Penyebaran Kasus lewat Transmisi Lokal di Kota Kupang Mengkhawatirkan
Penyebaran kasus Covid-19 melalui transmisi lokal di Kota Kupang sangat mengkhawatirkan. Kasus perlu ditangani dengan cara yang luar biasa, seperti tes usap massal dan sanksi tegas pelanggar protokol kesehatan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Penyebaran kasus Covid-19 melalui transmisi lokal di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, sangat mengkhawatirkan. Rata-rata setiap hari 10 kasus baru ditemukan melalui transmisi lokal. Peningkatan kasus perlu ditangani dengan cara yang luar biasa, seperti tes usap massal dan sanksi tegas pelanggar protokol kesehatan.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dr Hyron Fernandes di Kupang, Selasa (17/11/2020), mengatakan, penyebaran virus melalui transmisi lokal di Kota Kupang sangat mengkhawatirkan. Rata-rata setiap hari ada 10 kasus baru yang ditemukan dari penularan transmisi lokal.
Fernandes menilai, ketika awal kasus, pemda begitu peduli, tetapi saat kasus melonjak, upaya-upaya penanggulangan kasus malah melemah. Kegiatan memutus rantai virus itu seperti perang melawan musuh yang tidak kelihatan. ”Menangani masalah Covid-19 di NTT ibarat bom waktu, kasus terus meningkat, tetapi para pengambil kebijakan bersikap biasa-biasa saja,” kata Fernandes.
Beberapa wilayah di Kota Kupang telah masuk sudah zona merah tua menuju zona hitam. Sementara perilaku masyarakat dari hulu ke hilir tidak menjalankan protokol kesehatan.
Fernandes mengatakan, perlu cara-cara luar biasa untuk menghentikan rantai penyebaran virus ini. Salah satu di antaranya adalah menjalankan tes usap massal di Kota Kupang berdasarkan peta zonasi, yakni merah, merah tua, dan zona hitam. Empat kelurahan di Kota Kupang, lanjut Fernandes, layak menjalani tes usap massal, yakni Oesapa, Penfui, Oebobo, dan Oeteta. ”Itu diprioritaskan dulu,” katanya.
Menurut Fernandes, Laboratorium Bio Molekuler untuk Kesehatan Masyarakat di Universitas Nusa Cendana (Undana), Kupang, juga sudah disiapkan. Namun, sejauh ini belum ada koordinasi antara pihak Laboratorium Undana dan Pemkot Kupang.
Memang, ada kekhawatiran jika dilakukan tes usap massal bakal terjadi ledakan pasien Covid-19 mengingat saat ini jumlah tempat tidur pasien Covid-19 di sejumlah rumah sakit di Kota Kupang mulai padat. Namun, hal itu bisa diatasi. ”Beberapa tempat menjadi pusat karantina pasien Covid-19, seperti rumah sakit jiwa dan rumah sakit swasta lain. Bahkan, hotel-hotel yang tidak ada tamu selama masa pandemi Covid-19 bisa dimanfaatkan,” kata Fernandes.
Sanksi lemah
Dosen Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, John Tuba Helan mengatakan, penerapan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan di NTT sangat lemah. Di lain pihak, pejabat daerah yang semestinya menjadi contoh masyarakat juga belum memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan.
Sementara kegiatan pesta yang melibatkan ratusan orang di rumah-rumah warga, hotel, dan restoran masih dibiarkan. Para tamu yang datang ke tempat pesta tidak menerapkan protokol kesehatan. ”Mereka menari, duduk, dan berpelukan seperti biasa. Pesta di rumah seperti ini biasanya digelar malam hari. Ini masalah serius yang sebenarnya segera ditangani,” katanya
Pejabat daerah yang semestinya menjadi contoh masyarakat juga belum memiliki disiplin tinggi dalam menjalankan protokol kesehatan.
Helan mengatakan, Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2020 tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan Perpu No 1/2020 tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Menangani Pandemi Covid-19 sudah menjelaskan sanksi hukum pelanggar protokol kesehatan. Pemprov, pemkot, dan pemkab juga telah mengeluarkan surat keputusan pencegahan dan penanganan Covid-19, tetapi penerapan sanksi hukum bagi para pelanggar protokol tidak berjalan.
Belakangan ini, lanjut Helan, pemda menangani pelanggaran protokol kesehatan dengan cara memberi imbauan di media massa. Cara itu dinilai tidak bermanfaat. Masyarakat tidak akan taat atau patuh meski mereka tahu dampak buruk dari tindakan mengabaikan protokol kesehatan itu.
”Perlu ada sanksi tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan. Dua bulan lalu Satpol PP masih berjalan keliling ke permukiman penduduk, pasar-pasar, dan pusat perbelanjaan mengimbau warga agar selalu mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Sekarang imbauan seperti itu tidak lagi,” katanya.
Sekretaris Satgas Covid-19 NTT dr Dominikus Minggus Mere mengatakan, per 16 November 2020 terdapat tambahan kasus baru Covid-19 sebanyak 12 orang, semuanya terpapar melalui transmisi lokal di Kota Kupang. Mereka terdiri dari delapan pria dan empat wanita.
Kasus baru itu merupakan hasil pemeriksaan 188 spesimen yang dikirim ke Laboratorium Bio Molekuler RSUD Yohannes, Kupang. Spesimen itu berasal dari Kota Kupang sebanyak 114 sampel, Ende 27 sampel, Sabu Raijua 13 sampel, Sumba Timur dan Timor Tengah Utara masing-masing 1 sampel, dan 32 sampel pasien lama.
Adapun total kasus positif Covid-19 di NTT per 16 November 2020 sebanyak 872 pasien, sembuh 617 orang, meninggal dunia 15 orang, dan pasien yang masih dirawat sebanyak 240 orang. Jumlah pasien terbanyak ada di Kota Kupang, yakni 292 orang, sembuh 129 orang, masih dirawat 151 orang, meninggal dunia 11 orang.
Pasien terbanyak lainnya ada di Kabupaten Ende sebanyak 111 kasus, semuanya sudah sembuh, Manggarai Barat sebanyak 72 kasus, 70 orang sembuh, dan 2 orang masih dirawat, tidak ada kasus yang meninggal dunia. Kasus Covid-19 terkecil ada di Kabupaten Manggarai Timur, yakni satu kasus dan masih dirawat.
”Sabu Raijua sejak awal pandemi Covid-19 sampai hari ini masih masuk kategori zona hijau. Mereka telah mengirim ratusan sampel PCR ,tetapi semuanya masih negatif,” kata Dominggus Mere.
Juru bicara Satgas Covid-19 Kota Kupang, Ernest Ludji, mengatakan, Pemkot Kupang telah mengeluarkan kebijakan menutup semua tempat hiburan malam, panti pijat, spa, dan melarang pesta di hotel-hotel atau restoran. Pesta yang digelar di rumah-rumah warga pun dibatasi, hanya 30 orang, dan waktu pelaksanaan pun sampai pukul 21.00 Wita.
Semua yang hadir dalam pesta termasuk tuan rumah pesta tetap menerapkan protokol kesehatan. Lurah dan ketua RT memantau kegiatan pesta tersebut. ”Jika pemilik rumah dan tamu-undangan mengabaikan protokol kesehatan, segera diambil tindakan dengan membubarkan pesta itu,” kata Ludji.