Pro-Kontra Pembangunan Tempat Wisata di Sumber Jombok, Batu
Pembangunan tempat wisata berupa pemandian di dekat mata air Sumber Jombok di Kota Batu menimbulkan pro dan kontra. Warga yang menolak beranggapan pembangunan tempat wisata bisa mengancam kelangsungan mata air.
Oleh
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
BATU, KOMPAS — Pembangunan tempat wisata berupa pemandian di dekat mata air Sumber Jombok di Desa Sumberejo, Kota Batu, Jawa Timur, menimbulkan pro dan kontra di antara warga. Pemerintah desa telah menutup sementara proses pembangunan obyek wisata tersebut sejak 16 November dengan alasan menunggu kajian lebih lanjut.
Sejumlah warga yang menolak beranggapan pembangunan tempat wisata itu dalam jangka panjang berpotensi mengancam kelangsungan sumber air. Mereka tergabung dalam Aliansi Front Desa Sumberejo. Sementara warga yang mendukung beralasan aktivitas wisata bisa meningkatkan kesejahteraan warga setempat.
Kedua kelompok yang berseberangan, Selasa (17/11/2020), mendatangi Balai Kota Batu. Mereka sempat bersitegang sebelum akhirnya perwakilan dari kedua belah pihak diizinkan masuk Balai Kota untuk duduk bersama pemerintah daerah.
Raymond Tobing, anggota Divisi Advokasi Unit Monitoring Hukum dan Peradilan Malang Corruption Watch (MCW)—yang mendampingi Aliansi Front Desa Sumberejo—mengatakan, selain dibangun di sumber air, pembangunan pemandian tersebut juga tidak memiliki izin.
Obyek wisata itu dibangun sejak 2019. ”Pembangunan pemandian diduga telah membawa dampak. Debit air yang digunakan untuk kepentingan irigasi mulai terganggu, tidak sederas sebelumnya,” ujarnya.
Raymond juga mengkritisi kebijakan Pemerintah Kota Batu yang dinilai memberikan kemudahan kepada pengusaha dengan modus bangun dulu, izin kemudian. Cara ini dinilai membuat pengusaha bisa melenggang dan terhindar dari konflik di masyarakat.
Dia mencontohkan konflik masyarakat dengan pengembang obyek wisata di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Agustus lalu, kini terulang di Sumberejo. Saat itu, warga Pesanggrahan menolak pembangunan obyek wisata di lahan Perhutani dengan alasan berpotensi menurunkan debit air. Pemkot Batu akhirnya menutup obyek wisata yang dimaksud.
Kondisi sumber air di Batu memprihatinkan. Berdasarkan riset yang dilakukan Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur dan Nawakalam (komunitas pemerhati lingkungan) menyatakan, saat ini sumber air di Batu tinggal 51 titik (28 di antaranya konsisten) dari sebelumnya 111 buah.
Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Sumberejo Untung Kariyono—sebagai salah satu pihak yang mendukung pembangunan obyek wisata—mengatakan, untuk sementara ini kawasan di sekitar Sumber Jompok menjadi lebih bersih dibandingkan sebelum ada pemandian. Sebelumnya, tempat itu hanya berupa semak dan rerumputan.
”Sampai saat ini airnya juga masih bisa dimanfaatkan. Tidak seperti yang dibayangkan sampai sumber mata air mati. Petani juga tetap bisa memanfaatkan airnya,” katanya.
Kepala Seksi Pelayanan Pemerintah Desa Sumberejo Sukendri membenarkan bahwa obyek wisata itu belum ada izinnya. Izin pembangunan pemandian saat ini tengah diurus. Keterlambatan pengurusan izin disebabkan ketidaktahuan warga tentang prosedur pengurusan. Sejauh ini pihak yang membangun wahana tersebut adalah warga setempat.
Sampai saat ini airnya juga masih bisa dimanfaatkan. Tidak seperti yang dibayangkan sampai sumber mata air mati. Petani juga tetap bisa memanfaatkan airnya. (Untung Kariyono)
Sukendri menuturkan, masalah ini berawal dari salah satu warga berniat menjual lahan di kawasan tersebut. Lalu datang calon pembeli. Dia bersedia membeli dengan catatan lahan itu bisa memberi manfaat untuk kepentingan warga sekitar.
Calon pembeli, lanjut Sukendri, kemudian menawarkan tanah yang akan dibeli dimanfaatkan untuk tanaman hidroponik sebagai penunjang kegiatan wisata di Sumberejo. Namun, warga keberatan karena tidak ada yang paham hidroponik.
”Sang pembeli kemudian sanggup menyekolahkan perwakilan warga ke Bogor untuk mempelajari hidroponik. Namun, warga masih keberatan. Akhirnya sang pembeli menyerahkan kepada warga. Ada usulan dari warga agar lahan itu dibuat kolam,” tuturnya.
Asisten Administrasi Pemerintahan Kota Batu Bambang Kuncoro mengatakan, pihaknya akan turun ke lapangan untuk mengecek tempat wisata yang dimaksud untuk kemudian melakukan kajian sesuai ketentuan. Demikian pula dengan perizinan harus dilengkapi.