Daratan Sultra Berpotensi Tinggi Terdampak Cuaca Ekstrem
Cuaca ekstrem berpotensi tinggi terjadi di sejumlah wilayah daratan di Sulawesi Tenggara. Pemerintah daerah diharap bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologis.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Cuaca ekstrem berpotensi terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara dalam sepekan ke depan. Curah hujan lebat, disertai angin puting beliung, bisa terjadi di sejumlah daerah, khususnya bagian daratan ”Bumi Anoa”. Daerah diharapkan bersiap dan melakukan antisipasi dini menghindari terjadinya korban jiwa.
Pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sultra, cuaca ekstrem berpotensi terjadi selama satu pekan di sejumlah wilayah Sultra. Hujan dengan intensitas lebat disertai angin kencang tersebut bisa mengakibatkan sejumlah bencana hidrometeorologis.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Ramlan menjelaskan, potensi cuaca ekstrem secara umum merata di seluruh wilayah Sultra. Meski demikian, pontesi besar cuaca yang berdampak pada bencana hidrometeorologis bisa terjadi di daerah daratan Sultra.
”Daerah seperti Konawe Utara, Kolaka Utara, Kolaka, dan Kendari berpotensi terjadi curah hujan lebat disertai angin kencang. Kondisi ini bisa mengakibatkan bencana, seperti banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, dan pohon tumbang,” kata Ramlan, di Kendari, Sultra, Minggu (22/11/2020).
Potensi cuaca ekstrem ini, Ramlan menjelaskan, terjadi akibat adanya sirkulasi cuaca siklonik di wilayah Laut Banda. Kondisi ini membentuk daerah perlambatan kecepatan angin sehingga meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah sirkulasi siklonik tersebut di wilayah Sulawesi Tenggara.
Selain itu, kondisi ini juga diperkuat oleh aktifnya fenomena gelombang Rossby Ekuatorial. Gelombang Rossby ini memindahkan udara dingin di kutub ke daerah tropis, juga udara hangat di tropis ke kutub.
”Selain itu, juga ada fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang Kelvin di wilayah Indonesia sepekan ke depan. Secara global, pengaruh La Nina juga mulai ada. Kami takut itu semua akan saling berpengaruh dan membuat cuaca semakin memburuk,” ucap Ramlan. ”Untuk peringatan cuaca per hari ini juga telah kami sampaikan ke daerah-daerah,” katanya.
Oleh sebab itu, ia melanjutkan, pihaknya terus memantau kondisi cuaca, baik regional maupun per daerah. Hal ini sebagai antisipasi dini terjadinya perubahan cuaca sekaligus agar informasi perubahan cuaca yang terjadi segera bisa disampaikan ke daerah-daerah. Dengan demikian, pemerintah setempat bisa segera mengambil langkah antisipasi agar tidak terjadi korban saat cuaca ekstrem melanda.
Kepala Bidang Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Konawe Utara Jasmidi menyampaikan, pihaknya saat ini terus bersiaga menghadapi bencana. Sebelumnya, telah dilakukan apel siaga dalam menghadapi bencana akibat fenomena La Nina.
”Potensi cuaca ekstrem yang bisa terjadi sepekan ke depan telah kami peroleh juga. Kami telah menyiagakan 35 personel BPBD yang siap bertugas jika ada bencana. Selain itu, dari instansi lain juga telah bersiap untuk turun membantu saat bencana melanda. Kami tentu berharap bencana tidak terjadi, tapi kesiagaan selalu penting dilakukan,” ucapnya.
Kesiagaan selalu penting dilakukan. (Jasmidi)
Persiapan dan kesiagaan, tutur Jasmidi, telah dilakukan dengan penyiapan alat hingga sosialisasi ke masyarakat. Sosialisasi dilakukan baik di daerah permukiman di daratan maupun warga di pesisir. Terlebih lagi, 70 persen wilayah Konut adalah garis pantai yang rentan akan dampak dari gelombang tinggi atau angin kencang.
”Kami mulai sosialisasi ke warga bahaya situasi yang akan terjadi. Bagaimana angin kencang, hujan deras, atau gelombang tinggi yang bisa terjadi. Tidak hanya di pesisir, tetapi juga di daratan karena bisa saja terjadi hujan deras atau angin kencang di wilayah daratan,” ucapnya.
Daerah Konawe Utara adalah daerah yang rentan terjadi bencana, khususnya banjir bandang atau tanah longsor. Banjir bandang pada 2019 membuat 841 keluarga hingga saat ini masih menetap di hunian sementara. Mereka adalah warga yang kehilangan rumah akibat terjangan banjir.
Sebagian besar warga telah menetap di huntara tersebut dan akan menyusul warga yang masih menumpang di rumah keluarga. Meski demikian, untuk hunian tetap belum ada pembangunan pada tahun ini. Pembangunan direncanakan pada 2021 dengan menunggu anggaran pemerintah pusat.
Setelah itu, banjir kembali melanda pada 2020 ini. Terhitung, banjir datang dua kali dalam satu tahun yang membuat warga terdampak semakin terpuruk. Daerah ini juga merupakan daerah dengan izin pertambangan nikel terbanyak di Sultra. Pembukaan hutan skala besar-besaran terus terjadi dan dampaknya nyata pada kerusakan lingkungan.