Sempat Menolak, Sebagian Warga Desa Jrakah Boyolali Mulai Mengungsi
Setelah mendapatkan sosialisasi terkait Gunung Merapi, sebagian kelompok rentan di Desa Jrakah, Kecamatan Selo, Boyolali, mulai mengungsi ke tempat tinggal sementara. Mereka dijemput dari rumah ke rumah.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
BOYOLALI, KOMPAS — Setelah mendapatkan sosialisasi terkait ancaman bahaya Gunung Merapi, sebagian kelompok rentan di Desa Jrakah, Kecamatan Selo, Boyolali, Jawa Tengah, awal pekan ini mulai mengungsi. Mereka dijemput dari rumah masing-masing oleh petugas.
Pekan lalu, sebanyak 543 warga dari kelompok rentan di Dusun Sepi dan Kajor, Desa Jrakah, masih enggan mengungsi karena merasa Gunung Merapi belum memunculkan tanda-tanda bahaya. Beberapa dari mereka juga percaya mitos yang berkembang bahwa tidak baik jika mengungsi ke arah barat atau selatan. Padahal, tempat evakuasi sementara di Balai Desa Jrakah berada di sisi barat.
Kepala Desa Jrakah Tumar mengatakan, pihaknya berupaya membujuk warga dengan memberikan sosialisasi tentang perkembangan aktivitas Gunung Merapi. Hal itu dilakukan untuk menumbuhkan kewaspadaan warga agar mereka secara bertahap memahami pentingnya mitigasi dini.
Sosialisasi telah disampaikan pada Sabtu dan Minggu (14-15/11/2020) di balai desa. Beberapa dilakukan di dusun-dusun. Para petugas dan perangkat desa mengumpulkan warga dan memyampaikan imbauan mengungsi bagi kelompok rentan.
”Warga akhirnya bersedia mengungsi setelah mengikuti sosialisasi. Sebagian memahami bahwa kondisi Merapi sedang genting. Mereka manut dengan petugas demi keselamatan bersama,” kata Tumar, Rabu (18/11/2020).
Ada dua dusun yang masuk dalam kawasan rawan bencana III, yakni Dusun Sepi dan Kajor, dengan jumlah kelompok rentan sebanyak 543 orang. Saat ini, 83 warga dari kelompok rentan sudah menempati ruang pengungsian sementara di Balai Desa Jrakah. Adapun tempat evakuasi akhir warga Jrakah, saat status Merapi dinaikkan lagi menjadi Awas (level IV) yakni di Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali.
Desa Karanggeneng merupakan sister village atau desa saudara dari Desa Jrakah. Desa bersaudara merupakan konsep mitigasi yang memasangkan satu desa di zona bahaya dengan satu desa di zona aman untuk mempermudah pengungsian saat kondisi gawat terjadi.
Adapun tempat evakuasi sementara di balai Desa Jrakah dibagi dalam 24 bilik yang disekat tripleks dan bisa menampung sekitar 100 orang. Setiap bilik berukuran 2,5 meter x 3 meter itu hanya boleh ditempati maksimal empat orang. Sejumlah ruang kelas di SDN 2 Jrakah dan posko puskesmas pembantu disiapkan untuk menampung pengungsi lainnya.
Gimun (38) dan Semi (32), istrinya, serta kedua anaknya memilih mengungsi setelah mengetahui kondisi Gunung Merapi dalam status Siaga (level III). Mereka mengaku khawatir jika nanti sewaktu-waktu terjadi erupsi, tetapi belum mengungsi.
Pada erupsi Merapi tahun 2010, mereka terpisah dari warga desa lainnya saat mengungsi. Tidak ingin peristiwa itu terulang, Gimun dan Semi akhirnya menerima upaya sosialisasi dari perangkat desa agar warga mengungsi sejak awal.
Adapun Parjo (59), warga Dusun Sepi, mengaku pernah mendengar terkait mitos tidak baik mengungsi ke arah barat dan selatan. Cerita tersebut memang turun-temurun disampaikan dan diyakininya. Arah ke barat dan selatan seolah beriringan dengan jalur muntahan material erupsi Gunung Merapi. Meski demikian, dia tidak mengesampingkan imbauan pemerintah yang pasti berdasarkan kajian data.
Untuk itu, Parjo pun memilih mengungsi bersama warga lainnya di balai desa. ”Kami mengungsi ke arah barat dan sedikit ke utara. Mboten menopo, sedoyo sampun diitung lan diprediksi petugas. Ndherek mawon, mugi-mugi aman (Tidak apa-apa, semua sudah diperkirakan petugas. Kami ikut saja, semoga aman),” tuturnya.