Polisi Larang Aksi Makar dalam Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otsus Papua
Kepolisian Daerah Papua melarang aksi makar dalam pelaksanaan rapat dengar pendapat umum terkait evaluasi otonomi khusus. Pelaksanaan rapat harus tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Papua melarang aksi makar dalam pelaksanaan rapat dengar pendapat umum tentang evaluasi otonomi khusus di Provinsi Papua. Rapat harus difokuskan untuk memperbaiki implementasi otonomi khusus yang telah berjalan selama 19 tahun terakhir di Papua.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal di Jayapura, Senin (16/11/2020). Ia mengatakan, Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw telah mengeluarkan maklumat terkait pelaksanaan rapat dengar pendapat (RDP) umum di lima kabupaten yang mewakili lima wilayah adat di Provinsi Papua.
Sejumlah poin dalam maklumat ini antara lain melarang aksi makar dalam RDP dan pembatasan peserta maksimal 50 orang demi mencegah penyebaran Covid-19. ”Pelaksanaan RDP harus tetap dalam kiblat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan pendapat dalam evaluasi kebijakan negara sangatlah wajar. Namun, kegiatan ini tidak boleh memecah persatuan bangsa,” kata Ahmad.
Ia pun mengimbau Majelis Rakyat Papua sebagai pelaksana RDP menggunakan metode daring demi mencegah timbulnya kluster baru penyebaran Covid-19. ”Pihak pelaksana RDP wajib menghormati dan menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Caranya adalah menaati imbauan pemerintah untuk tidak mengumpulkan massa dalam jumlah besar dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pada adaptasi kebiasaan baru,” ucap Ahmad.
Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mengatakan, pihaknya meminta kepala daerah dan seluruh lembaga negara mendukung pelaksanaan RDP evaluasi pelaksanaan otonomi khusus. Sebab, kegiatan ini sesuai dengan amanah Pasal 77 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
Ia pun menyayangkan aksi penolakan RDP evaluasi otonomi khusus oleh sekelompok orang di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Minggu (15/11/2020). Selain itu, lanjut Timotius, MRP merasa heran dengan sikap sejumlah kepala daerah yang juga menolak pelaksanaan RDP di wilayahnya.
Timotius mengatakan, pihaknya sudah menyurati para kepala daerah di lima wilayah adat sebelum pelaksanaan RDP yang dijadwalkan pada 17-18 November 2020. ”Kesimpulannya, kami adalah lembaga negara dan melaksanakan kegiatan yang legal,” ujar Timotius.
Ia menegaskan, penolakan RDP evaluasi implementasi otonomi khusus di Papua telah mencederai hak warga untuk menyampaikan pendapatnya demi mencapai solusi bersama.
Timotius mengungkapkan, penolakan itu kemungkinan karena adanya rasa curiga berlebihan bahwa RDP akan memuat aspirasi referendum bagi Papua. Padahal, dia menegaskan, RDP akan fokus terhadap evaluasi dan solusi perbaikan otonomi khusus yang tidak terkesan parsial dan tambal sulam.
”Penolakan RDP telah membungkam hak demokrasi orang asli Papua. Padahal, kami hanya ingin ada perbaikan pelaksanaan otonomi khusus secara menyeluruh,” tutur Timotius.
Ia menambahkan, MRP akan menggelar rapat dalam waktu dekat untuk menentukan jadwal terbaru pelaksanaan RDP di lima wilayah adat dan RDP umum.
”Kami pun mendukung penuh kebijakan Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw yang mengeluarkan maklumat pelaksanaan RDP. Kami membatasi jumlah peserta sesuai pelaksanaan protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19,” katanya.