Keluarga Mengambil Jenazah Anggota Terorisme yang Telah Dikuburkan
Keluarga Wahid alias Bojes, anggota kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur di di Poso, menggali dan mengambil jenazah Wahid meskipun telah dikuburkan.
PALU, KOMPAS – Keluarga Wahid alias Bojes mengambil jenazah
Bojes, anggota kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur di Kabupaten Poso, meskipun telah dikuburkan. Jenazah Bojes diambil pada Kamis (19/11/2020) subuh di Palu, Sulawesi Tengah. Mereka beralasan, korban harus dikuburkan di tempat asalnya di Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng.
Penggalian jenazah Wahid berlangsung sekitar satu jam, dari pukul 15.00 Wita hingga pukul 16.00 Wita. Anggota keluarga dan kerabat korban bergantian menggali kubur untuk mengambil jenazahnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Palu. Jenazah Bojes diangkut dengan ambulans ke Desa Bolano, Kecamatan Bolano, Parigi Moutong, begitu selesai digali dan dimasukkan ke dalam peti.
Penggalian sempat diguyur hujan, tetapi proses tersebut tetap berjalan. Sekitar 50 orang berada di lokasi. Selain anggota keluarga Bojes, termasuk orangtuanya, ada juga aparat TNI-Polri.
Bojes dan Aziz (18), anggota kelompok terorisme Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso tewas ditembak Satuan Tugas Operasi Tinombala di Desa Bolano Barat, Kecamatan Bolano, Parigi Moutong, Selasa (17/11/2020). Keduanya bagian dari 13 buronan atau daftar pencarian orang terkait tindak pidana terorisme. Jenazah keduanya dikuburkan bersebelahan di TPU Poboya pada Kamis dini hari.
Keluarga Aziz sejauh ini datang untuk melapor di Kepolisian Daerah Sulteng. Aziz dilaporkan berasal dari Bima, Nusa Tenggara Timur.
Baca juga: Dua DPO Terorisme Poso Tewas Ditembak
Anggota Tim Pembela Muslim Sulteng yang mendampingi keluarga Bojes, Andi Akbar, menyatakan sejak awal keluarga berkeberatan jenazah Bojes dikuburkan di Palu. ”Keinginan keluarga, terutama orangtua, almarhum dimakamkan di kampung halaman (Bolano, Parigi Moutong),” kata Akbar di TPU Poboya, Palu, Kamis.
Permintaan terkait keinginan keluarga agar jenazah Wahid dikuburkan di kampung halaman sudah disampaikan sejak berita kematian diketahui keluarga. Namun, pihak Polda Sulteng menolak keinginan itu. Bahkan, sempat disodorkan surat untuk tak keberatan jenazah Bojes dikuburkan di Palu, tetapi keluarga tak menandatangani surat tersebut.
”Kami sangat menyayangkan sikap Polda Sulteng. Padahal, dalam regulasi, begitu seseorang meninggal, tuntutan pidana ataupun perdata gugur. Artinya, hak-hak dia, termasuk untuk dikembalikan kepada keluarga harus dilayani. Inilah yang dilakukan keluarga. Tidak ada satu pihak pun yang mengambil hak-hak seseorang sebagai warga negara,” ujarnya di TPU Poboya, Kamis.
Keinginan keluarga, terutama orangtua, almarhum dimakamkan di kampung halaman,
Akbar memastikan, pihaknya telah berkoordinasi lagi dengan Polda Sulteng untuk pengambilan jenazah Bojes. Mereka juga berkoordinasi dengan pemerintah setempat, dalam hal ini pihak Kelurahan Poboya yang tak keberatan untuk melaksanakan kegiatan yang mereka maksud.
Saat dihubungi, Kepala Bagian Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto menyatakan, pihaknya sudah mengetahui pengambilan jenazah Bojes. Ia menyatakan, jika keluarga telah mengambil jenazah. pihaknya tak bisa mengambil langkah lain lagi.
Didik mengakui, awalnya keluarga memang menolak untuk menguburkan jenazah Bojes di Palu. Setelah berkoordinasi, keluarga lalu tak keberatan sehingga penguburan pun dilakukan. ”Saat penguburan, ada juga anggota keluarga yang hadir,” katanya.
Tak menyangka
Bergabungnya Bojes dalam MIT luput dari perhatian anggota keluarga. Mereka hanya mengetahui anak pertama pasangan Yuni (46) dan Rahim (49) itu bekerja serabutan di Palu.
Vira (22), sepupu,Bojes, menyatakan, dirinya terakhir bertemu dengan Bojes pada 2018. Saat itu Bojes memberi tahu ia mau menikah. Sebelum itu, Bojes sering mengunjunginya di tempat indekos. Mereka bercerita seperti biasa, tak ada obrolan hal-hal yang mencurigakan. ”Saya kenal baik Bojes. Dia anak yang sopan. Kami tak menyangka dia seperti itu (bergabung dengan MIT),” ujar mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Palu itu.
Vira dan Bojes menghabiskan masa kecil hingga memasuki pendidikan menengah pertama di rumah nenek-kakek mereka di Desa Bolano. Keduanya lalu pisah karena Bojes melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas ke Gorontalo. Setelah selesai mengenyam pendidikan di sana pada 2016, ia kembali ke Ongka Malino, Parigi Moutong, tempat orangtuanya tinggal. Ongka Malino berjarak sekitar 30 kilometer dari Bolano.
Yuni yang petani juga tak mengetahui Bojes diburu kepolisian karena bagian dari jaringan MIT. Ia hanya mengetahui sulung empat bersaudara itu bekerja di Palu. Ia sempat pulang pada 2019 untuk menggelar acara setelah dirinya menikah. ”Saya tidak tahu apa-apa (soal dia bergabung dengan MIT). Saya hanya tahu dia bekerja di bengkel, lalu di tempat es teler di Palu,” katanya.
Pengajar sosiologi Universitas Tadulako, Palu, Christian Tindajabate menyatakan, orangtua ataupun anggota keluarga perlu mengetahui keberadaan anak atau anggota keluarga lainnya. Ini untuk mendeteksi lebih awal hal-hal yang tak diinginkan terjadi. Pengawasan atau komunikasi antarsesama anggota keluarga sangat penting. ”Itu pembelajaran dari banyak kasus. Ada orangtua yang tahu-tahu anaknya terlibat narkoba, terorisme, dan lainnya. Ini seharusnya bisa dicegah dari awal,” ujarnya.
Baca juga: Jaringan Teroris MIT di Poso Masih Aktif Rekrut Anggota