Sistem Drainase dengan Gorong-gorong ke Laut Tidak Cocok di Kota Kupang
Pembangunan sistem drainase di sejumlah ruas jalan utama di Kota Kupang dengan memasang gorong-gorong menuju ke laut dinilai tidak cocok untuk Kota Kupang yang masuk kategori kota cukup gersang.
KUPANG, KOMPAS — Pembangunan sistem drainase di sejumlah ruas jalan utama di Kota Kupang dengan memasang gorong-gorong menuju ke laut dinilai tidak cocok untuk Kota Kupang yang masuk kategori kota cukup gersang. Air hujan mestinya ditanam di dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan kembali saat musim kemarau.
Sejumlah sumur bor dan sumber air mengalami kekeringan sebagai bukti air tanah makin berkurang sehingga perlu kebijakan mempertahankan air tanah yang ada.
Ahli tata kota dan lahan kering dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Prof Zet Malelak, di Kupang, Senin (16/11/2020), mengatakan, Kupang termasuk kota paling gersang selama musim kemarau berlangsung. Hampir 80 persen tanaman kota mengalami kekeringan dan tidak diimbangi dengan penyiraman yang memadai.
”Kebutuhan air baku di rumah tangga saja belum teratasi, apalagi mengalirkan air untuk menyirami tanaman. Saatnya Pemkot Kupang menggerakkan program tanam air, terutama pada musim hujan,” kata Malelak.
Demikian pula air limbah rumah tangga seharusnya ditanam di sekitar rumah sehingga air itu dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman di sekitar rumah. Sistem tanam air ini penting bagi Kota Kupang karena sebagian besar air di dalam tanah Kota Kupang sudah mengering.
Jika dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia, Kota Kupang masuk kategori sangat gersang. Tidak ada satu pun taman yang memberi kesejukan selama musim kemarau. Taman-taman kering karena tidak ada air.
Baca juga : Gong Perdamaian dan Taman Nostalgia Kupang
”Paling satu pekan satu mobil tangki menyiram taman di satu titik secara bergilir. Ini tidak seimbang dengan panas yang kadang-kadang sampai 38 derajat celsius,” ujar Malelak.
Sumur bor
Malelak mengatakan, hasil pemantauan tim sumber air Kupang menyebutkan, tujuh sumur bor dari total 100 sumur bor milik warga dan Pemkot Kupang sudah mengering. Padahal, kedalaman sumur bor itu sampai 100 meter dari permukaan tanah.
Jika air tanah tidak segera dipulihkan dengan cara menanam air, 20-30 tahun ke depan Kota Kupang benar-benar kesulitan air tanah. Lagi pula, saat ini beberapa sumber mata air permukaan di Kota Kupang mulai mengering, seperti sumber air Oepura dan Oeba.
Rencana pembangunan Bendungan Kolhua sejak 2016 untuk mengatasi kebutuhan air baku dan lahan pertanian di Kota Kupang masih terkendala pembebasan lahan. Kehadiran bendungan itu mengatasi semua persoalan terkait air bersih bagi warga Kupang.
Namun, pembangunan bendungan pun sangat tergantung dari ketersediaan air hujan. Beberapa bendungan yang dibangun pemerintah sejak 2017 di daratan Timor Barat sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan karena keterbatasan curah hujan.
Pemasangan gorong-gorong sebaiknya tidak berakhir di laut, tetapi diupayakan agar ujungnya berhenti di kolam tertentu sehingga air hujan bisa ditampung. Paling penting bagaimana mempertahankan air tanah yang ada. Setiap rumah tangga memiliki lubang yang secara khusus dimanfaatkan untuk memasukkan air hujan dari atap rumah dan air limbah.
”Air ditanam di situ, entah keluarnya di mana, yang penting ada di dalam tanah. Tetapi, yang jelas, kalau ada air di dalam tanah di pekarangan, kondisi tanaman tidak gersang. Lokasi itu tetap lembab, tanaman tetap hijau dan segar,” paparnya.
Baca juga : Indahnya Taman Nostalgia Kupang Dilengkapi Fasilitas Olahraga dan Tempat Bermain Anak-anak
Beberapa sungai kering di Kota Kupang dibendung kemudian dimanfaatkan untuk menyiram tanaman yang ada selama musim kemarau. Misalnya, Sungai Liliba yang setiap tahun mengalirkan jutaan metrik kubik air hujan ke laut. Pemkot bisa mendesain lokasi ini agar air hujan dapat dibendung untuk kebutuhan taman kota.
