Lokasi Rawan dan Drainase Buruk Picu Banjir di Kota Padang
Selain curah hujan tinggi, lokasi rawan dan drainase yang buruk turut memicu banjir di sejumlah titik Kota Padang yang selalu terjadi setiap tahun. Warga berharap ada perbaikan drainase.
PADANG, KOMPAS — Selain curah hujan tinggi, lokasi rawan dan drainase yang buruk turut memicu banjir di sejumlah titik Kota Padang setiap tahun. Warga mengharapkan ada perbaikan drainase untuk mengurangi dampak banjir karena mereka tidak mungkin pindah rumah.
Banjir yang dipicu lokasi rawan dan drainase yang buruk setidaknya terjadi di komplek perumahan Jondul Rawang, Kelurahan Rawang dan RW 007, Kelurahan Alai Parak Kopi. Setiap hujan deras selama berjam-jam, banjir hampir selalu merendam puluhan hingga ratusan rumah yang di wilayah Kecamatan Padang Selatan dan Kecamatan Padang Utara itu.
Adek (47), warga Blok A1, Jondul Rawang, Minggu (16/11/2020), mengatakan, banjir selalu datang setiap tahun di kompleks perumahan tersebut. Sejak Juli 2020, setidaknya tiga kali terjadi banjir relatif besar, sedangkan banjir biasa sudah tak terhitung.
Banjir paling besar dalam tahun ini, menurut Adek, terjadi pada 10 September 2020 dini hari. Hujan deras lebih dari tiga jam memicu banjir di kompleks tersebut. Di dalam rumah Adek, ketinggian air sekitar 50 centimeter sedangkan di jalan depan rumah, banjir mencapai 1 meter. Air tidak masuk ke rumah dari halaman atau jalan, melainkan air merembes dari lantai rumah.
”Kasur, sofa, lemari, kulkas, dan perabot lainnya basah. Tidak tahu mau ditaruh di mana. Di dalam rumah banjir. Di luar rumah, banjir lebih tinggi lagi. Kami tidak bisa tidur malam itu, berjaga di atas meja di depan rumah sampai pagi,” kata Adek.
Kompas mencatat, setidaknya terjadi tiga kali banjir relatif besar di Kota Padang selama 2020, yaitu pada 8 Juli, 10 September, dan 23 September.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang melaporkan, pada 10 September, banjir terjadi di enam kelurahan, yaitu Padang Selatan, Bungus Teluk Kabung, Lubuk Begalung, Padang Barat, Padang Timur, dan Padang Utara, dengan tinggi sekitar 40 sentimeter hingga 1 meter.
Baca juga: Hujan Deras Picu Banjir dan Longsor di Kota Padang
Di Padang Selatan, banjir merendam Kompleks Jondul Rawang di Kelurahan Rawang; Kelurahan Ranah Parak Rumbio; Kelurahan Air Manis; dan area belakang Kantor Koramil 03/Padang Selatan, Kelurahan Mata Air.
Kemudian di Bungus Teluk Kabung, banjir terjadi di Perumahan Bungus Jurai Permai, Kelurahan Bungus Barat; Jalan Koto Gadang; dan Kelurahan Bungus Timur. Di Padang Timur, banjir melanda Kelurahan Jati.
Di Lubuk Begalung, banjir menggenangi Jalan By Pass Simpang 4; Kelurahan Banuaran Nan XX; Jalan Batuang Taba, Arai Pinang, Kelurahan Pagambiran Ampulu Nan XX; dan Kelurahan Parak Laweh.
Di Padang Barat, banjir terjadi di Simpang 6, Kelurahan Kampung Pondok. Sementara itu, di Padang Utara, banjir melanda Jalan Gajah Mada, Kelurahan Alai Parak Kopi.
Menurut Adek, banjir di lokasi tersebut sudah terjadi sejak awal kompleks perumahan itu dibangun tahun 1984. Perempuan yang lahir dan dibesarkan di Kelurahan Rawang itu membeli rumah itu dari tangan kedua tahun 2000.
Ia tergiur membeli rumah itu karena ingin punya aset yang dekat dengan rumah orangtuanya. Rumah itu juga dijual murah oleh pemilik sebelumnya karena tidak tahan menghadapi banjir.
