Belum Mengungsi, Warga Desa Sidorejo Klaten Tetap Siaga
Hingga Kamis (19/11/2020), warga Desa Sidorejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang masuk dalam kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi, masih bertahan di rumah masing-masing. Mereka enggan mengungsi terlalu lama.
Oleh
mohamad final daeng
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Hingga Kamis (19/11/2020), warga Desa Sidorejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang masuk dalam kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi, masih bertahan di rumah masing-masing. Warga tak ingin terlalu lama berada di pengungsian sehingga membuat kehidupan tak nyaman dan sulit mencari nafkah.
Meski demikian, warga sudah menyiapkan segala keperluan untuk mengungsi jika sewaktu-waktu kondisi Merapi gawat. Desa Sidorejo merupakan salah satu dari tiga desa di Klaten yang masuk zona bahaya erupsi Merapi. Terdapat tiga dukuh (setingkat rukun tetangga) yang berada dalam radius bahaya 5 kilometer dari puncak Merapi, yakni Mbangan, Deles, dan Petung Lor, dengan total penduduk 365 jiwa.
Dari pantauan Kompas, Kamis siang, warga masih beraktivitas seperti biasa, baik di ladang maupun di rumah. Adapun sejumlah warga dan sukarelawan mendirikan tenda-tenda pengungsian di lahan kosong sebelah GOR Kalimosodo yang akan menjadi tempat evakuasi sementara bagi warga ketiga dukuh. Tenda-tenda itu akan menjadi tempat pengungsian tambahan jika ruang GOR penuh.
Namun, warga, khususnya dari kelompok rentan, belum menempati GOR ataupun tenda. Kelompok yang terdiri dari warga lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, anak balita, serta orang sakit itu menjadi prioritas yang diungsikan saat status Siaga (level III) Merapi ini.
Sukiman, tokoh sukarelawan sekaligus perintis mitigasi bencana berbasis masyarakat di Sidorejo, mengatakan, Merapi hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda yang biasa teramati saat gunung itu siap erupsi, yakni titik api diam dan guguran lava pijar. Oleh karena itu, warga memutuskan belum mengungsi.
”Berdasarkan pengalaman erupsi tahun 2006, kami mengungsi selama 3 bulan 19 hari. Itu sangat tidak enak. Penghasilan warga juga terpukul. Setelah selesai mengungsi, tidak ada perhatian dari pemerintah untuk pemulihan ekonomi warga,” ujar Sukiman.
Oleh karena itu, sejak 2010, warga Sidorejo merancang sendiri manajemen siaga bencana dalam menghadapi erupsi Merapi. Kondisi itu disesuaikan dengan kearifan lokal dan sumber daya di desa. ”Jika sudah saatnya mengungsi, warga telah siap,” kata Sukiman.
Di antara persiapan itu adalah pendataan semua warga di kawasan bahaya, penyiapan armada angkutan evakuasi di setiap rumah, dan penerapan sistem ronda 24 jam. ”Kami setiap hari mengevaluasi persiapan ini,” ucap Sukiman.
Persiapan pengungsian bagi warga ketiga dukuh juga dibantu masyarakat Dukuh Sidorejo, lokasi tempat evakuasi sementara GOR Kalimosodo. Suharno, Ketua RW 001 Dukuh Sidorejo, mengatakan, semua warga siap menampung pengungsi dari ketiga dukuh di rumah mereka. Warga juga menyiapkan berbagai kebutuhan untuk dapur umum.
Selain itu, rencana evakuasi ternak juga telah disiapkan. Menurut Suharno, sebuah kandang sementara di tanah lapang telah disediakan untuk menampung seluruh ternak warga dari ketiga dukuh tersebut. ”Intinya, warga siap membantu kebutuhan para pengungsi,” katanya.
Berdasarkan pemutakhiran data terakhir oleh BPBD Klaten pada Rabu (18/11/2020) malam, sebanyak 84 orang mengungsi di Tegalmulyo dan 278 orang di Balerante.
Sebelumnya, Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten Sri Yuwana Haris Yuliyanta mengatakan, pemerintah daerah masih menunggu kesediaan warga Sidorejo untuk mengungsi, sesuai konsep mitigasi mandiri yang telah mereka siapkan. Evakuasi mandiri penting guna menghindarkan warga dari risiko bencana.
Sementara itu, dua desa lain di lereng Merapi wilayah Klaten, yakni Balerante dan Tegalmulyo, telah mengungsikan warga kelompok rentan ke tempat evakuasi sementara di balai desa masing-masing. Berdasarkan pemutakhiran data terakhir oleh BPBD Klaten pada Rabu (18/11/2020) malam, sebanyak 84 orang mengungsi di Tegalmulyo dan 278 orang di Balerante.