Demikian pula sistem gorong-gorong yang dibangun di setiap ruas jalan di Kota Kupang. Gorong-gorong itu tidak perlu disusun langsung menuju laut, tetapi berakhir di satu titik, dengan kolam air yang sudah disiapkan untuk menampung air hujan.
Ketersediaan air
Ketua DPD Balai Daerah Aliran Sungai NTT Mikhael Riwu Kaho mengatakan, masalah air bersih di Kota Kupang perlu dipikirkan pemkot sejak sekarang. Ke depan, ketersediaan air baku makin berkurang menyusul susutnya air tanah di kota ini.
Mengatasi kekeringan di Kota Kupang, semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama, termasuk upaya menjaga dan melestarikan air tanah. Program tanam air di Kota Kupang sangat penting. Program ini mestinya menjadi salah satu program prioritas.
”Pemasangan gorong-gorong sebaiknya tidak berakhir di laut, tetapi diupayakan agar ujung gorong-gorong itu berhenti di kolam tertentu sehingga air hujan bisa ditampung,” katanya.
Baca juga : Berburu ”Kabea” di Pantai Oesapa Kota Kupang
Bendungan Tilong, yang selama ini menyuplai air baku bagi warga Kota Kupang, sejak Februari 2020 tidak lagi mengalirkan air ke Kota Kupang karena sedang mengalami kekeringan. Itu pertanda ketersediaan air baku di Kota Kupang makin menurun.
Harus ada cara-cara luar biasa untuk menjaga dan meningkatkan debit air di Kota Kupang, entah air tanah atau air permukaan. Beberapa tahun lalu, ada wacana untuk memproses air laut menjadi air tawar guna memenuhi kebutuhan air bersih warga Kupang. Jika pemkot serius menangani ini, persoalan air bersih bisa diatasi.
Menurut Mikhael, saat ini sekitar 20 persen rumah tangga Kota Kupang menggunakan sumur bor. Biaya pembuatan sumur bor bervariasi, Rp 25 juta-Rp 30 juta per sumur, tergantung kondisi dan posisi tanah yang hendak dibor.
Carolus Ola Boli (54), warga Kelurahan Liliba, Kota Kupang, mengatakan, ia memiliki sumur bor sejak 2017. Ia membayar jasa pengeboran senilai Rp 25 juta dengan kedalaman 76 meter guna mendapatkan air baku. Air sumur bor itu tidak pernah mengering selama musim kemarau.
Hanya pada puncak kemarau seperti sekarang, debit air tanah menurun sehingga air yang disedot naik ke permukaan berjalan lambat. ”Kalau dulu sumur bor ini bisa menghasilkan satu liter per detik, pada puncak kemarau seperti sekarang, satu liter didapat selama lima detik,” kata Boli.
Anggota DPRD Kota Kupang, Epy Seran, menyampaikan, kekeringan yang melanda sejumlah sumur bor berkedalaman 50-100 meter dari permukaan tanah milik warga Kota Kupang merupakan masalah serius. Debit air tanah saja berkurang, apalagi air permukaan.
Masalah air bersih bagi warga Kota Kupang ini terus disoroti anggota DPRD Kota Kupang setiap pertemuan dengan pemkot. Jika hal ini tidak segera diatasi dari sekarang, bakal mendatangkan bencana besar bagi warga Kupang khususnya dan NTT umumnya.
Baca juga : Mangrove Memagari Kota Kupang
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Kupang Hengky Ndapamerang mengatakan, pembangunan gorong-gorong dilakukan Balai Wilayah Sungai II Bali Nusa Tenggara.
”Itu kebijakan instansi tersebut. Pemkot tidak punya urusan soal pemasangan gorong-gorong di sisi jalan-jalan di Kota Kupang,” kata Ndapamerang.
Ia setuju dengan pendapat ahli tata kota soal program tanam air. Hal itu sesuai dengan kebijakan Pemkot Kupang. Saat ini sedang dibuat biopori di sejumlah titik, terutama di taman-taman kota sebagai cadangan air untuk kebutuhan taman selama musim kemarau.
Pemkot Kupang juga telah mewajibkan semua aparatur sipil negara agar masing-masing menanam satu pohon di sepanjang jalan di Kota Kupang. Aparatur bersangkutan bertanggung jawab merawat tanaman itu sampai tumbuh berkembang selama lima tahun.
Baca juga: Warga Kota Kupang Krisis Air Bersih