2020) pukul 19.20, terdapat 12.745 kasus positif kumulatif dengan rincian 525 orang dirawat, 11.116 orang sembuh, dan 1.104 orang meninggal. Sebagian orang dari data itu merupakan warga luar Kota Semarang.
Pejabat Sementara Wali Kota Semarang Tavip Supriyanto mengatakan, pihaknya terus berupaya menekan potensi bertambahnya kluster keluarga yang dominan. ”Kami tracing terus, terutama pada kelompok rentan, yakni yang memiliki penyakit penyerta, ibu hamil, dan warga lansia,” kata Tavip.