Adek menjelaskan, banjir di sekitar rumahnya tidak terlepas dari lokasinya yang rawan. Kompleks perumahan dibangun di lahan bekas rawa, sawah, dan kebun rumbia. Ia menilai pengembang salah memilih lokasi perumahan karena lahan mengalami penurunan tanah setiap tahun. Selain itu, lokasinya yang rendah membuat air dari kawasan perbukitan dan daerah tinggi lainnya juga mengalir semua ke kawasan itu.
Rumah itu juga dijual murah oleh pemilik sebelumnya karena tidak tahan menghadapi banjir. (Adek)
”Masyarakat telanjur membeli rumah. Sudah banyak orang pertama beli pindah. Rumah saya ini sudah tangan ketiga,” ujar Adek.
Adek pun sejak 2010 sudah dua kali meninggikan rumahnya dengan total setinggi 1,5 meter, tetapi masih saja terkena banjir. Genangan air di dalam rumah tidak langsung berasal dari luapan banjir di halaman tetapi merembes dari bawah lantai.
Selain lokasi yang rawan, kata Adek, banjir diperparah pula oleh saluran drainase yang buruk. Dua saluran drainase selebar sekitar 1,5 meter tidak mampu menampung debit air ketika hujan deras. Di arah hilir, saluran drainase mengecil dan sering tersumbat oleh sampah sehingga air tertahan di Jondul Rawang.
Menurut Adek, dampak banjir bisa dikurangi apabila saluran drainase diperbaiki. Sejauh ini yang dilakukan pemerintah baru mengeruk saluran drainase dan meninggikan jalan di arah hilir. Dampak pengerukan saluran drainase tidak signifikan sedangkan peninggian jalan di arah hilir justru membuat banjir di depan rumah Adek semakin tertahan.
Adek sebenarnya ingin sekali pindah dari kompleks perumahan ini. Namun, sejauh ini belum ada yang mau membeli rumahnya sesuai harga yang ia inginkan. Adek mengaku ia dan keluarganya lelah dan repot harus begadang, menyelamatkan perabotan, menyedot banjir dengan pompa, dan membersihkan rumah setiap kali banjir melanda. Tak terhitung berapa perabotan rumah yang rusak akibat banjir.
Pengalaman tidak jauh berbeda juga disampaikan Wirdan (45), warga Blok A1, Jondul Rawang. Pada 10 September 2020, banjir mencapai 1,2 meter di dalam rumah tempat ia dan keluarga mengontrak. Sama seperti Adek, banjir di rumah berasal dari rembesan di bawah lantai rumah.
”Banjir datang mendadak tengah malam. Kasur, kulkas, mesin cuci, mesin parutan kelapa, kompor, sepeda motor, buku anak-anak basah semuanya. Pakaian kotor kena air bercampur lumpur,” kata Wirdan, Minggu.
Baca juga: Banjir Rendam 500 Rumah di Kota Padang
Wirdan baru dua tahun terakhir mengontrak di rumah itu dan selalu terkena banjir. Sebelumnya, ia dan keluarga mengontrak di sejumlah rumah di Jondul Rawang sejak 2008. Selama tinggal di Jondul Rawang Wirdan selalu terkena banjir setiap tahun tetapi di rumah yang ditempatinya dua tahun terakhir ini ia merasakan banjir paling parah.
Menurut Wirdan, dirinya, suami, dan tiga anaknya sebenarnya lelah menghadapi banjir tiap tahun. Namun, keluarganya tidak mungkin pindah ke tempat lain. Jondul Rawang dekat dengan Pelabuhan Teluk Bayur tempat berlabuh kapal tempat bekerja suaminya. Sementara itu, sekolah anak-anaknya juga dekat dari rumah dan punya banyak teman di sana. ”Kalau pindah, anak-anak harus adaptasi lagi,” ujar Wirdan.
Sementara itu, Anto (33), warga RW 007, Kelurahan Alai Parak Kopi, mengatakan, rumahnya terendam banjir hampir setiap hujan deras. Banjir terakhir kali merendam Sabtu (14/11/2020) malam. Hujan sekitar satu jam memicu genangan air di dalam rumah setinggi 10 cm dan di jalan 30 cm. Rumah Anto sekitar 50 meter dari Jalan Gajah Mada dekat Simpang Alai yang juga sering terendam banjir.
