Warga lereng Gunung Merapi di Desa Sengi, Kabupaten Magelang, siap siaga menghadapi kemungkinan terburuk erupsi Merapi. Berkaca dari pengalaman tahun 2010, kini mereka mulai menyiapkan kebutuhan jika mesti mengungsi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·5 menit baca
Peningkatan status aktivitas Gunung Merapi menjadi Siaga (Level III), Kamis (5/11/2020), menjadi lonceng pengingat bahaya bagi warga yang menghuni lerengnya. Berkaca dari kacaunya evakuasi saat erupsi 2010, warga kini lebih siaga. Mereka menyiapkan hal penting untuk situasi darurat.
Tri Totok Hernanto, kepala Dusun Ngampel, Desa Sengi, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, langsung mengumpulkan enam ketua RT di Dusun Ngampel begitu mengetahui peningkatan status Gunung Merapi (Level III). Kepada seluruh ketua RT, ia berpesan supaya menyiapkan uang kas RT untuk tabungan kebencanaan.
“Uang tabungan harus segera disiapkan sehingga pada saat harus mengungsi nanti, setidaknya setiap RT memiliki tabungan Rp 1 juta,” ujar Totok, Rabu (18/11/2020). Desa Sengi sebenarnya tidak masuk zona bahaya 5 kilometer dari puncak Merapi yang direkomendasikan untuk mengungsi. Namun, menurut Totok, mereka harus tetap bersiaga.
Selain setiap RT, tabungan Rp 1 juta juga diminta disiapkan dari dana kas dusun. Dengan begitu, total dana yang terkumpul mencapai Rp 7 juta. Menurut Totok, nilai tabungan Rp 7 juta tersebut ditetapkan dengan pertimbangan bahwa uang tersebut harus bisa dipakai untuk menyelamatkan 700 jiwa di Dusun Ngampel.
“Dengan uang Rp 7 juta di tangan, setidaknya 700 jiwa, warga Dusun Ngampel, tidak akan kelaparan selama satu hari pertama di lokasi pengungsian,” ujarnya. Dengan uang tersebut, setiap jiwa bisa setidaknya mendapat jatah Rp 10.000 untuk makan dua kali dalam sehari.
Tabungan sebagai bekal uang makan tersebut, menurut Totok, disiapkan sebagai upaya mengantisipasi kemungkinan terburuk, saat lokasi pengungsian yang dituju tidak siap dan tidak memiliki bahan makanan yang cukup. Bekal uang sengaja disiapkan karena dia melihat banyak warga desa lain yang sudah mengungsi, masih ada yang kekurangan makanan.
“Beberapa waktu lalu, sejumlah warga desa lain mengeluh kekurangan beragam berbagai kebutuhan hidup, termasuk makanan, sehingga terpaksa sibuk mencari sumbangan,” ujarnya.
Uang tabungan tersebut nantinya akan dibelanjakan saat mereka sudah benar-benar direkomendasikan untuk mengungsi. Selain untuk makanan, uang itu juga akan dipergunakan untuk berbagai kebutuhan mendesak lain saat tinggal di pengungsian.
Tas siaga bencana
Desa Sengi terdiri dari delapan dusun, dengan luas wilayah berjarak sekitar 5,5-7 kilometer dari Gunung Merapi. Desa ini menjadi salah satu dari 19 desa yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) III erupsi Gunung Merapi.
Jika Dusun Ngampel berinisiatif mengalokasikan uang tabungan, warga Dusun Gowok Sabrang, yang juga berada di Desa Sengi, berupaya mempersiapkan diri dengan mulai menyiapkan setidaknya satu tas siaga bencana per keluarga.
Satu tas tersebut, berisi antara lain surat-surat berharga, mulai dari sertifikat tanah, surat nikah, beragam ijazah, baju-baju, dan makanan ringan seadanya. Isi tas lainnya yang harus disiapkan antara lain peralatan makan dan mandi.
“Semua kebutuhan penting harus disiapkan, sehingga setidaknya, warga tetap bisa aman, bertahan hidup selama satu hingga dua hari,” ujar Kadus Gowok Sabrang, Timbul Fathoni.
Instruksi untuk menyiapkan tas siaga bencana ini datang langsung dari pemerintah Desa Sengi. Sejak Kamis (5/11/2020), hal itu sudah disampaikan Timbul pada seluruh warga. Saat ini, lebih dari 60 persen dari 211 keluarga sudah mematuhi instruksi tersebut dan menyiapkan satu tas siaga bencana.
