Dhoho Street Fashion Pacu Semangat Perajin Tenun di Tengah Pandemi
Dhoho Street Fashion keenam kembali digelar di Kediri. Selain mempromosikan kain tenun ikat Bandarkidul yang sudah ada sejak masa kolonial, ”event” ini diharapkan memacu semangat perajin tetap berkarya pada masa pandemi.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
KEDIRI, KOMPAS — Peragaan busana berbahan kain tenun ikat buatan perajin di Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur, kembali digelar, Minggu (22/11/2020). Selain mempromosikan kain tenun yang sudah ada sejak masa kolonial, perhelatan kali ini bertujuan memacu semangat perajin agar tetap berkarya di tengah pandemi Covid-19 .
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Dhoho Steet Fashion (DSF) Ke-6 diselenggarakan di depan Goa Selomangleng, lereng Gunung Klotok, Kelurahan Pojok, Mojoroto. Selomangleng diyakini sebagai tempat pertapaan Dewi Kilisuci,putri mahkota Airlangga tahun 970 Masehi. Kala itu, Sang Dewi berhening memohon agar Kediri diberi keselamatan dari marabahaya.
Mengambil tema ”Energy of Kilisuci” kegiatan kali ini dilaksanakan tertutup dengan protokol kesehatan. Pelaksanaannya hibrida antara fisik dan virtual. Tidak ada penonton, jumlah peserta dan karya yang dipamerkan juga dibatasi, tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
”Pernah tebersit untuk tidak menyelenggarakan (DSF 2020), tetapi di sisi lain kami harus berpikir untuk tetap melaksanakan hal positif guna mengangkat ekonomi. Kondisi ekonomi tahun 2020 berat, termasuk untuk UMKM,” kata Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri—selaku penyelenggara—Ferry Silviana Abu Bakar.
Hadir pada kesempatan ini, antara lain, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar, anggota Komisi VI DPR Abdul Hakim Bafagih, Ketua Dekranasda Jawa Timur Arumi Emil Dardak, dan bintang tamu Puteri Indonesia 2020 Roro Ayu Maulida Putri.
DSF 2020 menghadirkan sejumlah desainer Ibu Kota dan lokal, di antaranya Prio Oktaviano, Era Soekamto, Samira M Bafagih, SMKN 3 Kediri, Luxe Caesar Boutique, Azzkasim, dan Numansa Batik Dermo.
Menurut Ferry, akibat pandemi, ada UMKM yang ambruk, kemudian bangkit lagi. Namun, ada juga UMKM yang tidak bisa bangkit lagi. Di Kota Kediri saat ini terdapat 12 UMKM tenun ikat dengan jumlah perajin (karyawan) mencapai ratusan orang. Mereka tersebar di tiga kelurahan, yakni Bandar Kidul, Bandar Lor, dan Campurejo.
Abdullah Abu Bakar mengatakan, pihaknya berupaya mengajak perajin bersama-sama melestarikan tenun dengan cara mengembangkan industri ini dari hulu sampai hilir. Peragaan busana ini diharapkan bisa menjadi penanda perkembangan tenun ikat Kediri sekaligus mengungkit perekonomian di Kediri dan Jawa Timur.
”Banyak yang harus dijajaki dan dipelajari bersama. Dari sini, ide ini muncul, kemudian kami panggil desainer untuk menciptakan pola baru sehingga tenun ikat bisa menjadi andalan Kediri dan Jawa Timur. Kami akhirnya mengedukasi, tidak hanya kepada perajin, tetapi juga siswa SMK di Kediri,” ucapnya.
Khofifah Indar Parawansa mengatakan, DSF menjadi kekuatan bersama guna menyinegikan produktivitas. ”Menurut saya, ini kekuatan. Di saat pandemi Covid-19, bisa menjadi energi untuk terus bangkit dan bergerak,” katanya.
Cara-cara virtual, menurut Khofifah, tidak memiliki batasan. Dia berharap semua pihak bisa memviralkan perhelatan ini ke semua jaringan agar mereka tahu bahwa semangat untuk terus bangkit, produktif, kreatif, dan inovatif pada masa pandemi tetap berlangsung.
Menurut Khofifah, dari sisi fashion, Indonesia sudah masuk dua besar global Islamic economy. ”Dari tempat ini, saya punya harapan besar bahwa kekuatan DSF akan jadi pintu masuk (pasar global) untuk pengembangan, khususnya halal fashion,” ujarnya.
Sejumlah perajin mengakui, selama pandemi ada penurunan permintaan dari konsumen. Mereka pun berupaya menyesuaikan dengan kondisi, termasuk membuat produk yang saat ini banyak dibutuhkan berupa masker kain tenun. Selama ini, perajin tenun ikat Kediri dikenal menghasilkan sarung goyor yang penjualannya sampai ke Timur Tengah dan produk kain tenun lainnya.
Ketua Kelompok Usaha Bersama Tenun Ikat Bandar Kidul Heri Tri Santoso mengatakan, salah satu kendala yang sering dihadapi oleh perajin saat ini adakah ketersediaan bahan baku benang. Jumlah pengusaha tenun ikat sendiri berkurang dari semula 14 orang kini tinggal 12 orang.