Faktor utama banjir selain hujan adalah saluran drainase yang buruk. (Anto)
”Dalam tahun ini, sudah tidak terhitung berapa kali banjir. Pada Oktober saja terjadi empat kali banjir besar dengan tinggi 80 centimeter di dalam rumah. Pada 10 September, banjir sampai 1 meter di dalam rumah,” kata Anto, yang lahir dan besar di rumah itu. Berbagai perkakas rumah yang dihuni 17 orang itu, seperti kursi, lemari, kasur, kipas angin, dan mesin cuci, basah terendam banjir.
Menurut Anto, selain wilayah di sekitar rumah termasuk rendah karena dulu bekas sawah, faktor utama banjir selain hujan adalah saluran drainase yang buruk. Anto menilai sejak parit di belakang rumahnya dibeton dan ditinggikan setahun lalu oleh pemerintah, banjir menjadi semakin parah.
Sebelum diperbaiki, menurut Anto, lebar parit di belakang rumah lebih dari 2 meter. Sejak diperbaiki, lebarnya berkurang menjadi dua meter. Selain itu, di arah hilir juga terjadi penyempitan saluran air dan alur parit yang sebelumnya berkelok-kelok diperlurus sehingga air mudah meluap.
”Niatnya memperbaiki bandar (parit) mungkin baik untuk mengurangi banjir. Namun, eksekusinya salah sehingga banjir makin parah. Sekarang, sejam hujan sudah banjir. Biasanya 2-3 jam baru banjir,” kata Anto.
Baca juga: Hujan Deras Picu Banjir di Padang
Anto mengatakan, ia dan keluarganya capek juga dengan banjir terjadi setiap hujan deras. Terkadang karena lelah, tidak semua barang sempat terselamatkan saat banjir. Walakin, ia dan keluarga besar tidak mungkin mereka pindah dari lokasi itu karena sudah sejak lama tinggal di sana.
Menurut Anto, dampak banjir bisa dikurangi apabila saluran drainase diperbaiki. Setidaknya lebarnya dikembalikan seperti semua sehingga air parit tidak mudah meluap. Bukan tidak mungkin daerah langganan banjir bisa terbebas dari banjir.
”Dulu di Jalan Maransi (Kelurahan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah), banjirnya parah. Sekarang tidak ada banjir mungkin karena bandarnya diperbaiki,” ujarnya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Padang Sutan Hendra, Senin (16/11/2020) sore, mengatakan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sudah mengingatkan potensi bencana banjir akibat La Nina yang memicu cuaca ekstrem sejak Oktober 2020-Maret 2021.
Sebagai antisipasi, Pemkot Padang sudah melakukan apel siaga untuk mengecek kesiapan personel dan peralatan, baik di BPBD Padang maupun instansi samping lainnya.
Menurut Sutan, semua peralatan disiagakan, yaitu perahu karet serta perangkatnya, gergaji mesin, dan sebagainya. Selain itu, koordinasi antara BPBD Padang dan instansi samping lainnya, seperti PMI, damkar, Basarnas, dinas sosial, TNI, Polri, TRC Semen Padang, dan Rumah Zakat, juga semakin diperkuat.
”Bencana tidak bisa ditangani sendirian oleh BPBD. Misalnya, banjir yang terjadi di banyak titik. Untuk mengatasinya, BPBD berkoordinasi dengan instansi samping lainnya. Tentunya sesuai kapasitas masing-masing,” kata Sutan.
Terkait banjir beberapa bulan terakhir, Sutan mengatakan, kejadian itu dipicu curah hujan tinggi dan pasang air laut. Selain itu, masalah saluran drainase juga memicu banjir. Namun, ia enggan berkomentar banyak terkait drainase karena merupakan wewenang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang. ”Kami dari BPBD sudah berkoordinasi dengan Dinas PUPR Padang tentang titik-titik banjir,” ujarnya.
Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas (SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Padang Fadelan Fitra Masta mengatakan, berdasarkan kajian Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera V tahun 2016, ada lima pemicu banjir di Padang. Pertama, faktor iklim, yakni curah hujan tinggi di Kota Padang. Kedua, kontur wilayah Kota Padang yang relatif datar dan berada di bawah permukaan laut saat pasang tertinggi.