Upaya menyiapkan tas ini juga sudah dilakukan Halimah (22) dan suaminya Wahyu Ade Saputra (24). Tak sekadar menyiapkan tas untuk mereka sendiri, keduanya juga menyiapkan tas bagi orangtua Wahyu, Sarwoto (53) dan Sukiyati (52), yang kebetulan juga bertempat tinggal di belakang rumah mereka.
Upaya menyiapkan tas tersebut, menurut Halimah, sudah dilakukan sejak Kamis (5/11/2020) lalu. “Setelah menyiapkan, saya juga masih terus berusaha mengingat dan mengecek agar tidak ada yang terlupa,” ujarnya.
Selain menyiapkan tas, Wahyu mengatakan, dirinya juga menyiapkan empat sepeda motor di rumahnya dan rumah ayahnya, selalu dalam posisi menghadap jalan. Beberapa hari terakhir, dia juga terus mengecek dan memperbaiki semua kerusakan, sehingga saat dibutuhkan, semua sepeda motor dalam keadaan siap jalan.
Dia juga memastikan bahan bakar minyak (BBM) di masing-masing sepeda motor selalu terisi penuh. “Setiap sore saya selalu mengecek kondisi BBM dan selalu mengisi kendaraan yang kondisi BBM-nya kurang penuh,” ujarnya.
Dusun Gowok Sabrang adalah dusun terakhir di Desa Sengi yang berbatasan dengan Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Dusun ini hanya berjarak sekitar 5,5 kilometer dari Gunung Merapi. Saat cuaca cerah, dari dusun ini, pemandangan Gunung Merapi bisa terlihat sangat jelas.
Kesiapsiagaan warga dengan menyiapkan tabungan dan tas siaga bencana ini sengaja dilakukan becermin dari pengalaman buruk saat erupsi Merapi tahun 2010. Warga saat itu kebingungan saat erupsi terjadi.
Timbul mengatakan, tas siaga bencana yang juga sudah disiapkan warga dusunnya, bernilai sangat penting. Sebab, saat situasi gawat terjadi, warga seringkali tidak bisa berpikir jernih dan hanya terburu-buru menyelamatkan diri.
Terbukti pada 2010, erupsi besar yang mengejutkan membuat banyak warga bahkan tidak sempat mengambil barang-barang yang dibutuhkan. “Jangankan surat berharga, sebagian warga bahkan juga tidak sempat mengambil dan membawa baju ganti selain yang dikenakan saat itu,” ujarnya.
Pada 2010, hampir semua dusun di Desa Sengi dicekam kepanikan dan ketakutan luar biasa karena saat itu, untuk pertama kalinya warga melihat seluruh permukaan Gunung Merapi merah membara. Pemandangan itu terlihat jelas karena erupsi terjadi di malam hari.
Totok mengatakan, situasi yang mendebarkan dan menciutkan nyali tersebut, membuat warga panik dan kebingungan untuk menyelamatkan diri. “Beberapa warga masih berusaha membawa barang dan menyelamatkan diri. Namun, karena demikian bingung dan panik, mereka seringkali salah mengambil barang. Ada yang ingin buru-buru mengambil kunci sepeda motor, namun setelah keluar rumah dia baru menyadari yang dipegang adalah remote televisi,” ujarnya.
Sebagian orang juga pergi ke luar rumah dalam kondisi tidak membawa uang cukup. Sekadar ingin menyelamatkan diri dengan menumpang kendaraan warga lain. Akhirnya, sebagian warga akhirnya terpisah dari keluarga. Bahkan, ada yang terbawa hingga Kecamatan Grabag, yang berjarak lebih dari 25 kilometer dari rumahnya.
Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, Totok mengatakan, sedari kini, dia sudah mendata jumlah warga dari kelompok rentan dan kendaraan yang bisa digunakan untuk mengangkut warga ke lokasi pengungsian.
Adapun untuk lokasi pengungsian, seturut konsep desa bersaudara yang diatur Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, warga Dusun Ngampel nantinya akan mengungsi di Desa Tirtosari, Kecamatan Sawangan.
Pengalaman adalah guru terbaik. Belajar dari kejadian erupsi 2010, warga kini sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk.