Adu Mulut hingga Kontak Fisik Mengintai Petugas Panwaslu
Belum semua tim pemenangan ataupun pasangan calon dalam Pilkada 2020 taat aturan. Di lapangan, pengawas pemilu berpotensi untuk berkonflik dengan tim pemenangan ataupun tim pasangan calon.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Petugas panitia pengawas pemilu atau panwaslu di daerah punya tantangan tersendiri dalam mengawasi kampanye para pasangan calon yang berkompetisi dalam Pilkada 2020. Adu mulut hingga kontak fisik terjadi karena tak semua paslon ataupun tim kampanye taat aturan.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Dicky Andrika, Rabu (18/11/2020), menjelaskan, seorang petugas panwaslu kecamatan di Tanah Datar pernah mengalami kekerasan. Petugas panwaslu kecamatan itu sedang menertibkan alat peraga kampanye (APK) pada 9-10 Oktober 2020.
Lalu, petugas tersebut membagikan dokumentasi kegiatan di status Whatsapp. Status itu terlihat oleh salah seorang tim pemenangan paslon bupati Tanah Datar. Sehari setelah penertiban APK, salah seorang tim kampanye paslon bupati Tanah Datar menemui petugas panwaslu kecamatan tersebut.
Kerah baju petugas panwaslu ditarik hingga kancing bajunya copot dan menimbulkan luka lecet di leher petugas.
Kepada petugas panwaslu, anggota tim kampanye mengaku tersinggung dengan cara petugas panwaslu menertibkan alat peraga kampanye jagoannya. ”Kerah baju petugas panwaslu ditarik hingga kancing bajunya copot dan menimbulkan luka lecet di leher petugas,” kata Dicky.
Insiden ini sudah dilaporkan ke Bawaslu pusat. Proses hukum terkait peristiwa itu pun sedang berjalan di kepolisian.
Sebagai petugas panwaslu termuda di Kecamatan Silungkang, Sawahlunto, Sumatera Barat, Sri Rahayu (26) pernah adu mulut dengan tim pemenangan salah satu paslon gubernur. Waktu itu, ada tim pemenangan paslon yang nekat menggelar kampanye tanpa mengirimkan surat tanda terima pemberitahuan (STTP) kampanye kepada panwaslu.
Di Kecamatan Silungkang, kata Ayu, ada tiga anggota panwaslu. Mereka bertiga beradu argumen dengan tim kampanye. ”Mereka (timses) awalnya bilang begini, ’Ya sudah Bawaslu, kami tetap kampanye. Kalau melanggar silakan laporkan.’ Bagi kami tidak susah, tinggal dilaporkan. Tetapi, akhirnya mereka tidak jadi kampanye dan membubarkan diri,” katanya.
Setelah menerima STTP kampanye, panwaslu dan Kelompok Kerja (Pokja) Pilkada 2020 berkoordinasi dengan penanggung jawab kampanye. Panwaslu akan mengingatkan lagi kepada paslon terkait batas-batas kampanye yang dibolehkan selama pandemi Covid-19. Jika tak ada STTP, paslon ataupun tim pemenangan dilarang berkampanye.
”Beberapa kali ada paslon tanpa STTP berkunjung ke Silungkang. Mereka makan-makan dengan warga. Kami selalu hadir di situ untuk memastikan tak ada konten kampanye, seperti anjuran untuk memilih ataupun penggunaan atribut kampanye seperti masker bergambar paslon. Kami juga pastikan tak ada protokol kesehatan yang dilanggar,” ujarnya.
Ayu menyadari bahwa tantangan menjadi pengawas dalam Pilkada 2020 lebih kompleks. Selain memantau kecurangan pemilu, pengawas juga harus mengawasi penegakan protokol kesehatan. Kendati berat, dia tetap bertahan sebagai pengawas pada pemilu selanjutnya jika masih diberikan kesempatan. Pengawas pemilu, menurut dia, merupakan profesi terhormat. Mereka memastikan perhelatan demokrasi berjalan sesuai dengan aturan.
Di Tangerang Selatan, Banten, Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kecamatan Pamulang M Farid mengantisipasi insiden antara pengawas dan tim pemenangan ataupun paslon dengan mengintensifkan komunikasi. ”Sejauh ini belum ada pengawas kami yang mendapat intimidasi ataupun kekerasan di Pamulang. Alhamdulillah mereka (paslon) ngerti,” ujarnya.
Panwas Pamulang sejauh ini sudah mengirimkan surat teguran tiga kali kepada paslon. Ini terkait pelanggaran jumlah peserta dalam pertemuan tatap muka dan adanya konvoi kendaraan selama kampanye. Sebetulnya, anggota panwaslu sudah menyosialisasikan hal ini sebelum para paslon berkampanye. Namun, pelanggaran tak terhindarkan karena antusiasme masyarakat sekitar.
Ketua Panwas Kecamatan Bukit Bestari, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Ar Rahman menjelaskan, pencegahan merupakan hal penting untuk mengantisipasi kekerasan terhadap pengawas. Sosialisasi aturan dilakukan secara persuasif, masif, dan berkali-kali kepada penanggung jawab kampanye di lapangan. Semua kegiatan pengawasan langsung dilaporkan ke Bawaslu kota. ”Alhamdulillah sejauh ini suasana masih kondusif,” ujarnya.
Bawaslu mencatat, ada 31 pengawas yang mendapatkan kekerasan dari pasangan calon ataupun tim pemenangan selama kampanye. Kekerasan tersebut berupa intimidasi yang dialami 19 orang dan kekerasan fisik yang dialami 12 orang.
Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin, mengingatkan, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi kerja penyelenggara pemilu atau bertindak kekerasan dapat dipidana. Hal tersebut diatur dalam Pasal 198A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Di dalam pasal itu disebutkan sanksi pidana berupa kurungan penjara minimal 12 bulan dan maksimal 24 bulan. Lalu, denda paling sedikit Rp 12 juta hingga Rp 24 juta. ”Kerja pengawas pemilu dilindungi undang-undang sehingga jika ada yang melakukan tindak kekerasan atau menghalangi tugasnya bisa dipidana,” ucap Afifuddin (Kompas, 17/11/2020).