Pemerintah Kota Surabaya Tidak Berhak Segel Lapangan Persebaya
Putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya menguatkan Pengadilan Negeri Surabaya bahwa Persebaya Surabaya berhak atas obyek sengketa, yakni lapangan dan wisma/gedung di Jalan Karanggayam yang saat ini disegel pemerintah.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pengadilan Tinggi Surabaya menolak banding Pemerintah Kota Surabaya dalam sengketa penguasaan fasilitas sepak bola di Jalan Karanggayam No 1, Surabaya, Jawa Timur. Penolakan banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya bahwa Persebaya Surabaya berhak atas kompleks Lapangan, Wisma, dan Gedung Persebaya di belakang Stadion Gelora 10 November itu.
Putusan banding perkara nomor 416/PDT/2020/PT SBY itu sudah dijatuhkan pada 7 Oktober 2020 oleh majelis hakim yang dipimpin A Fadlol Tamam dan beranggotakan Permadi Widhiyanto dan Mutarto. Informasi putusan sudah diunggah ke laman https://www.mahkamahagung.go.id/id dan bisa diakses secara luas oleh publik. Putusan banding itu menguatkan putusan PN Surabaya dalam perkara nomor 947.Pdt.G/2019/PN Sby bertanggal 10 Maret 2020.
Tautan khusus pada laman itu memuat informasi bahwa PN Surabaya menyatakan tergugat, Pemkot Surabaya, melakukan perbuatan melawan hukum. Selanjutnya mereka mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Persebaya.
PN Surabaya menyatakan, sertifikat hak pakai lahan seluas 49.400 meter persegi atas nama Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya sepanjang mengenai Lapangan Persebaya Karanggayam, Gedung/Wisma Persebaya, dan Gedung/Wisma Persebaya baru (obyek sengketa) tidak sah dan tidak berkekuatan hukum. Sertifikat itu diterbitkan Kantor Pertanahan Kotamadya Surabaya bertanggal 28 Maret 1995.
Selanjutnya, PN Surabaya menyatakan, PT Persebaya Indonesia berhak dan mempunyai prioritas mendapat hak atas tanah dan tanda bukti hak atas sebidang tanah seluas 20.500 meter persegi itu di Kelurahan dan Kecamatan Tambaksari, Surabaya. Batas-batas obyeknya adalah Jalan Bogen di utara, Jalan Karanggayam (selatan dan timur), dan Stadion Gelora 10 November (barat).
Laman juga memuat putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dalam perkara banding sengketa itu. Putusannya menerima permohonan banding dari Pemkot Surabaya (tergugat 1) dan Kantor Pertanahan Surabaya (turut tergugat). Majelis hakim tinggi menguatkan putusan PN Surabaya dan menghukum pembanding (pemerintah dan pertanahan) untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat peradilan secara tanggung renteng senilai Rp 150.000.
”Kami bersyukur atas informasi itu, tetapi masih menunggu karena belum menerima pemberitahuan resmi dari pengadilan,” kata pengacara Persebaya, Yusron Marzuki.
Yusron mengatakan akan terus berkoordinasi dengan manajemen Persebaya untuk langkah selanjutnya. Persebaya juga akan melihat respons tergugat (pemerintah) terhadap keputusan banding tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Surabaya Ira Tursilowati mengatakan belum menerima pemberitahuan resmi, apalagi salinan putusan banding. Pemerintah belum menetapkan langkah berikutnya.
”Kami tunggu salinan keputusan dari pengadilan untuk dipelajari dan menentukan upaya hukum selanjutnya,” kata Ira.
Sengketa ini sempat mengakibatkan Persebaya tidak dapat memanfaatkan fasilitas lapangan dan gedung/wisma di Karanggayam itu. Sampai sekarang, kompleks di belakang Gelora 10 November itu sepi aktivitas dan masih disegel oleh pemerintah meski menjadi obyek sengketa.
Lapangan dan wisma di Karanggayam itu setidaknya telah digunakan oleh Persebaya sejak 1967 ketika masih berstatus amatir atau perserikatan. Di lapangan itulah Persebaya berlatih dan bertanding sekaligus memutar kompetisi internal. Wisma dijadikan mes atau tempat tinggal pemain.
Akan tetapi, pada 2018, pemerintah menyegel dan membongkar sejumlah sarana dengan klaim lapangan dan wisma di Karanggayam itu merupakan asetnya. Di sisi lain, Persebaya sudah menjadi entitas profesional melalui PT Persebaya Indonesia dan kini berlaga di Liga 1 yang terhenti akibat wabah Covid-19. Penyegelan dan pembongkaran sepihak oleh pemerintah itu membuat Persebaya terusir lalu menggugat.