Rekomendasi Bawaslu soal Diskualifikasi Calon Bupati Sudah Diterima, KPU Kukar Lakukan Proses Klarifikasi
KPU Kutai Kartanegara akhirnya menerima surat dari Bawaslu RI yang merekomendasikan pembatalan calon bupati Edi Damansyah sebagai peserta Pilkada 2020. KPU Kukar punya waktu hingga 27 November untuk untuk memprosesnya.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Kutai Kartanegara akhirnya menerima surat dari Badan Pengawas Pemilu RI yang merekomendasikan pembatalan calon bupati Edi Damansyah sebagai peserta Pilkada 2020 pada 17 November. Rekomendasi itu akan ditindaklanjuti dan diputuskan paling lambat tanggal 24 November 2020.
Hal itu disampaikan Ketua KPU Kaltim Rudiansyah ketika dihubungi dari Balikpapan, Sabtu (21/11/2020). Ia mengatakan, surat rekomendasi itu semula diberikan Bawaslu kepada KPU untuk diteruskan kepada KPU Kutai Kartanegara. Bawaslu menerbitkan surat itu tanggal 11 November dan diterima KPU Kutai Kartanegara pada 17 November.
”Saat ini, KPU Kutai Kartanegara sedang dalam proses klarifikasi kepada para pihak terkait, termasuk Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Bappeda, Disdukcapil, camat, lurah, dan terlapor,” ujar Rudiansyah.
Hal itu dilakukan berlandaskan Pasal 18 Peraturan KPU No 25 Tahun 2013. Di dalamnya diatur KPU Kabupaten dan Kota wajib menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu dengan mencermati kembali data atau dokumen sebagaimana rekomendasi bawaslu sesuai dengan tingkatannnya. Selain itu, KPU juga menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bawaslu RI mengeluarkan surat rekomendasi itu setelah memproses laporan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Edi Damansyah dalam pilkada di Kutai Kartanegara. Edi adalah Bupati Kutai Kartanegara 2019-2021. Ia maju dalam Pilkada 2020 Kutai Kartanegara sebagai calon bupati berdampingan dengan Rendi Solihin. Mereka melenggang sebagai calon tunggal dengan dukungan 40 kursi daro 45 kursi di DPRD Kutai Kartanegara.
Edi dilaporkan oleh Hendra Gunawan, Koordinator Relawan Kolom Kosong Kutai Kartanegara (Bekokor). Hendra mengatakan telah melaporkan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan Edi ke Bawaslu Kutai Kartanegara, Bawaslu Kaltim, hingga Bawaslu RI.
Rekomendasi Bawaslu RI yang keluar itu adalah tindak lanjut atas laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilihan di Pilkada Kutai Kartanegara. Salah satunya terkait penggunaan fasilitas pemerintah daerah demi kepentingan Edi untuk maju dalam Pilkada 2020.
”Petahana melakukan kampanye sebelum masa kampanye. Itu dilakukan saat melakukan peresmian Jalan Oloy di Kecamatan Muara Muntai. Beliau menyatakan elektabilitasnya dan (mengatakan) ingin menang saat Pilkada 2020,” ujar Hendra.
Mendengar kabar bahwa ada rekomendasi diskualifikasi, Ketua Tim Pemenangan Edi-Rendi, Husni Thamrin, mengatakan, pihaknya akan mengikuti prosedur yang dilakukan KPU Kutai Kartanegara. Kajian dan langkah hukum lanjutan sudah mereka siapkan jika ada yang merugikan kliennya.
”Kami akan mengambil tindakan hukum lainnya yang dimungkinkan oleh undang-undang setelah semua jelas dan jika ada keputusan yang merugikan paslon Edi-Rendi,” ujar Husni dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Tata cara
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda, Herdiansyah Hamzah, mengatakan, ada yang janggal terkait tindak lanjut KPU Kutai Kartanegara dalam memproses rekomendasi Bawaslu RI. Menurut dia, KPU Kutai Kartanegara tak perlu melakukan proses klarifikasi lagi.
Ia menilai, tata cara penanganan pelanggaran adminiatrasi pilkada, yang menjadi kewenangan mutlak Bawaslu, sudah diatur secara eksplisit dalam Perbawaslu Nomor 8 Tahun 2020. Jadi, KPU seharusnya tidak perlu melakukan upaya menggali, mencari, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk kelengkapan dan kejelasan pemahaman laporan pelanggaran administrasi pemilu, sebagaimana disebutkan dalam PKPU tersebut.
KPU mestinya hanya dalam kapasitas memeriksa kelengkapan dokumen secara administratif sebagai landasan untuk mengambil keputusan. (Herdiansyah)
”Dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu, KPU masih menggunakan ketentuan Pasal 18 PKPU Nomor 25 Tahun 2013 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilihan Umum. Padahal, kita tahu PKPU tersebut sudah tidak relevan lagi karena dalam konsideran menimbang masih mengacu pada UU yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Apalagi, PKPU tersebut memang spesifik diperuntukkan bagi pengaturan pelanggaran administrasi pemilu, bukan pilkada,” kata Herdiansyah.
Terkait proses klarifikasi KPU Kutai Kartanegara kepada sejumlah pihak, Herdiansyah menilai hal ini tak perlu dilakukan KPU. Sebab, kewenangan untuk membuat kajian dan klarifikasi atas pelanggaran mutlak ada di tangan Bawaslu. Proses itu sudah dilakukan Bawaslu sebelum mengeluarkan rekomendasi.
”KPU mestinya hanya dalam kapasitas memeriksa kelengkapan dokumen secara administratif sebagai landasan untuk mengambil keputusan. Kalaupun ada masalah dalam rekomendasi Bawaslu nantinya, mekanisme kontrol dan evaluasinya ada dalam sistem peradilan setelah rekomendasi itu dijalankan,” ujar Herdiansyah.