Perbaikan Ekonomi di Jabar di Tengah Pandemi Perlu Pendekatan Dinamis
Pemberlakuan zonasi yang menjadi pertimbangan dalam pergerakan masyarakat dianggap bisa membantu pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Optimisme dibutuhkan demi lancarnya perputaran roda perekonomian di kala resesi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pendekatan dinamis dengan pertimbangan aspek kesehatan dan ekonomi harus menjadi perhatian untuk menyelamatkan perekonomian Jawa Barat di saat pandemi. Optimisme disertai dorongan konsumsi masyarakat dibutuhkan sehingga roda perekonomian dari sektor produksi tetap berjalan.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jabar Herawanto di Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/11/2020), menyatakan, aspek kesehatan tetap menjadi prioritas. Sementara aspek ekonomi disesuaikan dengan persebaran Covid-19. Pemberlakuan zonasi yang menjadi pertimbangan pergerakan masyarakat dianggap bisa membantu pemulihan ekonomi di tengah pandemi.
”Dulu, Pemerintah Jabar cenderung melakukan kebijakan ekstrem di aspek kesehatan karena memang itu diperlukan. Namun, sekarang, semuanya bergeser ke dynamic balancing (keseimbangan dinamis) antara kesehatan dan ekonomi. Pembatasan dilakukan sesuai zona persebaran Covid-19,” ujarnya dalam kegiatan West Java Investment Summit (WJIS) 2020.
Herawanto memaparkan, strategi dinamis ini menunjukkan hasil positif. Meski masih minus, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat merangsek naik dari minus 5,98 persen di kuartal II menjadi minus 4,08 persen di kuartal III. Beberapa sektor yang mendukung mobilitas warga, seperti perdagangan dan akomodasi, juga menunjukkan peningkatan.
Berdasarkan data yang dipaparkan Herawanto, transaksi perdagangan meningkat dari minus 11,15 persen di kuartal II menjadi minus 9,94 persen di kuartal III. Di samping itu, transportasi dan pergudangan naik drastis, dari minus 18,2 persen di kuartal II menjadi minus 6,06 persen di kuartal III.
Bahkan, sektor pariwisata pun menunjukkan gairah positif. Herawanto berujar, penyediaan akomodasi yang erat kaitan dengan pariwisata terangkat jauh dari minus 22,6 persen di kuartal II menjadi minus 8,24 persen di kuartal III.
”Hal tersebut menunjukkan peningkatan ekonomi di Jabar. Pariwisata tidak hanya menggerakkan perekonomian kalangan atas saja, tetapi juga grassroot (akar rumput). Dampaknya menjadi sangat luar, terutama di sektor usaha mikro kecil menengah yang berada di sektor ini,” katanya.
Badan Pusat Statistik Jabar pun mencatat lima kategori usaha yang tumbuh positif. Lapangan usaha yang meningkat dibanding kuartal III tahun 2019 ini, antara lain, informasi dan komunikasi (39,58 persen), pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang (15,22 persen), jasa pendidikan (7,79 persen), pertanian, kehutanan, dan perikanan (3,67 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (1,74 persen).
Jaga optimisme
Di samping pendekatan dinamis, Herawanto menuturkan, optimisme warga juga menentukan perputaran ekonomi di Jabar. Optimisme ini terlihat dari pola konsumsi masyarakat yang meningkat dengan mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah.
”Pemikiran positif harus terus disuarakan. Tanpa adanya optimisme masyarakat, pergerakan transaksi akan melambat. Dengan adanya transaksi, masyarakat berusaha kembali menggerakkan perekonomian,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jabar Setiawan Wangsaatmaja menyatakan, implementasi adaptasi kebiasaan baru (AKB) sejak Juli 2020 mendorong kegiatan usaha. Hal tersebut berdampak pada pendapatan masyarakat yang pulih karena aktivitas ekonomi.
”Perbaikan ini terlihat di sektor industri pengolahan, perdagangan, transportasi, dan penyediaan akomodasi. Saat ini, beberapa skenario memang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian Jabar. Tetapi, di sisi lain, penanganan kesehatan tetap menjadi yang utama,” ujarnya.