Selanjutnya, ketiga, sarana dan prasarana fisik kurang, seperti kapasitas drainase masih kurang. Keempat, jaringan utilitas kota yang belum terintegrasi sehingga sering menghambat saluran drainase. Kelima, pembangunan oleh masyarakat di sekitar rumah, misalnya jalan atau jembatan di atas saluran drainase, yang mempersempit saluran drainase serta aktivitas buang sampah ke saluran drainase.
Menurut pria yang karib disapa Fadel itu, Pemkot Padang sebenarnya sudah punya rencana untuk membangun stasiun pompa banjir di tujuh titik kawasan muara sungai di Padang, yaitu di muara Anak Banda Jati, muara Kali Mati, muara dekat Danau Cimpago, muara dekat Pasar Pagi, muara Primer Lolong, muara dekat Ulak Karang, dan muara dekat Air Tawar.
Empat dari tujuh stasiun itu sudah ada detail engineering design (DED)-nya, yaitu di muara Anak Banda Jati, muara Kali Mati, muara dekat Danau Cimpago, dan muara Primer Lolong. Fadel berharap tahun 2021 ada pendanaan untuk pelaksanaan pembangunan stasiun pompa banjir di titik-titik tersebut.
Fadel menjelaskan, pembangunan stasiun pompa banjir di tujuh titik tersebut merupakan jawaban utama dari persoalan banjir di Padang. Namun, pembangunannya butuh waktu dan biaya. Oleh sebab itu, dinas terlebih dahulu mempersiapkan saluran drainase yang terintegrasi untuk mendukung ketujuh stasiun pompa itu apabila sudah beroperasi.
Pembangunan stasiun pompa banjir di tujuh titik tersebut merupakan jawaban utama dari persoalan banjir di Padang. Namun, pembangunannya butuh waktu dan biaya. (Fadelan Fitra Masta)
Terkait banjir tahunan di Jondul Rawang, Fadel mengatakan, Dinas PUPR Padang sebenarnya sudah punya DED untuk mengatasi banjir di sana. Tahun 2016, dari penghitungan oleh konsultan, butuh anggaran Rp 23 miliar untuk menuntaskan masalah banjir di kompleks perumahan itu, antara lain membangun saluran drainase baru, peningkatan kapasitas drainase yang ada, dan membuat pompa banjir.
Akan tetapi, kata Fadel, pengerjaannya dilangsung secara berangsur-angsur karena kemampuan anggaran cuma sekitar Rp 1 miliar-Rp 2 miliar per tahun. Sejauh ini, untuk peningkatan kapasitas drainase yang terkait dengan Jondul Rawang, sudah dilakukan penambahan kedalaman sekitar 80 centimeter di arah hilir.
Sementara itu, terkait banjir di Alai Parak Kopi, Fadel mengatakan, banjir tersebut erat kaitannya dengan pasang air laut. Parit di sekitar RW 007 itu mengalir ke samping Masjid Raya Sumbar di Jalan Khatib Sulaiman hingga bermuara di muara Primer Lolong dekat Hotel Pangeran Beach. Ketika pasang tertinggi air laut, saluran air penuh oleh air laut. Jika saat itu terjadi hujan sedikit saja, daerah sekitarnya pasti terkena banjir.
Ditambahkan Fadel, sebenarnya pengentasan banjir di Kota Padang bukan tanpa progres. Sejumlah titik langganan banjir, beberapa tahun belakangan sudah berkurang atau tidak lagi banjir, antara lain Kelurahan Lubuk Buaya; Kelurahan Air Pacah; kawasan Aur Duri, Kelurahan Parak Gadang Timur; dan Kelurahan Andalas.
Fadel menyebut, banjir di Lubuk Buaya dan Air Pacah berkurang atau hilang karena berhasilnya perbaikan saluran sungai oleh BWS Sumatera V dan Pemprov Sumbar. Sementara itu, banjir di Aur Duri dan Andalas berkurang atau hilang karena berhasilnya perbaikan saluran drainase yang dilakukan Dinas PUPR Padang.